Buah bernuansa sunnah
Oleh Ilham Pacitan Takhasus
Buah kuma, bernama latin Phoenix Dactylifera. Pohonnya semacam palem. Berasal dari negeri Arab, kemudian tumbuh pula di Afrika, Eropa Selatan, Asia Barat Daya, Amerika, bahkan sempat ditemukan di Saparua, Maluku. Tinggi pohonnya bisa mencapai 20 meter dengan daun menyirip berumah dua dan buah yang berbentuk buni-buni.
Dulunya, kurma dijadikan sebagai makanan pokok orang-orang yang mendiami gurun pasir. Namun sekarang, biidznillah kurma bisa didapatkan di negeri kita. Terutama ketika bulan Ramadhan, yang kini sudah berada di depan mata.
Kurma, makanan utama buka puasa
Kurma merupakan hidangan istimewa untuk menemani hari-hari puasa di bulan Ramadhan. Pasalnya, tak hanya manfaat dan kandungannya yang begitu melimpah, kurma juga menjadi salah satu sunnah untuk dimakan ketika sahur dan berbuka puasa. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sebaik-baik santapan sahurnya orang mukmin adalah kurma.” (HR. Abu Dawud)
Begitu pula hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, kata beliau, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berbuka puasa dengan ruthab (kurma basah) sebelum shalat. Kalau tidak ada ruthab, maka beliau memakan tamr (kurma kering). Dan kalau tidak ada tamr, maka beliau meminum air, seteguk demi seteguk.” (HR. Abu Dawud, ad-Daruquthni, dan al-Hakim)
Perbedaan ruthab dan tamr
Dari hadits di atas, kita bisa mengetahui bahwa sunnah berbuka puasa dengan memakan ruthab atau tamr. Lantas apa perbedaan antara ruthab dengan tamr? Untuk mengetahuinya, mari simak ulasan berikut ini.
Ruthab atau tamr bukanlah nama jenis atau varietas dari kurma. Namun istilah tersebut sebenarnya berhubungan dengan fase perkembangan buah kurma dalam penentuannya saat panen. Jadi buah kurma memiliki 5 tahapan sebagaimana berikut:
Tahapan pertama: Hababouk (calon buah baru) atau diistilahkan buah penthil, yaitu calon buah baru yang mulai berkembang setelah bunga kurma berhasil diserbuki dan tidak rontok. Biasanya dibutuhkan waktu sekitar beberapa minggu untuk mengetahui keberhasilan penyerbukannya sehingga bisa disebut Hababouk atau belum.
Tahapan kedua: Kimri (buah masih bewarna hijau). Bentuknya sudah mulai membesar dan membentuk tubuh buah, tapi masih bewarna hijau. Pada fase ini, umumnya buah belum bisa dikonsumsi karena rasanya sepat dan pahit, tergantung varietas kurmanya.
Tahapan ketiga: Khalal (kurma mentah). Tahapan ini merupakan tahap pertumbuhan maksimum secara fisiologis dari buah kurma. Warnanya sudah berubah menjadi kekuningan, lalu kemerahan, hingga merah tua atau tergantung pada varietas kurmanya. Pada tahap ini kurma sudah bisa dimakan namun tidak bisa disimpan terlalu lama, dan jika disimpan harus dimasukkan ke freezer supaya tidak mengalami fermentasi.
Tahapan keempat: Ruthab, warnanya sudah berubah jadi kecokelatan atau kehitaman, tergantung pada varietas kurmanya. Fase ini juga masih perlu penanganan khusus karena masih berpotensi mangalami fermentasi, sehingga perlu disimpan dalam suhu dingin jika ingin disimpan dalam waktu lama.
Kurma ruthab jika dikonsumsi rasanya manis, kandungan vitaminnya tinggi, tetapi sebagai sumber energi siap pakai masih relatif rendah dibanding kurma tamr.
Tahapan kelima: Tamr (kurma kering), ini adalah tahap terakhir dari perkembangan buah kurma. Warnanya telah berubah menjadi cokelat kehitaman dan dapat disimpan dalam jangka panjang, karena kadar airnya sudah betul-betul menurun.
Kurma tamr digemari banyak orang karena teksturnya lembut dan tidak lagi berserat. Kandungan gulanya juga meningkat karena kadar airnya menurun.
Inilah lima tahapan fase perkembangan buah kurma. Adapun dari sisi jenis, kurma memiliki lebih dari 450 jenis di dunia. Semisal ajwa, kurma majol, kurma sukari, kurma deglet noor, kurma khalas, kurma zaghloul, dan jenis-jenisa lainnya.
Semoga pembahasan ini membantu kita dalam memahami bimbingan sunnah di atas, sehingga kita bisa mengamalkannya ketika puasa. Terlebih di bulan Ramadhan yang kini telah berada di tengah-tengah kita, wallahu a’lam.