Niat dalam dada adalah penentu segala

 

Oleh Luqman Hamzah Takmili

 

Kalbu, segumpal daging yang dipunyai setiap manusia, bagian tubuh yang merupakan mescusuar bagi seluruh anggota badan, apabila keadannya baik maka menjadi baik pulalah keadaan seluruh badannya, namun jika ia rusak, maka rusak pulalah seluruh anggota tubuhnya.

 

Semua bergantung pada niat

Segala amalan yang dipersembahkan oleh seorang hamba, besar maupun kecilnya, hanya akan dibalas sesuai amalan hatinya. Betapa banyak amalan besar menjadi kecil nilainya disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala disebabkan niat. Tak jarang pula amalan kecil menjadi besar disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala disebabkan niat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberitakan bahwa nanti  pada hari kiamat akan didatangkan tiga orang dari bani Adam untuk diadili dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, masing-masing dari mereka telah melakukan amalan-amalan besar di dunia, namaun tak disangka, satu persatu mereka diseret dalam keadaan terlungkup wajahnya kemudian dilemparkan ke dalam neraka. Amalan mereka tak sedikitpun dibalas, hal ini disebabkan rusak niat dalam kalbu (hati).

 

Sebab Abu Bakar menjadi manusia pertama di umat ini

Seluruh kaum muslimin yang adil dan sportif dalam menilai, telah sepakat bahwa Abu Bakr radhiyallahu’anhu merupakan manusia paling mulia dari kalangan umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam secara mutlak.

Beliau mengungguli seluruh sahabat radhiyallahu’anhum dalam hal keutamaan dan kemuliaan, sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:

وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا

“Seandainya aku diperbolehkan untuk menjadikan salah seorang dari umatku sebagai kekasih, akan aku jadikan Abu Bakr sebagai kekasihku”. (Muttafaqun’alaih).

 

Namun, jika mau diperhatikan dari sisi yang lain, Abu Bakr bukanlah orang yang miskin seperti Abu Dzar radhiyaallahu’anhu ataupun Abu Huroiroh radhiyallahu’anhu (sehingga dengan kefakiran mereka mendapat pahala yang lebih, karena kesabaran dan ketabahan mereka dalam menghadapinya), tidak pula beliau mengalami derita, menerima siksaan dari orang-orang kafir seperti khobbab, Bilal, Sumayyah, dan Yasir radhiyallahu’anhum, gelar syahid (maksudnya syahid dengan meninggal di pertempuran)pun tidak beliau sandang seperti Hamzah bin Abdul Muttholib, Mush’ab bin ‘Umair, atau Sa’ad bin Mu’adz radhiyallahu’anhum.

 

Karunia yang besar

Padahal saudaraku, menghadapi kemiskinan dengan kesabaran adalah kemuliaan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’alai, mereka akan masuk surga jauh sebelum orang kaya dan para penguasa. Ujian berat yang dirasakan di dunia adalah penebus dosa, atau akan meninggikan derajat di surga. Bagi orang yang beriman, cobaan akan membuat ia berjalan dimuka bumi tanpa dosa. Di akhirat, ia akan mendapatkan kedudukan tinggi disisi-Nya.

Begitu pula mati syahid. Amalan apakah yang paling besar dari mati syahid? Seorang dengan keimanan kuat mendermakan nyawa yang satu-satunya. Tidak ada yang meragukan keutamaan mati syahid. Seratus derajat disurga yang telah Allah Ta’ala siapkan untuk mereka. Kelak mereka akan dibangkitkan dalam kondisi darah segar masih mengalir dari luka-luka mereka, sementara aromanya seperti misik. Sungguh, utama dan mulia kedudukan mereka.

 

Abu Bakr tetaplah sebagai orang terbaik.

Al-Imam al-Barbahary rahimahullah menyebutkan dalam “syarhus-sunnah” karyanya:

روي لنا عن ابن عمر؛ قال: كنا نقول ورسول الله صلى الله عليه وسلم بين أظهرنا: إن خير الناس بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم: أبو بكر وعمر وعثمان ويسمع النبي صلى الله عليه وسلم بذلك فلا ينكره.

“Diriwayatkan dari ibnu ‘Umar ia berkata: “Dahulu kami mengatakan sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada ditengah-tengah kami; “Sesungguhnya orang terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Bakr, Umar, kemudian ‘Utsman”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengarnya dan tidak mengingkarinya”.

 

Karena imannnya yang tulus

Saudara-saudaraku yang semoga dirahmati oleh Allah Ta’ala, apa gerangan yang membuat Abu Bakar menjadi orang terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Ya, kejujuran imanlah faktor utamanya dan itulah rahasianya.

Bakar bin Abdillah al–Muzani rahimahullah mengatakan:

“Tidaklah Abu Bakr mendahului kalian dengan banyaknya salat dan puasa. Namun dengan sesautu yang menancap kokoh dalam jiwa”.

Shalat Beliau memang luar biasa. Demikian pula puasanya. Belum lagi sedekah, jihad, dan berbagai amal saleh lainnya. Namun, iman yang beliau miliki melebihi seluruh umat para Nabi. Keimanan yang terpatri dalam hati, keimanan yang tak goyah saat peristiwa isra’ mi’raj[1], keimanan yang selalu tegar tatkala melalui peristiwa genting seperti perang badar, perjanjian hudaibiyyah[2], bahkan saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat[3].

