ISIS & AL-QAEDA TIDAK MEWAKILI ISLAM

Penjelasan asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Muhammad alu asy-Syaikh

Mufti Umum Kerajaan Arab Saudi; 

Ketua Dewan Ulama Besar; 

Ketua Umum Komite Tetap untuk Pembahasan dan Fatwa

Segala pujian hanya milik Allah Rabb alam semesta. Semoga shalawat dan salam selalu terlimpah kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan seluruh sahabat beliau.

Amma ba’du,

Saudara dan saudari sekalian, perkenankan saya memberi ucapan penghormatan dengan penghormatan Islam yang abadi, yang memiliki beragam kandungan mulia dan tujuan yang tinggi.

Semoga keselamatan dari Allah atas kalian, demikian pula rahmat dan barakah-Nya. Saya wasiatkan kepada Anda semua—dan diri saya pribadi—untuk senantiasa bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Barang siapa menyibukkan diri dengan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, Dia akan mencukupinya.

Kondisi yang umat Islam alami ini, banyak negeri mereka menjadi kacau. Berbagai pemahaman telah menyusup pula ke dalam tubuh umat Islam. Tidak diragukan lagi, pemikiran yang paling berbahaya ialah yang mengatasnamakan agama karena akan dianggap suci sehingga ringan bagi jiwa untuk menjalankannya. Ketika itulah, manusia beralih—kita memohon perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala—dari perpecahan yang agama mencegahnya, kepada perpecahan dalam hal agama itu sendiri. Inilah yang diperingatkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya,

 “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (al-An’am: 159)

Pada ayat di atas, Allah subhanahu wa ta’ala memperingatkan kaum muslimin agar tidak terjadi dalam agama mereka sebagaimana yang terjadai pada kaum musyrikin. Memecah belah dalam agama Islam adalah dengan memecah belah pokok agama mereka yang sebelumnya bersatu, yaitu setiap pemecahbelahan yang mengantarkan pemiliknya saling mengafirkan dan saling berperang dalam hal agama.

Dalam Islam, tidak ada tindak kejahatan yang lebih berat di sisi Allah subhanahu wa ta’ala dibandingkan kekafiran karena memecah belah jamaah. Jamaah yang membuat hati-hati manusia saling mengasihi dan menyatukan kalimat mereka, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali ‘Imran: 103) 

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Hendaknya kalian taat dan bersatu (di bawah pemerintah kalian). Sebab, itulah tali Allah subhanahu wa ta’ala yang kita diperintahkan untuk berpegang dengannya. Apa yang kalian benci ketika berada di bawah pemerintah, itu lebih baik daripada apa yang kalian sukai ketika berpecah belah.”

Perpecahan dan perselisihan tidaklah terjadi kecuali akibat kebodohan dan memperturuti hawa nafsu, sebagaimana persatuan dan rasa cinta tumbuh dari ilmu dan ketakwaan.

Kaum muslimin saat ini—sebagaimana diketahui oleh semuanya—sangat butuh mendalami ilmu dan mengenali agama yang sempurna ini, sebelum pihak lain. Tidak hanya dalam hal hukum (fikih), tetapi juga mengetahui tujuan yang agung dan luas, yang menjadi sebab pensyariatan dan diturunkannya. Allah subhanahu wa ta’ala tidaklah mengutus para rasul dan menurunkan syariat-syariat kecuali untuk menegakkan tata aturan (kehidupan) manusia, sebagaimana firman-Nya,

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (al-Hadid: 25)

Syariat Islam adalah syariat yang paling agung dan paling sempurna, sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah subhanahu wa ta’ala,

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)

Sungguh, syariat Islam datang membawa kebaikan bagi manusia di dunia dan akhirat. Tujuan umum syariat Islam ialah memakmurkan bumi dan menjaga aturan kehidupan di bumi yang dengannya akan terwujud kebaikan bumi dan kebaikan para penduduknya.

Di antara asas al-Qur’an yang luas ialah hukum asal segala sesuatu adalah boleh,

 “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (al-Baqarah: 29)

dan hukum asal manusia adalah al-baraah (terlepas dari hukum syariat),

 “(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” (ar-Rum: 30)

Dua kaidah di atas merupakan fondasi segala pensyariatan dan kebebasan.

Setiap asas di atas tidak akan sempurna dan tegak berdiri kecuali dengan mengetahui bahwa toleransi adalah sifat utama syariat Islam dan tujuannya yang terbesar. Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (al-Baqarah: 185)

“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (al-Hajj: 78)

Ÿ“Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.” (al-Baqarah: 286)

Dalam sebuah hadits dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,

أَحَبُّ الدِيْنِ إِلَى اللهِ الْحَنِيْفِيَّةُ السَّمْحَةُ

“Agama yang paling dicintai oleh Allah ialah yang hanifiyah dan samhah.”

Hanifiyah adalah lawan dari syirik, sedangkan samhah adalah lawan dari kesempitan dan memberat-berati diri.

Dalam hadits yang lain dari beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ هَذَا الدِّيْنَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ

“Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak ada seorang pun yang memberat-berati diri dalam agama ini kecuali agama ini akan mengalahkannya.”

