Peran Asatidzah di Momen Telekonferensi Bersama Syaikh Munir As-Sa’di
Oleh Tim Reportase Santri
Segala puja dan puji hanya milik Allah semata. Rasa syukur yang tiada terhenti senantiasa kami panjatkan seiring dengan tiada terputusnya aliran-aliran nikmat yang kami dapatkan. Termasuk nikmat berlangsungnya muhadharah telekonferensi bersama Syaikh Munir As-Sa’di ini dengan lancar.
Ini merupakan seri yang kelima dari silsilah muhadharah telekonferensi bersama masyaikh Ahlus Sunnah wal Jamaah di ma’had kami Ma’had Minhajul Atsar. Setiap kali muhadharah, syaikh yang menjadi pemateri tak pernah lupa menyebut nama ma’had kami dan berterima kasih atas kesempatan yang diberikan. Begitu pula asatidzah (terkhusus Ustadz Luqman sebagai MC muhadharah), tak luput untuk menyebut nama syaikh dan mendoakan kebaikan atas perjuangan serta pengorbanan mereka terhadap tarbiah dan dakwah.
Jerih Payah Asatidzah Kami
Para asatidzah di ma’had ini, walhamdulillah yang kami kenal dari mereka bahwa mereka bukan hanya sekedar mubalig (penyampai ilmu) atau mudarris (pengajar) saja. Lebih dari itu mereka juga berperan sebagai murabbi (pendidik sejati) -nahsibuhu kadzalik wala nuzakki ‘alallahi ahada-. Mereka benar-benar mencontohkan kepada santri-santrinya bagaimana keseriusan terhadap ilmu, tarbiah dan dakwah.
Mereka rela mengorbankan tenaga, pikiran dan waktunya untuk tarbiah dan dakwah. Tak jarang, waktu yang seharusnya mereka gunakan bersama keluarga mereka korbankan untuk kemaslahatan tarbiah dan dakwah.
Sebagaimana yang terjadi pada muhadharah kali ini. Para asatidzah telah mempersiapkannya dengan mengadakan musyawarah demi musyawarah dan persiapan demi persiapan jauh-jauh hari sebelum hari H. Sekali musyawarah, bukan hanya sepuluh atau dua puluh menit mereka duduk, bahkan sampai lebih dari satu atau dua jam mereka terus bertukar pendapat. Waktu, pikiran dan tenaga mereka curahkan di dalamnya.
Hal ini mengingatkan kita tentang realisasi firman Allah Taala:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْر
“Berdiskusilah dengan mereka pada urusan kalian.” (Ali Imran: 159)
Pengorbanan Asatidzah Untuk Mempersatukan Umat
Sebagaimana yang sebelum-sebelumnya, muhadharah bertemakan ‘Mengambil Pelajaran Penting dari Firman Allah Taala pada Surat ar-Ruum ayat ke 31-32’ ini bukan tak ada tujuannya. Selain dalam rangka mempelajari ilmu, ada beberapa tujuan mulia lain yang diharapkan. Di antaranya adalah bersatunya salafiyyun di bawah bimbingan ulama. Muhadharah-muhadharah semisal ini harapannya dapat mendekatkan salafiyyun dengan ulama mereka, terkhusus di masa-masa fitnah.
Tak kenal lelah dan jemu, seperti itulah asatidzah kami berkorban demi persatuan salafiyyun. Tak hanya buah manis dari bibir ketika menyuarakan persatuan, mereka juga menempuh langkah demi langkah. Muhadharah bersama ulama dari yang satu ke yang berikutnya terus diupayakan, harapannya salafiyyun dapat bersatu di atas manhaj dan tujuan yang sama; yaitu mengikuti al-Quran dan as-Sunnah melalui bimbingan para ulama. Bukan mengikuti gengsi, ambisi, kepentingan pribadi, atau taklid kepada sosok tertentu.
Masih melekat di benak kami ketika Syaikh Munir hafizhahullahu Ta’ala mengatakan (yang maknanya); “Sungguh, sikap kembali kepada para ulama mengandung persatuan dan kekompakan.”
Baca Juga: Menanti Muhadharah Telekonferesi Bersama asy-Syaikh Munir as-Sa’di
Asatidzah pun Turut dalam Geladi Resik
Di antara teladan yang dicontohkan oleh asatidzah kami dalam hal tarbiah adalah, semangat ber-ta’awun, saling membantu, dan terjun langsung dalam kegiatan.
Tiga hari sebelum muhadarah, tepatnya pada hari Rabu 22 Jumadal Akhirah 1443 H, Tim Tasjilat sebagai operator telekonferensi di lapangan mengadakan geladi resik dengan menghubungi Syaikh Munir as-Sa’di hafizhahullahu Ta’ala. Dalam geladi resik tersebut, terlihat beberapa asatidzah turut ber-ta’awun secara teknis dan membantu langsung di lapangan dengan antusias dan giat guna menyiapkan muhadharah ini.
Terputus Beberapa Detik
Tak ada gading yang tak retak, itulah peribahasa yang tepat untuk hasil karya manusia. Semaksimal mungkin persiapan yang sudah mereka lakukan, serapi mungkin rencana yang telah mereka siapkan, pasti masih saja ada kekurangan.
Begitu pula halnya dengan muhadharah kali ini. Di saat kami sedang memperhatikan dengan seksama kalimat per-kalimat dari Syaikh yang sarat akan faedah, tiba-tiba sambungan terputus. Mata-mata yang sebelumnya menatap lembaran catatan sontak beralih menatap meja taklim di depan menanti langkah dari panitia.
Dengan sigap dan tanggap, seorang ikhwan asal Jogja yang berperan sebagai operator telekonferensi langsung menghubungkan kembali dengan asy-Syaikh Munir hafizhahullah. Walhasil, kami pun dapat kembali mendengarkan muhadharah hingga tuntas, alhamdulillah.
‘Kejadian’ di Sesi Terjemah
Ketika sesi terjemah telah berjalan kurang lebih satu jam lima belas menit, tiba-tiba seekor anak kucing datang ke meja ustadz penerjemah. Ia berbuat ulah di kolong meja dengan mencakar-cakar kain penutup meja serta melompat-lompat.
Namun walhamdulillah sang ustadz bisa tetap fokus menerjemahkan muhadharah dengan tenang tanpa menghiraukan kelakukan si kucing.
Ulah kucing kecil di atas seakan mengingatkan kita akan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّهَا مِنَ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَات
“Sungguh kucing termasuk hewan yang sering berkeliaran di sekitar kalian.” (HR. An-Nasai)
Penutupan
Semoga upaya demi upaya yang ditempuh oleh asatidzah kami dapat menuai hasil indah di akhirnya. Kami yakin dengan firman Allah Taala:
وَالعَقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Qashash: 83)
Semoga dengan muhadharah-muhadharah seperti ini persatuan dan kekompakan salafiyyun menjadi lebih erat daripada sebelumnya. Kami memohon kepada Allah supaya Dia menggolongkan kita semua termasuk dari ahlul-ikhlash dan ahlul-tauhid yang bersatu di bawah bimbingan Ulama. Amin.
Artikel Kami: Obat Manjur untuk si Pemarah