Hakikat Cinta kepada Nabi (Bag. 1)
Nikmat terbesar yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada jin dan manusia adalah diutusnya seorang rasul yang mulia. Menuntun mereka menuju jalan yang lurus dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.
Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam telah mengajarkan seluruh kebaikan, demikian pula telah memperingatkan kita dari semua kejelekan. Syari’at yang dibawanya telah sempurna. Allah Ta’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama-Ku dan nikmat-Ku untukmu, dan Aku ridha Islam sebagai agama untukmu.” (QS. al-Maidah: 3)
Beliau tinggalkan kita dalam keadaan terang benderang. Malamnya seperti siang, tidak ada yang menyimpang dari ajarannya melainkan pasti akan binasa.
Cinta kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam harus terpatri dalam sanubari setiap muslim, bahkan harus lebih besar dari cinta kepada orang tua, anak keturunan dan seluruh manusia. Beliau bersabda,
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu sekalian hingga aku lebih ia cintai daripada orang tuanya, anaknya dan manusia seluruhnya.” (Muttafaqun ’alaihi[1])
Bahkan cinta kepada Rasul harus lebih besar dari mencintai diri sendiri. Suatu hari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah menggandeng tangan sahabat Umar bin al-Khattab radhiyallahu ’anhu, maka Umar berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu, kecuali diriku.”
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pun menjawab,
لاَ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ
“Tidak, sampai aku lebih engkau cintai dari dirimu sendiri.”
Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jika demikian kondisinya, demi Allah sekarang engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri.”
Nabi kembali bersabda,
الآنَ يَا عُمَرُ
“Sekarang wahai Umar (telah benar kecintaanmu).” (HR. al-Bukhari no.6632)
Pembaca yang semoga Allah rahmati…..
Mungkin terbetik dalam benak kita sebuah pertanyaan. Mengapa mencintai Nabi shallallahu’alaihi wa sallam harus melebihi cinta kepada orang tua, anak keturunan, seluruh manusia, dan bahkan kepada diri sendiri?
Jawabannya karena nikmat dan anugerah teragung yang Allah Ta’ala berikan kepada kaum muslimin (yaitu nikmat hidayah menuju jalan yang lurus serta nikmat keluar dari kubangan kegelapan menuju cahaya) datang melalui perantara beliau.
Apakah cinta kita kepada Nabi sudah sedemikian rupa? Apakah cinta itu sudah kita buktikan? Lalu bagaimanakah cara membuktikan cinta kepada beliau shallallahu’alaihi wa sallam?
Buktikan Cintamu
Bukti cinta kepada Nabi adalah mengikuti serta meneladani beliau dalam 4 hal:
- Taat kepada perintahnya.
- Percaya terhadap berita yang beliau bawa.
- Menjauhi apa yang beliau larang.
- Setiap ibadah sesuai dengan tuntunannya.
Di dalam al-Qur’an ada satu ayat yang dinamakan ayatul mihnah yang menunjukkan bahwa siapa pun yang mengaku cinta kepada Allah, maka harus menunjukkan buktinya. Yaitu dengan mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah(wahai Muhammad), jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku. Niscaya Allah akan mencintai dan mengampuni dosa-dosa kalian. Allah adalah Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat ini,
هَذِهِ الْآيَةُ الْكَرِيمَةُ حَاكِمَةٌ عَلَى كُلِّ مَنِ ادَّعَى مَحَبَّةَ اللَّهِ، وَلَيْسَ هُوَ عَلَى الطَّرِيقَةِ الْمُحَمَّدِيَّةِ فَإِنَّهُ كَاذِبٌ فِي دَعْوَاهُ فِي نَفْسِ الْأَمْرِ، حَتَّى يَتَّبِعَ الشَّرْعَ الْمُحَمَّدِيَّ وَالدِّينَ النَّبَوِيَّ فِي جَمِيعِ أَقْوَالِهِ وَأَحْوَالِهِ
“Ayat yang mulia ini menghukumi orang yang mengaku cinta kepada Allah namun tidak mengikuti jalannya Nabi, maka sungguh dia telah dusta cintanya. Sampai ia mengikuti syari’at Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam di seluruh ucapan dan keadaannya.
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلا لَيْسَ عَلَيْهِ أمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami maka amalan tersebut tertolak.” (Muttafaqun’alaih)
Oleh karena itu, Allah berkata,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
“Katakanlah (wahai Muhammad), jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu.”
أَيْ: يَحْصُلُ لَكُمْ فَوْقَ مَا طَلَبْتُمْ مِنْ مَحَبَّتِكُمْ إِيَّاهُ، وَهُوَ مَحَبَّتُهُ إِيَّاكُمْ، وَهُوَ أَعْظَمُ مِنَ الْأَوَّلِ
Yakni kalian akan mendapatkan balasan yang lebih besar dari apa yang kamu persembahkan berupa cintamu kepada-Nya. Yaitu balasan berupa kecintaan Allah kepada kalian dan itu jauh lebih agung dari cintamu kepada-Nya.
Sebagian ulama berkata,
لَيْسَ الشَّأْنُ أَنْ تُحِبّ، إِنَّمَا الشَّأْنُ أَنْ تُحَبّ
“Yang terpenting bukanlah engkau mencintai, tapi yang pemnting adalah engkau dicintai.”
Imam al-Hasan al-Bashri dan selainnya dari salaf berkata,
زَعَمَ قَوْمٌ أَنَّهُمْ يُحِبُّونَ اللَّهَ فَابْتَلَاهُمُ اللَّهُ بِهَذِهِ الْآيَةِ،
“Suatu kaum menyangka bahwa mereka mencintai Allah, maka Allah menguji mereka dengan ayat ini:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
“Katakanlah (wahai Muhammad), jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu.”
Mudah-mudahan Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk mencintai-Nya dengan mengikuti sunnah Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Amin
Abdul Halim Perawang Kelas 4 Takhasus Ma’had Minhajul Atsar Jember
[1] Al-Bukhari no.15 dan Muslim no.70.