Hasungan untuk berinfak

Oleh Kelompok Belajar Santri Takmili
Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah…
Islam adalah agama yang sempurna, ajaran mulia yang mengatur semua lini dan segala sisi kehidupan manusia dengan penuh hikmah. Oleh karenanya, mari kita renungi sejenak salah satu ayat yang mulia ini.
Allah Ta’ala mengatakan di dalam ayat-Nya,
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imron: 92)
Kandungan ayat
Tidak salah dan tidak diragukan lagi bahwa pada ayat di atas terdapat banyak faedah dan pelajaran yang bisa kita ambil. Di antaranya adalah hasungan agar kita berbuat kebaikan dari apa-apa yang telah Allah tetapkan bagi para hamba-Nya, salah satunya adalah sedekah.
3 definisi kebaikan
Namun perlu kita ketahui bersama bahwa kebaikan itu memiliki berbagai macam definisi.
- Apa yang disebutkan oleh asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dy rahimahullah di dalam kitab tafsirnya, beliau berkata, “Al-Birru (kebaikan) adalah seluruh kebajikan dari segala jenis ketaatan yang manakala hal itu dikerjakan akan mendapatkan ganjaran berupa pahala, juga mengantarkan para pelakunya ke dalam surga.”
- Sebuah hadits dari sahabat mulia, an-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan dan kejelekan, maka beliau menjawab, ‘Kebaikan adalah perangai yang baik.’” (HR. Muslim)
- Apa yang disebutkan oleh sahabat yang mulia, Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhum, begitu pula oleh Imam Mujahid rahimahullah tentang makna kebaikan, yakni surga.
Faedah ayat di atas
Asy-Syaikh As-Sa’dy rahimahullah menyebutkan sebuah faedah tentang ayat ini,
هذا حث من الله لعباده على الإنفاق في طرق الخيرات
“Ini merupakan al–Hats dari Allah kepada para hamba-Nya untuk berinfak pada jalan-jalan kebaikan.”
Makna al-Hats di atas adalah al-Hadh. Yakni hasungan dan imbauan sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَلا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ
“Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” (QS. Al–Maun: 3)
3 keadaan pahala yang lebih
Pada sedekah terdapat padanya beberapa kebaikan yang lebih, di antaranya:
- Berinfak dengan harta yang paling ia cintai. Sebagai contoh, dahulu sahabat Abu Tholhah al-Anshori radihyallahu ‘anhu memiliki sebuah kebun yang sangat ia cintai, bahkan yang paling subur. Tatkala beliau mendengar ayat 92 dari surat Ali Imron tersebut, beliau segera bergegas menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, saya memiliki sebuah kebun yang sangat saya cintai dan sekarang saya infakkan kebun tersebut di jalan Allah.”
- Berinfak pada kondisi dia sangat membutuhkan harta tersebut. Sebagai contoh, seorang memiliki uang sejumlah 10.000 rupiah, dengan uang itu ia ingin membeli sesuatu, namun uang tersebut justru ia infakkan di jalan Allah Ta’ala.
- Seorang berinfak dalam kondisi sehat bukan dalam kondisi sakit, karena masa sehat merupakan masa yang sangat berharga, sedangkan mayoritas manusia sering melalaikannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kepada umatnya untuk memanfaatkan waktu sehat sebelum waktu sakit.
Itulah tiga keadaan yang terkandung pada firman Allah Ta’ala,
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran: 92)
Begitu pula hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang sedekah yang paling utama. Beliau menjawab, “Engkau berbuat sedekah dalam keadaan sehat, dalam keadaan sangat membutuhkannya, engkau memiliki harapan–harapan terhadap harta tersebut, lagi takut terhadap kemiskinan. Maka janganlah kalian menunda–nunda (amalan) hingga ketika nyawa telah sampai kerongkongan baru mengatakan, ‘Untuk si fulan sekian dan untuk si fulan sekian.’” (HR. Al-Bukhari)
Di antara keutamaan sedekah
Kemudian perlu diketahui, bahwasanya sedekah memiliki beberapa keutamaan. Di antara keutamaannya adalah:
- Mendapatkan ganjaran di sisi Allah Ta’ala, apabila dia ikhlas
- Akan dilapangkan rezekinya,
- Dicintai oleh Allah Ta’ala,
- Tidak mengurangi harta,
- Mempererat tali persaudaraan, dan
- Mengingatkan kepada kita atas nikmat-nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepada kita berupa kelebihan harta di atas fakir miskin, orang-orang lemah, dan orang-orang yang di bawah kita.
Tingkatan kebaikan
Pada kebaikan terdapat padanya derajat atau pahala yang bertingkat-tingkat sesuai dengan niat seorang. Juga perbedaan jumlah bilangan dalam melakukan kebaikan tersebut. Apakah harta itu bernilai oleh pemiliknya ataukah tidak.
Sebagai contoh, seorang bersedekah di bulan Ramadan sebesar 100.000 rupiah, kemudian pada bulan Dzulhijjah dia bersedekah kembali sebesar 100.000 rupiah. Akan tetapi keikhlasannya pada bulan Dzulhijjah melebihi keikhlasannya di bulan Ramadhan, maka pada bulan Dzulhuijjah pahalanya melebihi sedekahnya di bulan Ramadhan.
Pada ayat 92 surat Ali Imron telah kita ketahui bersama, bahwa berinfak merupakan salah satu dari sekian bentuk kebaikan. Bahkan kebaikan tidak akan diraih hingga menginfakkan harta yang kita cintai, sebagaimana Allah Ta’ala menegaskan dalam firman-Nya:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran: 92)
Mungkin sebagian pembaca ada yang menyangka bahwa berinfak akan diterima dan memperoleh ganjaran di sisi Allah Ta’ala apabila yang diinfakannya merupakan harta yang paling dicintainya, sebagaimana ayat di atas. Sejatinya sangkaan itu tidaklah benar. Allah Ta’ala menjelaskan dalam kelanjutan ayat di atas,
وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92)
Maka dari itu, berinfak dengan harta yang dicintai maupun tidak, tetaplah diterima oleh Allah Ta’ala sekaligus akan diberi pahala yang besar jika ia ikhlaskan niat karena-Nya, sehingga amalan itu tidaklah sia-sia begitu saja. Namun semua itu tergantung pada keikhlasan niat seorang dan manfaat yang diperoleh darinya, dikarenakan sebaik-baik infak adalah dari harta yang dicintai.
Kandungan lain dari ayat di atas
- Infak tidaklah terbatas pada harta. Karena lafadz “شيء” pada ayat di atas bermakna umum, sehingga mencakup segala sesuatu. Akan tetapi yang dimaukan dari ayat ini adalah infak dalam bentuk harta. Sebagimana telah berlalu pembahasannya.
- Penyebutan sifat “عليم” di dalam ayat ini merupakan penetapan nama Allah Yang Maha Mengetahui apa saja yang dilakukan para hamba, baik yang tampak maupun tersembunyi. Juga memberikan makna bahwasanya Allah Ta’ala Maha Mengetahui apa-apa yang diinfakkan dan Dia memberikan ganjaran berupa pahala serta mancatat amalan tersebut, baik harta yang disedekahkan itu berjumlah banyak maupun sedikit, dari jenis harta yang disenangi maupun tidak disenangi.
Demikianlah pembahasan seputar tafsir surat Ali Imran ayat 92, mudah-mudahan bermanfaat. Wallahu ‘alam
Masya Allah