Hakikat Cinta Nabi (Bag. 2)

Oleh Abdul Halim Perawang Kelas 4A Takhasus

 

Di bulan Rabi’ul Awwal, sebagian kaum muslimin memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam yang dikenal dengan perayaan Maulid Nabi. Perayaan ini diyakini sebagai salah satu bukti kecintaan kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.

Bentuk perayaan tersebut di antaranya ada yang sekedar berkumpul membaca kisah perjalanan hidup Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Ada juga yang membuat berbagai macam hidangan dan jajanan untuk dibagikan kepada para hadirin. Mereka melakukannya di masjid atau di rumah. Ada pula yang dengan konser musik, dll.

Sejarah singkat perayaan maulid Nabi

Disebutkan oleh para pakar sejarah bahwa perayaan Maulid Nabi bermula pada abad ke-4 H. Perayaan ini dilakukan oleh Kabilah Ubaid al-Qaddah yang menganut paham salah satu sekte Syi’ah Rafidhah al-Ubaidiyah yang bernama al-Fathimiyah. Dinasti mereka bermula di Mesir pada abad ke-4 H.

Imam Taqiyuddin Ahmad bin Ali al-Maqrizi asy-Syafi’i rahimahullah dalam kitabnya al-Mawa’idz wal I’tibar Bidzikril Khuthothi wal Atsar (1/490) menyebutkan bahwa sekte al-Fathimiyah memiliki hari-hari peringatan tiap tahunnya. Di antaranya hari peringatan kelahiran Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, kelahiran Ali bin Abi Thalib, Fathimah, al-Hasan dan al-Husain radhiyallahu’anhum. Demikian pula hari kelahiran para khalifah pada zaman itu.

Imam Ibnu Katsir asy-Syafi’i dalam kitabnya al-Bidayah wan Nihayah ketika menyebutkan kejadian pada tahun 567 H, bahwa tahun tersebut adalah tahun runtuhnya dinasti Fatimiyah. Beliau menyatakan, “Pada dinasti mereka muncul berbagai macam ajaran-ajaran baru dan kemungkaran, banyak perusuh, serta sedikit ulama dan ahli ibadah.”

Pembaca yang semoga Allah rahmati,

Kita mengetahui ternyata perayaan maulid Nabi adalah amalan baru yang diadakan oleh sekte Rafidhah. Mereka mengikuti kaum Nashrani yang merayakan kelahiran Nabi Isa ‘alaihis salam. Maka bisa disimpulkan bahwa perayaan ini tidak pernah diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam merayakan kelahirannya sendiri, demikian pula para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut-tabi’in.

Seandainya amalan tersebut adalah amalan yang baik tentu generasi terbaik umat ini telah mengamalkannya lebih dulu. Termasuk hal yang mustahil,  jika ada kebaikan yang tidak mereka ketahui, namun diketahui oleh generasi setelahnya.

Hal ini mengingatkan kita terhadap hadis Nabi,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengada-adakan suatu amalan dalam agama kami  yang tidak pernah dicontohkan, maka amalan itu tertolak.” (HR. al-Bukhari no.2697 dan Muslim no. 4492)

Demikian pula sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَ

“Dan berhati-hatiah kamu dari perkara baru yang diada-adakan, karena tiap perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud no. 4607 dan at-Tirmidzi no. 2676)[1]

Dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ’anhuma bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam khutbah Jumat mengatakan,

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

Adapun setelahnya, perkataan terbaik adalah kitabullah dan petunjuk terbaik adalah petunjuk Muhammad. Perkara terjelek adalah yang diada-adakan dan seluruh bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim no. 867)

Pembaca rahimakumullah,

Perayaan ini juga terdapat bentuk tasyabuh atau meniru kaum Nashrani ketika mereka merayakan kelahiran Nabi Isa ‘alaihis salam yang mereka sebut dengan perayaan Natal. Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam telah melarang kaum muslimin untuk menyerupai orang kafir pada segala sisi, terutama pada sisi agama. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang meniru perbuatan suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud no. 4031)

Akhir kata mari kita simak bait syair berikut,

تعصى الإله وأنت تزعم حبه … هذا لعمرك فى القياس شنيع

لو كان حبك صادقاً لأطعته … إِن المحب لمن يحب مطيع

“Engkau durhakai Allah padahal engkau bilang cinta,

            Sungguh ini sangat tidak masuk akal lagi jelek

Jikalau cintamu jujur niscaya engkau akan taat pada-Nya,                     

            Orang yang mengaku cinta akan patuh pada yang dicintanya.”

Jika cintamu jujur karena Allah maka patuhilah perintah serta jauhi larangan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam.

Kita meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberikan taufik kepada kaum muslimin untuk mengikuti as-Sunnah dan meniti jalan para Salafushalih dalam semua urusan mereka. Semoga shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada hamba dan Rasul-Nya Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. Wallahu ‘alam.

[1]  Imam at-Tirmidzi berkata: “Hadist ini hukumnya hasan shahih.” Syaikh Albani menukilkan keshahihan hadist ini dari sekelompok ulama dalam kitabnya al-Irwa’ no. 2455.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.