Benarkah Penyakit Menular Tidak Akan Mengenai Pemakmur Masjid?

Baksos kesehatan 2019

 

Pembaca yang kami hormati…

Di masa wabah ini, sempat disebarkan sebuah hadis yang berisi bahwa penyakit menular tidak akan mengenai orang-orang yang memakmurkan masjid. Dengan dasar hadis ini, maka sebagian kaum muslimin akhirnya tidak mengindahkan imbauan pemerintah tentang pembatasan ibadah secara kolektif di rumah ibadah/masjid. Benarkah demikian?

Maka pada kesempatan kali ini kami akan membahas satu hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang adzab yang merata bagi suatu kaum, tetapi adzab tersebut tidak mengenai para pemakmur masjid.

 

Adzab yang dimaksud bersifat umum, termasuk yang menimpa kita saat ini berupa wabah penyakit disebabkan oleh virus corona (Covid-19). Mungkin di antara kita ada yang pernah mendapati hadits ini, akan tetapi belum mengetahui apakah hadits itu sahih ataukah dhaif (lemah).

 

Dan bahkan mungkin di antara kita ada yang telah mendapati hadits ini kemudian berdalil dengannya (menjadikannya sebagai hujah). Hadits ini dijadikan dalil oleh orang-orang yang beranggapan bahwa tidak mengapa menghadiri shalat Jumat dan shalat lima waktu berjamaah di masjid, padahal pemerintah di negeri kita telah menghimbau agar kita melakukannya di rumah masing-masing[1].

Hadits Hadits Tentang Pemakmur Masjid Terhindar dari Penyakit

Adapun hadits yang dimaksud adalah,

 إِنَّ اللهَ إِذَا أَنْزَلَ عَاهَةً مِنَ السَّمَاءِ عَلَى أَهْلِ الْأَرْضِ ، صُرِفَتْ عَنْ عُمَّارِ الْمَسَاجِدِ

“Apabila Allah menurunkan suatu penyakit dari langit kepada penduduk bumi, maka akan dihindarkan penyakit tersebut dari orang-orang yang memakmurkan masjid.” (HR. Ibnu ‘Adi[2] dan Ibnu ‘Asakir[3])

Pembahasan Sanad Hadits Pemakmur Masjid

Pada hadits ini terdapat beberapa cacat[4], yaitu:

  1. Zafir bin Sulaiman, mayoritas haditsnya tidak kuat karena kelemahannya sangat berat. Haditsnya tidak mengapa ditulis, meskipun kondisi perawi ini dhaif (lemah).
  2. Guru Zafir bin Sulaiman yang bernama Abdullah bin Shalih al-Madani juga perawi yang lemah.
  3. Terputusnya sanad hadits ini antara Abdullah bin Shalih (guru dari Zafir bin Sulaiman) dengan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu karena Abdullah meriwayatkan dari ayahnya dan Sa’id bin Jubair[5].
  4. Hadits Ini Menyelesihi Hadits yang Sahih.
  5. Hadits ini secara zhahir bertentangan dengan hadits lain yang sahih, yaitu:

 إِذَا أَنْزَلَ اللهُ بِقَوْمِ عَذَابًا أَصَابَ الْعَذَابُ مَنْ كَانَ فِيْهِمْ ، ثُمَّ بَعَثُوا عَلَى أَعْمَالِهِمْ

“Apabila Allah menurunkan sebuah adzab kepada suatu kaum, maka adzab tersebut akan menimpa siapa pun yang berada di tempat itu. Kemudian mereka kelak akan dibangkitkan sesuai amalan mereka masing-masing.” (HR. al-Bukhari dalam Sahihnya no. 6691, Muslim dalam shahihnya no. 2879, dan Ahmad dalam Musnadnya no. 6030 dan 6351, semuanya sampai kepada Hamzah bin Abdullah bin Umar dari ayahnya yaitu Abdullah bin Umar.)

 

Lafazh “menimpa siapa pun” pada hadits di atas bersifat umum, termasuk di dalamnya adalah orang yang memakmurkan masjid. Allah Ta’ala pun mengatakan,

 وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang lalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (al-Anfal: 25)

 

Adapun hikmah dari meratanya wabah kepada seluruh manusia adalah sebagai adzab bagi suatu kaum yang dikehendaki-Nya dan sekaligus rahmat bagi kaum mukminin. Semoga Allah menjadikan wabah Covid-19 ini sebagai rahmat bagi kita.

Kesimpulan Hukum Hadits

Kesimpulannya adalah bahwa hadits ini dihukumi dhaif dan tidak bisa dijadikan dalil. Wajib bagi kita untuk mengikuti himbauan ulama dan pemerintah selama mereka memerintahkan kepada kebaikan.

 

Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik-Nya kepada kita, pemerintah muslimin, dan masyarakat muslimin. Semoga Allah menjauhkan virus ini dari diri kita, keluarga, guru-guru, dan masyarakat muslimin secara umum.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdoa,

 اللَّهُمَّ جَنِّبْنِي مُنْكَرَاتِ الْأَخْلَاقِ وَالْأَهْوَاءِ وَالْأَسْوَاءِ وَالْأَدْوَاءِ

“Ya Allah, jauhkanlah dariku segala perilaku jelek, hawa nafsu, kejelekan, dan penyakit.”[6] Wallahu a’lam

 

[1] Bagi yang tinggal di daerah berpotensi tinggi menyebarnya virus ini, maupun bagi yang sedang terjangkiti virus ini.

[2] Lihat al-Kamil fi Dhu’afai ar-Rijal jilid 4 hlm. 205. Nama lengkap Ibnu ‘Adi adalah Abu Ahmad Abdullah bin ‘Adi bin Abdillah al-Jurjani, lahir tahun 277 H dan meninggal pada bulan Jumadal Akhirah tahun 365 H.

[3] Lihat Tarikh Damaskus karya Ibnu ‘Asakir no. 1999. Beliau bernama lengkap Abul Qasim Ali bin Husain bin Hibatullah, lebih dikenal dengan Ibnu ‘Asakir. Lahir pada bulan Muharram tahun 499 H dan wafat pada tahun 571 H.

[4] Di antara syarat hadits sahih adalah selamat dari cacat.

[5] Ulama hadits menerangkan bahwa sanad hadits yang terputus maka haditsnya dihukumi sebagai hadits dhaif.

[6] HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 960. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Ta’liqat al-Hisan ‘ala Shahih Ibnu Hibban no. 956. Ibnu Hibban bernama lengkap Abu Hatim Muhammad bin Hibban bin Ahmad al-Busti, wafat pada tahun 354 H.

Mungkin Anda juga menyukai

1 Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.