Amalan hatilah yang menjadikan Abu Bakr berkedudukan tinggi. Itulah yang menyampaikan beliau kepada kedudukan yang tidak terjangkau oleh tekad atau angan sekalipun. Amalan yang bersemayan di kalbu (niat/ikhlas) inilah yang menjadikan iman beliau lebih berat, jika ditimbang dengan iman seluruh penduduk bumi. Allahu akbar.

 

Renungan

Saudara-saudarku yang kucintai, kita telah mengetahui bahwa iman adalah pembenaran di hati, ucapan dengan lisan,  dan perbuatan dengan anggota badan. Namun, kita hanya bersungguh-sungguh dalam bentuk amalan dan jumlah bilangannya, hanya memandang kapasitas dan banyaknya, sementara kita mengabaikan intinya, yaitu amalan hati. Kita justru lalai dari perkara yang paling asasi (pokok), yaitu keyakinan dalam hati. Bukankah begitu..?

Padahal setiap ibadah memiliki inti/hakikat dari bentuk lahiriyahnya, shalat, bentuk lahiriyahnya adalah ruku’, sujud, dan rukun-rukun lainnya, sementara intinya adalah khusyu’. Bentuk lahiriyyah puasa adalah mencegah dari pembatal-pembatalnya, mulai terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, adapun intinya adalah taqwa.

 

Demikian pula haji, bentuk lahiriyyahnya adalah sa’i, thowaf, wukuf di arafah dan muzdalifah, melempar jumroh, dan seterusnya, sedsangkan intinya adalah mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah Subhanahu Wa Ta’ala, menggemakan namaNya, berkorban dengan penuh kejujuran untuk patuh terhadap agama-Nya.

Sementara hal ini hanya ada dalam jiwa, tidak terlihat dengan mata kepala?.

Apakah bentuk kasat mata dari do’a? Tiada lain mengangkat dua tangan, menghadap kiblat, mengucapkan lafadz-lafadz munajat dan permohonan, adapun intinya adalah merasa sangat butuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, bergantung kepadaNya, berkeyakinan yang penuh bahwa Ia Maha mendengar, Maha kaya, Maha kasih sayang terhadap hamba, lagi Maha mengkabulkan doa, dan bergantung kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

 

Apa wujud yang tampak dari dzikir? Tak ada melainkan lisan yang melafalkan kalimat-kalimat tasbih, takbir, tahlil, dan tahmid, namun intinya adalah pengagungan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala Sang pencipta dalam kerendahan diri, keseriusan hati, kecintaan sekalidus takut, serta harapan besar kepadaNya.

 

Inti itu semua adalah niat

Ya, ternyata inti semua itu adalah memperhatikan amalan hati sebelum amalan lahiriyah (fisik).

Para pembaca yang budiman, oleh karena itu awasi dan cermatilah amalan hati kalian sebelum kalian menjumpai hari pembalasan. Sebab, hari itu adalah hari akan ditampakkannya segala yang tersembunyi. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkata:

يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ

“Pada hari dinampakkan segala rahasia”. (QS. at-Thoriq: 9).

Hari itu adalah hari dikemukakannya apa yang ada di dalam dada. Allah Ta’ala juga berkata:

وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ

“Dan ditamoakkanlah apa yang ada di dalam dada”. (QS. al-‘Adiyaat: 10).

Hati yang selamat adalah hati yang baik

Tidak akan selamat pada hari itu kecuali yang menghadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan hati yang selamat. Alllah Ta’ala berkata:

يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“(Pada) hari yang tidak akan bermanfaat harta maupun anak keturunan, kecuali mereka yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (QS. asy-Syu’ara: )

Kemudian tidak akan masuk surga kecuali orang-ornag yang takut kepada Rabb mereka, serta datang kepada Allah dengan hati yang betaubat, Allah berkata:

وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ   هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ

“Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua syari’at-syari’atNya).” (QS. Qoof: 31-32)

Sungguh, negeri akhirat itu hanya dapat diraih dengan hati. Hati yang baik akan beruntung, dan hati yang rusak akan merugi. Semoga bermanfaat…

 

[1] Abu Bakar merupakan manusia pertama yang membenarkan berita isro’ mi’roj-nya Nabi shalallahu’alaihiwasallam, beliau mengatakan ketika itu: “Kalau Muhammad yang mengabarkan demikian, maka dia jujur.” Padahal seluruh manusia kala itu ragu dengan kabar ini, termasuk para sahabat yang kala itu masih baru-baru masuk Islam.

[2] Sekilas isi perjanjian Hudaibiyyah memang menguntungkan pihak quraisy (kafir) dan merugikan kaum muslimin, sebagian kaum mukminin ketika itu merasa dikalahkan oleh mereka karena kesepakatan ini, namun Abu Bakar tetap yakin bahwa kemenangan berada di pihak Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam dan kaum muslimin.

[3] Peristiwa wafatnya Nabi diingkari oleh banyak manusia, karena saking dahsyatnya musibah ini, termasuk sahabat Umar radhiyallahu’anhu yang kala itu tak terima jika dibilang Rasulullah wafat, maka Abu Bakar menenangkan beliau dan meyakinkannya dengan al-Qur’an.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.