Penelitian terhadap syariat ini menunjukkan bahwa toleransi dan kemudahan merupakan salah satu tujuan agama ini. Menampakkan toleransi berpengaruh besar terhadap tersebarnya agama ini dan keberlangsungannya. Akan diketahui bahwa kemudahan merupakan bagian dari fitrah, karena fitrah manusia menyenangi kelemahlembutan.

Hakikat toleransi adalah sikap pertengahan antara dua kutub: sikap berlebih-lebihan dan sikap meremehkan. Sikap pertengahan dengan makna ini adalah sumber berbagai kesempurnaan. Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman tentang sifat umat ini,

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) sebagai umat yang adil.” (al-Baqarah: 143)

Di bawah cahaya tujuan yang agung ini akan tampak hakikat sikap pertengahan dan kelurusan. Akan tampak pula bahwa sikap pertengahan merupakan kesempurnaan dan keindahan Islam ini. Akan jelas pula bahwa pemikiran ekstrem, kekerasan, dan terorisme yang membuat kerusakan di muka bumi, menghancurkan lahan pertanian dan keturunan, sama sekali bukan dari Islam. Justru pemikiran inilah yang pertama kali menjadi musuh Islam. Kaum musliminlah yang pertama kali menjadi korban.

Sebagaimana hal ini disaksikan berupa kejahatan kelompok yang disebut ISIS dan al-Qaeda, serta berbagai kelompok pecahannya. Sangat tepat ditujukan hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berikut,

سَيَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ أَحْدَاثُ الْأَسْنَانِ، سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ، يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ، يَقْرَؤُوْنَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْراً لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Akan keluar di akhir zaman nanti, sekelompok orang yang masih muda umurnya dan berpemikiran bodoh. Mereka mengatakan ucapan makhluk yang terbaik. Mereka membaca al-Qur’an, tetapi tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat keluar dari agama ini sebagaimana halnya melesatnya anak panah dari binatang buruannya. Apabila kalian mendapati mereka, bunuhlah mereka. Sebab, orang yang membunuh mereka akan mendapatkan pahala di sisi Allah pada hari kiamat.”

Kelompok-kelompok Khawarij ini tidak boleh dinisbatkan kepada Islam dan para pemeluknya yang memegang teguh petunjuk Islam. Mereka adalah wujud lain dari Khawarij, kelompok sempalan yang pertama kali melesat keluar dari agama karena mengafirkan kaum muslimin dengan sebab dosa besar sehingga menghalalkan darah dan harta kaum muslimin.

Dalam kesempatan ini, kami menyeru untuk menyatukan dan menyusun kesungguhan dalam hal pendidikan, taklim, dakwah, dan pengembangan dalam rangka menguatkan sikap pertengahan dan keadilan, yang bersumber dari syariat Islam kita yang berkilau; dengan menanamkan garis yang sempurna, disertai tujuan-tujuan yang jelas, yang diperkuat oleh instruksi pelaksanaan guna mewujudkan dan mengejawantahkan tujuan-tujuan tersebut.

Demikianlah… Sesungguhnya dunia berguncang di sekitar kita. Karena itu, kita di Kerajaan Arab Saudi yang telah diberi anugerah oleh Allah subhanahu wa ta’ala berupa persatuan kalimat dan barisan di bawah para pemimpin kita, yang terepresentasikan dalam diri Pelayan Dua Tanah Suci, Raja Abdullah bin Abdul Aziz alu Su’ud, Putra Mahkota al-Amin, dan penerusnya—semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjaga mereka semua—hendaknya menjaga keadaan yang stabil ini, di mana sebagiannya menguatkan sebagian yang lain. Hendaknya kita juga tidak menjadikan perselisihan di luar garis perbatasan sebagai sebab timbulnya perselisihan di antara kita.

Setiap kita di Kerajaan Arab Saudi—segala puji hanya bagi Allah—orang yang bertauhid dan orang Islam. Kita jaga persatuan di bawah pemerintah kita, kita senantiasa taat (kepada pemerintah) dalam hal yang baik. Kita mengemban amanah ilmu, pemikiran, pendapat, dan pena. Kita berloyalitas secara umum sesama kita. Kita memaafkan sesama kita ketika tidak sengaja jatuh dalam kesalahan, baik di antara ulama, ustadz, penulis, kaum intelektual, maupun seluruh warga negara.

Kita mengarahkan dialog kita seputar pembahasan yang penting bagi kita, terkait agama dan negara, dengan bahasa yang santun, tanpa menuduh berkhianat atau tuduhan lain. Kita semua di negara ini sama, masing-masing memiliki hak dan kewajiban.

Kami memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar mengabadikan berbagai nikmat-Nya, yang lahir dan yang batin, atas diri kita. Kita juga memohon agar Allah subhanahu wa ta’ala menjaga negeri kita dan negeri-negeri kaum muslimin dari segala keburukan. Semoga Allah menjaga kita dan kaum muslimin lainnya dari berbagai ujian dan cobaan, yang lahir dan yang batin, serta memperbaiki keadaan kaum muslimin.

Sesungguhnya, Allah subhanahu wa ta’ala lah yang Mahamampu atas hal tersebut.

(dikutip dari Majalah Asy-Syariah edisi 103, hal. 71-74)

Sumber http://miratsul-anbiya.net/2014/10/01/isis-al-qaeda-tidak-mewakili-islam/

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.