Abdullah bin Rawahah, Sang Penyair Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

 

Oleh: Umair Abu Umair Jember, 2A Takmili

 

Para pembaca rahimakumullah, sahabat yang akan kita bahas pada rubrik biografi ini mungkin tidak asing di telinga para pembaca. Sahabat tersebut adalah salah seorang panglima besar dalam medan tempur Mu’tah yang gugur sebagai syahid setelah dua temannya, yaitu Zaid bin Haritsah dan Ja’far bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhum.

Namun, selain menjadi seorang panglima, beliau juga dikenal sebagai seorang penyair handal Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk lebih dekat mengenal beliau, mari simak biografinya!

 

Nama dan Nasab

Beliau adalah Abdullah bin Rawahah bin Tsa’labah bin Imri’il Qais Al-Anshari. Beliau termasuk sahabat Nabi dari kalangan Anshar.

 

Keutamaan Beliau

Sahabat yang satu ini memiliki banyak keutamaan yang banyak. Di antara keutamaan yang beliau miliki adalah

  1. Beliau termasuk sabahabat Nabi yang mengikuti perang Badr Kubra. Di mana Allah menjanjikan ampunan bagi para sahabat yang mengikuti perang Badr. Sehingga dari sini beliau mendapat julukan Al-Badriy.
  2. Beliau adalah salah satu sahabat Nabi yang ikut serta dalam baiat Aqabah. Yang mana keutamaan orang-orang yang mengikuti baiat tersebut adalah akan diampuni dosa-dosanya serta dijamin masuk ke dalam surga.
  3. Beliau juga salah satu dari tiga penyair khusus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam Ibnu Sirin rahimahullah berkata, “Adalah penyair Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Abdullah bin Rawahah, Hasaan bin Tsabit, dan Ka’ab bin Malik.”

 

Sekilas Tentang Perang Badr

Perang Badr Kubra merupakan perang pertama yang menjadi pemisah antara kaum Quraisy dan kaum muslimin. Pada peristiwa tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar bersama tiga ratus sekian sahabatnya dengan membawa dua ekor kuda dan tujuh puluh ekor onta saja.

Posisi daerah Badr kurang lebih berjarak 153 KM dari Madinah. Perang tersebut terjadi pada tahun kedua hijriah. Pada saat itu, kepemimpinan kota Madinah diserahkan kepada Ibnu Ummi Maktum radhiallahu ‘anhu.

Singkat cerita, perang ini dimenangkan oleh kaum muslimin dengan bantuan bala tentara dari kalangan malaikat yang Allah utus.

 

Hubungan Kekeluargaan Abdullah bin Rawahah dengan Para Sahabat Lain

Abdullah bin Rawahah merupakan paman An-Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhuma dari jalur ibu. Beliau juga sepupu sahabat Abu Darda’ radhiallahu ‘anhu dan beliau berasal dari suku Khazraj.

 

Kisah Tentang Ibnu Rawahah

Dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan bahwa saat Abdullah bin Rawahah berjumpa dengan seseorang beliau berkata, “Mari kita beriman sesaat!”

Suatu hari ia berjumpa dengan seorang sahabatnya dan mengatakan perkataan di atas, maka sahabat tersebut marah dan mengadu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah! Tidakkah engkau menyaksikan Ibnu Rawahah yang tidak beriman kepadamu dan berpindah kepada keimanan sesaat?”

Maka Nabi pun menimpalinya, “Semoga Allah merahmati Ibnu Rawahah, sesungguhnya ia mencintai majelis yang dibanggakan oleh malaikat.”

Hammad bin Zaid juga membawakan sanadnya, bahwa Tsabit menceritakan kepadanya dari Abdurrahman bin Abi Layla, bahwa Abdullah bin Rawahah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat beliau berkhutbah, maka beliau mendengar Rasul bersabda, “Duduklah kalian!”

Maka beliau pun duduk pada tempatnya di luar masjid hingga beliau menyelesaikan khutbahnya. Belia menyampaikan perihal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi pun bersabda, “Semoga Allah menambah semangatmu di atas ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.”

 

Kisah Seorang yang Menikahi Istri Ibnu Rawahah Sepeninggalnya

Imam Ma’mar meriwayatkan dari Tsabit, dari Ibnu Abi Layla ia berkata, “Seseorang menikah dengan istri Abdullah bin Rawahah setelah beliau meninggal. Lelaki tersebut berkata kepada istrinya, ‘Tahukah engkau kenapa saya menikahimu?’ Ketahuilah aku menikahimu agar engkau mengabarkan kepadaku amalan yang dilakukan Abdullah selagi di rumah dulu.”

Maka wanita tersebut memberitahukannya beberapa amalan yang aku tidak menghafalnya, hanya saja ia berkata, “Bahwa tatkala beliau hendak keluar dari rumahnya, beliau salat dua rakaat, dan tatkala masuk ke dalam rumah, beliau juga melaksanakan salat dua rakaat dan tidak pernah meninggalkannya selama-lamanya.”

 

Perang Mu’tah dan Gugurnya Ibnu Rawahah

Pada bulan Jumadal Ula tahun 8 Hijriah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali mempersiapkan pasukan untuk menyerang Syurahbil bin Amru Al-Ghassani yang mana sebelumnya ia telah membunuh Al-Harits bin Umair, seorang sahabat yang membawa surat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nabi pun menyiapkan 3.000 personil perang untuk berangkat menuju Mu’tah. Kepemimpinan diserahkan kepada Zaid bin Haritsah seraya berpesan, “Jika Zaid gugur, maka diganti oleh Ja’far, dan jika Ja’far gugur, maka diganti oleh Abdullah bin Rawahah.”

Terjadilah peperangan dengan sangat sengit hingga Zaid dan Ja’far meninggal sebagai syahid. Bendera perang pun diambil alih oleh Abdullah bin Rawahah. Beliau berperang mengerahkan semua tenaganya dalam rangka berjihad di jalan Allah hingga kahirnya beliau pun meninggal sebagai syahid menyusul dua saudaranya.

Sepeninggalnya beliau, bendera perang pun diambil alih oleh seorang sahabat yang bergelar pedang Allah yaitu Khalid bin Walid yang sebelumnya berada di tangan Zaid bin Arqam dalam rangka menyelamatakan bendera tersebut.

Peperangan berjalan dengan sengitnya, hingga akhirnya dengan izin Allah, pasukan yang dipimpin oleh Khalid tersebut mendapat kemenangan.

 

Harapan dan Doa

Semoga Allah memberikan manfaat kepada kita dengan membaca sedikit biografi sahabat yang mulia di atas, Abdullah bin Rawahah radhiallahu ‘anhu, sang penyair handal sekaligus panglima kaum muslimin dalam perang Mu’tah yang gugur sebagai syahid.

Dengan ditulisnya biografi di atas pun besar harapannya untuk dapat menjadi pengingat bagi kita tentang para tokoh-tokoh kita dari kalangan salaf, yang mana kian hari kian menghilang dari benak pemuda Islam, tokoh-tokoh mereka sudah mulai berganti dengan orang-orang fasik atau bahkan kafir. Allahul musta’an.

 

Sumber: Siyar A’lamin Nubala’, karya Imam Al-Hafizh Adz-Dzhabi rahimahullah

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.