Hakikat Keberuntungan dan Kerugian

Senantiasa ingin mendapatkan keberuntungan merupakan tabiat alami manusia. Seseorang akan benar-benar teliti dan cermat merencanakan segala bentuk usahanya untuk mendapatkan keberuntungan. Bahkan tidak jarang seseorang menghalalkan segala cara demi mendapatkan sebuah keberuntungan.

Begitu pula sebaliknya, kerugian merupakan mimpi buruk bagi tabiat alami manusia. Seseorang yang sedikit saja mengalami kerugian, tidak akan tenang dan selalu dihantui kerugian-kerugian berikutnya. Bahkan sering kali mereka menganggap kerugian adalah akhir dari segalanya.

Lalu keberuntungan seperti apakah yang seorang muslim harus berjuang untuk mendapatkannya? Apakah keberuntungan dalam jual-beli? atau keberuntungan yang lainnya?

Begitu pula kerugian. Kerugian manakah yang seorang muslim harus waspada darinya?

Di dalam al-Qur’an al-Karim, Allah subhanahu wata’ala telah menjelaskan makna keberuntungan yang hakiki dan telah menjelaskan sifat-sifat orang yang beruntung. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya),

“Dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”. (al-Baqara: 189).

“Maka jauhilah perbuatan-perbuatan (maksiat) itu agar kamu mendapat keberuntungan” (al-Maaidah: 90).

“Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (Ali Imran: 104).

“Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung”.(al-A’raaf: 8).

Pada ayat di atas diketahui bahwa keberuntungan adalah:

  1. Ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ala
  2. Menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat.

Sifat orang-orang yang beruntungan adalah:

  1. Orang yang senantiasa menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar
  2. Orang yang berat timbangan amalan kebaikannya kelak di hari kiamat.

Adapun makna kerugian dan sifat-sifat orang-orang yang merugi juga telah Allah subhanahu wata’ala jelaskan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya),

“Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: “Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!” (al-An’am: 31)

“Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, karena kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezeki-kan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah” (al-An’am: 140)

“Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami” (al-A’raaf: 9)

“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (al-Hajj: 11)

Pada ayat di atas diketahui bahwa kerugian adalah:

  1. Keraguan dalam beribadah hanya kepada Allah subhanahu wata’ala.
  2. Tidak berhukum dengan syari’at Allah subhanahu wata’ala.

Sifat orang-orang yang merugi adalah:

  1. Orang yang mendustakan pertemuan dengan Allah subhanahu wata’ala.
  2. Orang yang ringan timbangan kebaikannya.
  3. Orang yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah subhanahu wata’ala.

Itulah hakikat Keberuntungan dan kerugian yang sebenarnya.

Keberuntungan yang hakiki inilah yang harus kita cari dan usahakan. Sebaliknya kerugian yang hakiki inilah yang harusnya kita jauhi.

Semoga Allah subhanahu wata’ala menggolongkan kita sebagai orang-orang yang beruntung dan menjauhkan kita dari predikat orang-orang yang merugi.

wallahu a’lam.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.