Hanya ada di pondok
Oleh Mushab Klaten Takhasus 3A
Gema suara lantunan al-Quran terdengar keras memecah keheningan dini hari. Dinginnya hawa pagi itu juga turut menghangat dengan gema suara itu. Suara itu dari masjid, di sana para santri duduk berjajar. Mushaf terbuka di pangkuan mereka, mulut-mulut mereka terus melantunkan kalam ilahi, suaranya tak begitu jelas, karena mulut mereka tertutup masker.
Sesekali terlihat di antara mereka yang berdiri menegakkan shalat, kepalanya tertunduk oleh rasa khusyuk. Di masjid, juga terlihat beberapa yang menundukkan kepala sambil duduk, matanya terpejam, sepertinya ia sedang kalah dengan rasa kantuknya. Maklum, belum sempurna jarum jam menunjukkan pukul tiga dini hari.
Ramai sekali tempat itu, shaf pertama penuh sudah. Shaf kedua agak longgar, tapi kecil harapan bisa duduk di sana, sudah ada sajadah-sajadah terpasang, pertanda sudah ada yang menempati.
Gema suara itu terus terdengar, masing-masing fokus dengan apa yang dibaca. Sesekali, masker yang mereka kenakan turun ke dagu, namun dengan cepat ia kembali ditarik ke atas. Mereka sedang menghafal atau mempersiapkan diri untuk setoran bakda shubuh nanti.
Meski tertutup masker, wajah-wajah itu terlihat berseri, riang gembira. Seakan mereka lupa dengan huru-hara di luar sana. Seakan mereka tak tahu ada hal besar, yang sedang terjadi.
Di saat orang orang-orang di luar sana sedang bersilang pendapat, antara berlebihan dan sikap menggampangkan dalam menanggapi wabah ini. Alhamdulillah, mereka di pondok tetap sibuk dengan belajar, menghafal, membaca, serta berkarya, dan berbagi.
Hari-hari mereka penuh dengan nuasa ilmu. Meski covid-19 sedang berjaya menampakkan taringnya, memakan korban tanpa belas kasih, namun mereka seolah tak peduli dengan itu semua. KBM tetap berjalan, prestasi tetap bertahan, bahkan tak jarang dari mereka yang melonjak hasil belajarnya di masa covid-19, alhamdulillah.
Sesekali mereka bermain dan bercanda. Liburan yang tertunda, bukan menjadi alasan bagi mereka untuk kemudian mundur dan mengeluh.
Padahal mereka bukan anak kecil yang tak paham kondisi dan tak tahu apa yang sedang terjadi. Bukan pula anak-anak yang tak terkena dampak covid atau tak mengerti apa itu bahaya covid. Tapi mereka tahu apa yang seharusnya dilakukan.
Masker yang mereka kenakan, jarak antar meraka, dan CTPS yang sering mereka lakukan adalah bagian kecil dari dampak covid yang mereka rasakan. Tapi…meski Covid menghantui negeri, membuat gugup dan bingung penduduk bumi, ia tak mampu menggoyahkan semangat dan tekad mereka.
Lihatlah…baris depan itu tak pernah kosong. Mungkin sesekali, tapi itu jarang sekali. Bukannya mereka tak pernah futur, tapi dengan taufik dari Allah futur itu bisa diatasi. Kadang mereka bermain, kadang pula mereka bergurau, itu semua demi menjaga keistiqamahan di jalan thalabul ilmi. Kadang semangat mereka turun malandai, tapi dengan cepat, semangat itu terbang tinggi. Mereka sadar, inilah yang semestinya dilakukan di masa pandemi.
Mereka tahu, ini adalah musibah yang turun karena dosa-dosa dan akan terangkat dengan iman dan takwa. Itu yang mereka yakini, dan itulah yang terus memompa semangat mereka di masa-masa seperti ini. Mereka sadar, sujud dan rukuk mereka tak akan sia-sia. Mereka yakin, wabah ini akan terangkat dengan amal shaleh, memperbanyak tobat dan istighfar, serta dengan menjauhi maksiat dan dosa. Dan inilah yang mereka jalani dan perjuangkan.
Berangsur gema suara itu menghilang, tiba-tiba masing-masing sepakat menghentikan bacaannya. Ternyata sang muadzin telah bersiap di depan microfon. Jari telunjuknya sudah menutup lubang telinganya, ia sudah bersiap untuk mengumandangkan azdan. Hening…sunyi…kini hanya suara adzan yang terdengar. Mereka semua mengikuti suara muadzin, menjawab seruan ar-Rahman.
Sesaat setelah dikumandangkan adzan, mereka berdiri lalu bertakbir shalat sunnah dua rakaat sebelum shubuh, yang lebih baik dari dunia dan seisinya. Dengan hati yang khusyuk, mereka berserah diri di hadapan Allah.
Ya Allah, selamatkan kami dari fitnah, yang tampak atau yang tersembunyi…
Ya Allah, hanya kekuatan-Mu lah yang mampu mengalahkan makhluk ini. Tiada daya dan upaya selain apa yang Engkau berikan untuk kami.
Ya Allah, jadikan apa yang kami lakukan di pondok sebagai bentuk amal shaleh, yang dengannya engkau angkat wabah ini.. Amiin Ya Mujibas Sailin