Hukum Salat di Belakang Pelaku Maksiat
Terjemahan fatwa oleh Muhammad Hamzah, Takmili
Pertanyaan
Apakah orang yang biasa meninggalkan salat fajar dan suka mencukur jenggot boleh untuk menjadi imam salat kaum muslimin?
Jawaban
Seorang yang biasa meninggalkan salat fajar berjemaah dianggap telah bermaksiat, demikian pula orang yang suka mencukur jenggot, perokok dan pemabuk, semuanya adalah pelaku maksiat. Mereka tidak pantas mengimami kaum muslimin, dan hendaknya pemerintah tidak menunjuk mereka sebagai imam.
Akan tetapi jika kebetulan seseorang terkena bala dengan menjadi makmumnya orang seperti mereka maka salatnya sah. Sebagaimana sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu dan para sahabat lainnya, mereka pernah menjadi makmumnya al-Hajjaj bin Yusuf, padahal dia adalah orang yang paling kejam, dan suka menumpahkan darah. Karena dia masih muslim, hanya saja suka melakukan berbagai kemaksiatan.
Kesimpulannya, bahwa kemaksiatan tidak menghalangi seseorang untuk menjadi imam. Hanya, dia kurang pantas untuk menjadi imam, lebih baik bermakmum kepada selainnya.
Dan wajib untuk menggantinya apabila kemaksiatannya terang-terangan. Pemerintah yang memiliki wewenang di bidang penegakan hukum dan pemecatan wajib untuk memecat dan mencari penggantinya yang lebih baik, sesuai kemampuan.
Akan tetapi, jika orang itu benar-benar tidak salat subuh sama sekali, maka dia telah kafir. Jangan sampai dia menjadi imam, –naudzubillah-. Kalau dia tidak salat sama sekali, dia telah kafir.
Namun sepertinya, yang dimaksudkan oleh si penanya adalah tentang seorang yang tidak melakukannya secara berjemaah dan bermalas-malasan, maka orang ini telah bermaksiat. Ibnu Mas’ud pernah berkata:
“Kami telah menyangka bahwa tidak ada yang meninggalkan salat subuh kecuali orang munafik yang telah maklum kemunafikannya.” Maksudnya yaitu yang meninggalkannya secara berjemaah.
Intinya, jika dia meninggalkan salat jemaah subuh, zuhur, atau asar, ini adalah kemaksiatan. Siapa yang terkenal dengan kebiasaan ini, tidak sepantasnya menjadi imam. Justru seharusnya ia dipecat dan digantikan oleh imam yang lebih baik darinya, lebih bermanfaat bagi kaum muslimin, serta lebih jauh dari perkara yang haram.
Hanya saja sebagaimana yang telah lalu, jika seorang kebetulan terkena bala dengan menjadi makmum di belakang mereka, maka salatnya tetap sah dan jangan dia salat sendirian, dia tetap harus salat berjemaah bersama yang lain.
Jika dia kebetulan bermakmum di belakang orang yang suka mencukur jenggot, perokok, atau sering malas salat berjemaah, maka tidak mengapa dia tetap salat di belakangnya. Karena salat berjemaah merupakan keharusan.
Adapun pelaku maksiat tersebut, mudaratnya kembali kepada dirinya sendiri. Dan wajib bagi yang bisa menasehati untuk mengarahkan, membimbing, dan memperingatinya dari bahaya perbuatannya yang jelek itu. Sesungguhnya Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya, bisa jadi orang itu akhirnya mendapat taufik untuk bertobat dengan sebab nasehat saudaranya. Bisa jadi pula dia tidak lagi bermaksiat dan kembali kepada kebenaran karena sebab nasehat dan arahan saudaranya tadi.
Sumber: Situs Resmi asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu Ta’ala, https://binbaz.org.sa/fatwas/4456/حكم الصلاة خلف العصا