Kebaikan dibalik Sebuah Musibah

Sudah menjadi suatu ketentuan dan ketetapan yang Allah subhanahu wata’ala takdirkan bahwa dalam kehidupannya, manusia akan selalu mengalami ujian dan cobaan. Terlebih seseorang yang mengaku bahwa ia beriman kepada Allah subhanahu wata’ala maka sudah barang tentu ia akan senantiasa diuji. Jujurkah keimanan yang ia ikrarkan, atau malah ia berdusta dalam klaim keimanannya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam kitab-Nya,

(3)الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

( 1 ) Alif laam miim ( 2 )   Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? ( 3 )   Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang jujur dalam beriman dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta dalam keimanannya.” (al-Ankabut: 1-3)

Allah subhanahu wata’ala akan menguji kejujuran iman hamba-hamba-Nya. Maka beruntunglah seseorang yang ketika diuji ia berhasil keluar sebagai orang yang mempertahankan keimanannya dan benar-benar mengambil pelajaran dari ujian tersebut. Tidak seperti kaum munafikin yang berdusta atas keimanannya, maka mereka tidak bisa mengambil pelajaran dari ujian itu dan terus berada dalam kesesatan. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

    (126)أَوَلا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلا هُمْ يَذَّكَّرُونَ

“Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?” (at-Taubah: 126)

Ujian yang menimpa seorang hamba sejatinya tidak mutlak sebuah keburukan, karena terkadang Allah subhanahu wata’ala menghendaki suatu kebaikan pada musibah yang dialami hamba-Nya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

من يرد الله به خيرا يصب منه

“Barang siapa yang Allah kehendaki suatu kebaikan padanya, Allah akan mengujinya” (HR. al-Bukhari)

Sebuah musibah akan menjadi kebaikan jika orang yang tertimpa musibah tersebut keluar dengan menyandang predikat sabar. Sehingga musibah itu pun menjadi kaffarah (penghapus) atas dosa-dosanya. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (az-Zumar: 10)

والله يحب الصابرين

“Allah mencintai orang-orang yang sabar” (Ali Imran: 146)

Salah satu yang menunjukan kebaikan dalam suatu musibah adalah sebuah kabar dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda,

إن عظم الجزاء مع عظم البلاء فمن رضي فله الرضا ومن سخط فله السخط

“Sesungguhnya besarnya suatu balasan sebanding dengan besarnya musibah yang dialami. Barang siapa ridho atas musibah tersebut maka ia akan mendapatkan keridhoan Allah. Tapi barang siapa yang murka maka baginya kemurkaan Allah”. (HR. at-Tirmidzi)

Kita perhatikan hadits di atas, ternyata dibalik musibah tersimpan keridhaan Allah subhanahu wata’ala. Akan tetapi keridhaan tersebut hanya bagi orang-orang yang ridha terhadap musibah yang menimpanya. Ia meyakini bahwa musibah itu datang dari Allah subhanahu wata’ala, dan sesuatu yang datang dari Allah subhanahu wata’ala tentu mengandung sebuah hikmah besar yang sering kali tidak kita ketahui. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian, dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian; Allah mengetahui, sedang kalian tidak mengetahui.” (al-Baqarah: 216)

Itulah beberapa kebaikan besar yang berada dibalik sebuah musibah. Di antara kebaikan tersebut; sebagai sarana untuk memperbaiki diri, ladang untuk mendapat ajr (pahala) tanpa batas dari Allah subhanahu wata’ala, kesempatan untuk meraih keridhaan-Nya dan lainnya.

Tentu untuk mendapatkan hal tersebut haruslah memenuhi syarat yang telah dijelaskan di atas.

Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan kita sebagai hamba-hambanya yang bisa mengambil kebaikan di balik musibah-musibah yang menimpa. Amiin.

wallahu a’lam

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.