Program PKL, Merasakan Keramahan Lokal Yang Begitu Kental
Gambar. Masjid Fathimah al-Musa (Masjid Al-Furqon) Cikadim yang menjadi pusat kegiatan dakwah dan ibadah PKL kami
Sejak dulu, rakyat negeri ini dikenal memiliki etika dan perilaku yang terpuji. Adab dan menjaga kesopanan telah mewarnai pergaulan hidup sehari-hari. Santun dan ramah menjadi budaya bangsa yang terus tumbuh lestari.
Kondisi seperti ini tentu menjadi modal penting dalam berdakwah. Mengajak masyarakat untuk kembali kepada ajaran Islam dengan sikap yang lembut. Memang demikianlah cara Rasulullah berdakwah.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka.” (Ali Imran: 159)
Dengan berbekal metode dakwah seperti ini, Ahlussunnah bergerak terjun ke masyarakat, menyeru mereka untuk kembali kepada ajaran agamanya, mengenal tauhid dan sunnah dengan sebenarnya. Ahlussunnah jauh dari sikap ekstrim dan radikal dalam mengamalkan dan mendakwahkan ajaran ini.
Patut disyukuri bahwa masyarakat pun menerima dengan lapang dada upaya yang kami -tim PKL- lakukan di tempat kami mejalankan program ini. Keramahan lokal benar-benar kami rasakan. Suatu saat kami melakukan kunjungan ke rumah salah seorang tokoh agama. Pak kyai Abu Yasin namanya. Beliau adalah seorang yang ditokohkan di kampung Cikadim, desa Rawa Apu, Kecamatan Patimuan, Cilacap, Jawa Tengah.
Kami mendapati beliau sangat ramah dan enak diajak bicara. Jadilah perbincangan hangat di antara kami. Beliau tinggal di Cikadim sejak kecil, sehingga tahu persis seluk beluk perkembangan desa itu.
Beliau mengungkapkan bahwa di kampung ini terdapat sekitar 30 KK. Mata pencaharian masyarakat setempat hampir 75 % nderes (mengambil getah bunga kelapa untuk dijadikan gula) dan sekitar 25 % sebagai nelayan.
Ketika adzan Maghrib sudah dikumandangkan, kami diam sejenak sambil menjawab adzan. Setelah itu kami pun memberikan bingkisan untuk beliau. Sedikit, namun kami berharap memiliki manfaat yang banyak. Pak kyai menerima dengan lapang dada. Alhamdulillah.
Lalu kami dan pak kyai bersama-sama berangkat untuk shalat Maghrib, kemudian selepas menunaikan shalat, kami meminta ijin kepada beliau untuk melanjutkan kunjungan ke rumah Pak RT.
Tidak lupa beliau mendoakan kami, “Semoga ilmunya barakah di dunia dan akhirat, teruskan menuntut ilmu agama, mumpung masih muda agar bisa bermanfaat.”
Kalau itu cerita dari ujung barat propinsi Jawa Tengah, lain lagi cerita yang datang dari ujung timur propinsi Jawa Timur. Berikut penuturan salah seorang anggota tim PKL.
Di Rajegwesi, tatkala duduk sambil menikmati segelas kopi, tiba tiba datang seorang teman yang mengabarkan bahwa ada seorang laki-laki yang ingin bertemu pak kiyai (ustadz dan santri anggota PKL maksudnya).
Apa gerangan yang dimaukan oleh laki-laki yang ternyata bernama Pak Suroso itu?
“Pak Suroso datang ingin dikunjungi ustadz santri.”
Inilah keramahan lokal yang kami rasakan, Tidak hanya di Rajegwesi mungkin. Hendaknya kita bersegera diri menyambut kesempatan ini, jangan sampai terlambat.