Kajian Rutin Hari Ahad bersama Ma’had As-Salafy Jember

بسم الله الرحمن الرحيم

LEMBAGA KAJIAN ISLAM DAN BAHASA ‘ARAB

(L K I B A)

Kajian Rutin Hari Ahad bersama Ma’had As-Salafy Jember

26 Syawal 1429 H / 26 Oktober 2008

Alhamdulillah. Setiap Ahad pagi di Ma’had As-Salafy Jember diadakan kajian rutin yang dibuka untuk umum. Acara ini berjalan sejak tahun 2002 yang lalu. Materi yang disajikan dalam acara ini adalah ilmu diniyah yang meliputi aqidah, fiqh, dan akhlak di tambah dengan bahasa ‘Arab. Oleh karena itu, acara ini diberi nama Lembaga Kajian Islam dan Bahasa ‘Arab (LKIBA). Pemateri utama dalam acara ini adalah para asatidzah penghasuh Ma’had As-Salafy, yaitu Al-Ustadz Yasir, Al-Ustadz Abu Sa’id Hamzah, Al-Ustadz Ruwaifi’, dan Al-Ustadz Luqman Ba’abduh.

Hingga kini, para peserta yang hadir dalam kajian ini sudah mencapai ratusan, yang berasal dari Jember sendiri dan kota-kota di sekitarnya, antara lain Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Lumajang, Probolinggo, bahkan Pasuruan dan Bangil.

Untuk semakin menyebarluaskan ilmu yang dikaji dalam acara LKIBA ini, melalui situs www.assalafy.org yang merupakan Situs Resmi Ma’had As-Salafy Jember, kami menyajikan hasilnya secara ringkas dalam bentuk tertulis kepada segenap pembaca. Semoga sajian ini bermanfaat bagi segenap kaum muslimin, terutama yang selama ini belum sempat hadir langsung dalam acara LKIBA tersebut. Sekaligus semoga ini bisa menjadi daya tarik agar bisa hadir langsung dalam acara tersebut. Karena tetaplah hadir langsung di majelis ilmu memiliki keutamaan dan barakah yang lebih besar dibanding sekadar membaca atau mendengar rekaman kajian atau ceramah. Di sisi lain, semoga sajian ini juga bermanfaat bagi mereka yang selama ini sudah rajin hadir dalam LKIBA secara rutin, yaitu membantu merapikan catatan sehingga ilmunya bisa senantiasa diingat dan tentunya puncak dari itu semua adalah pengamalan dan praktik nyata dari ilmu yang telah kita pelajari dan kita pahami.

Sekali lagi, semoga bermanfaat.

* * *

NASEHAT  AL-USTADZ ABU SA’ID HAMZAH

  • Dzikrullah yang paling afdhal adalah thallabul ‘ilmi (menuntut ilmu syar’i). Karena dengannya seorang hamba akan mengenal siapa Rabbnya dan siapa dirinya.
  • Dunia adalah darul amal (tempat untuk beramal shalih) sedangkan akhirat adalah darul jaza’ (tempat pembalasan). Amalan sekecil apapun baik itu amalan shalih atau amalan jelek pasti akan dihadirkan oleh Allah kepada kita di yaumul akhir dan diberi balasan oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala.
  • Hendaknya kita mengoreksi amalan-amalan kita. Barangsiapa yang mendapati kebaikan hendaknya ia bersyukur, dan barangsiapa yang mendapati selain dari kebaikan maka hendaknya dia tidak mencela kecuali dirinya sendiri. Oleh karenanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kepada kita dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan dari shahabat yang mulia Abu Dzarr Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu :

عَنِ النَّبِىِّ فِيمَا رَوَى عَنِ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ « … يَا عِبَادِى إِنَّمَا هِىَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ ».

Dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman : “Wahai hamba-hamba-Ku, hanyalah itu adalah amalan-amalan kalian di dunia yang telah Aku hitung amalan-amalan tersebut untuk kalian, kemudian Aku balas amalan-amalan tersebut untuk kalian. Barangsiapa yang mendapati kebaikan, maka hendaklah ia memuji Allah. Dan barangsiapa yang mendapati selain dari kebaikan maka hendaklah dia tidak mencela kecuali dirinya sendiri.” [HR. Muslim 2577]

Faedah hadits ini:

  • Bahwa seluruh amalan kita pasti akan diperhitungkan oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala.
  • Jika balasan kebaikan itu dia dapatkan di dunia maka dia harus bersyukur kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
  • