Tafsir Dua Ayat dari Surat Ali Imran

 

 

Oleh Khalid Bandung, Takmili 

 

Para pembaca yang semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala rahmati, di antara kesempurnaan hikmah Allah adalah Dia menurunkan al-Qur’an beserta kandungan-kandungannya yang luar biasa. Kandungan tersebut tidak akan bisa tampak jelas kecuali dengan bimbingan para pembawa ilmu yang kokoh.

Di antaranya adalah asy-Syaikh Abdurrahman As Si’dy rahimahullah. Di mana beliau telah membuat sebuah karya monumental dalam bidang tafsir. Karya beliau ini sangat menakjubkan, ringkas, tapi padat faedahnya. Yaitu kitab Taisir Karimir Rahman atau yang biasa dikenal dengan Tafsir as-Sa’diy.

 

Di antara bukti menkajubkannya kitab beliau ini adalah ketika beliau menafsirkan dua ayat yang menjadi pembahasan kita kali ini. Akan kami tambahkan pula faedah-faedah lain yang kami dapatkan dari guru pengajar tafsir kami. Dimana faedah-faedah itu beliau nukil dari para ulama.

 

Ayat Pertama

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92)

 

Adapun tafsiran dari perkataan Allah:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ

“Kamu tidak akan mendapat kebaikan” (QS. Ali Imran: 92)

Kata “Al-Birr “ (kebaikan) di sini memiliki makna yang luas, walhamdulillah. Tiga di antaranya akan kami sebutkan berikut ini:

  1. Sebagaimana yang disebutkan oleh pengarang tafsir ini sendiri. Al-Birr maknanya: Seluruh jenis kebaikan yang merupakan bentuk ketaatan kepada Allah, dan pelakunya akan mendapat pahala, serta dapat mengantarkan pelakunya ke Jannah (surga). Makna/tafsir beliau ini bersifat
  2. Makna ini lebih khusus dari yang pertama tadi, yaitu sebagaimana yang ada di dalam hadits Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

البِرُّ حُسْنُ الخُلُقِ

Kebaikan adalah akhlak yang mulia.“ (HR. Muslim)

 

  1. Makna ini juga sama seperti makna yang kedua (khusus), yaitu sebagaimana yang ditafsirkan oleh ahli tafsir terdahulu. Seperti Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhu, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, dan Mujahid bin Jabr rahimahullah, mereka berkata:

البِرُّ هُوَ الجَنَّةُ

“Kebaikan itu adalah surga.

 

Dan tafsiran perkataan Allah:

حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

“Sampai kalian menginfakkan sebagian harta yang kalian cintai.”

Maknanya adalah, sampai kalian menginfakan harta kalian yang berharga. Yaitu, sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala beliau ditanya tentang sedekah yang paling utama.

Beliau menjawab: “ Engkau bersedekah ketika sehat, dan sangat membutuhkan harta yang akan kamu sedekahkan. Kamu juga masih ingin kaya, dan dalam keadaan takut miskin (ketika hartamu disedekahkan). Jangan kamu tunda sampai ketika nyawa sudah berada di kerongkongan (harta itu sudah tak berharga lagi bagimu -pen), baru kamu mengatakan; Untuk Fulan sekian, untuk Alan sekian, padahal harta itu (sebentar lagi) akan menjadi haknya Fulan (ahli warismu).” (HR. Al Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

 

Pemahaman yang Keliru

Adapun tafsir dari perkataan Allah:

وَمَا تُنْفِقُوا مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيم

Dan apa saja yang kalian infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”

Bahwa, ada sebuah pemahaman salah yang tersebar di antara kaum muslimin. Mereka menyangka bahwa sedekah dari harta yang tidak berharga atau tidak dibutuhkan, tidak akan diterima oleh Allah Taala.

Namun walhamdulillah, dengan kasih sayang-Nya, Dia menenangkan hati kaum muslimin dengan turunnya potongan terakhir ayat ini. Yang bermakna bahwa sedekah akan diterima apapun bentuknya. Baik ia berharga atau tidak, sedikit ataupun banyak, selama diperuntukkan kepada Allah Taala dan ikhlas hanya mengharap pahala dan keridaan-Nya.

 

Di antara kesimpulan dari ayat ini adalah bahwa sedekah itu bermacam-macam, memiliki syarat, dan balasannya pun berbeda-beda tergantung niatnya.

Lalu apa hubungannya sedekah dengan penyebutan nama Allah al-Alim di akhir ayat:

فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيم

Maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92)

Perlu kita ketahui dan kita yakini, bahwa nama-nama Allah itu memiliki makna yang luas dan menakjubkan. Termasuk makna dari nama Allah ‘al-Alim’, juga begitu menakjubkan. Yakni Allah tidak akan mempersulit niatan kalian untuk bersedekah, justru Dia akan memberi kalian pahala sesuai dengan niat dan manfaat dari sedekah kalian.

Inilah tafsir singkat dari ayat pertama, yaitu ayat yang ke 92.

 

Ayat Kedua

كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلاَّ مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِه مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّورَاة

Dahulu semua makanan itu halal bagi Bani Israil, kecuali makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’qub) atas dirinya sendiri sebelum turunnya Taurat. (QS. Ali Imran: 93)

Ayat ini mengandung bantahan terhadap pemikiran sesat kaum Yahudi, bahwa tidak ada penghapusan atau penggantian syariat. Dari keyakinan ini mereka menolak ajaran Nabi Isa dan Nabi Muhammad. Karena menurut mereka beliau berdua membawa ajaran yang berbeda dengan isi Kitab Taurat.

 

Lalu, apakah pembaca tahu, siapakah yang dimaksud dengan Israil dan Bani Israil pada ayat di atas? Simaklah penjabaran berikut ini!

Israil adalah nabi Ya’qub alaihis salam, dan bani Israil adalah kaum yang terlahir dari anak-anak beliau. Mereka terdiri dari 12 kaum, sebagaimana yang Allah Taala jabarkan dalam surat al-A’raf:

وَقَطَّعْنَاهُم اثْنَتَيْ عَشْرَةَ أَسْبَاطًا أُمَمًا

Dan kami bagi mereka menjadi 12 suku.” (QS. al A’raf : 160)

 

Mengapa bisa 12 kaum? Karena anak Nabi Ya’qub berjumlah 12 orang. Simak firman-Nya:

إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيْهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالقَمَرَ رَأَيْتُهُم لِي سَاجِدِين

Tatkala Yusuf menceritakan kepada ayahnya: Duhai ayahku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku 11 bintang, matahari, dan bulan. Semuanya sujud kepadaku.” (QS. Yusuf: 4)

Para ahli tafsir menjelaskan ayat ini, bahwa 11 bintang itu adalah saudara-saudara Yusuf, adapun matahari dan bulan adalah ayah-Ibu beliau.

Sekian, semoga bermanfaat bagi para pembaca, dan penulisnya sendiri, amin.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.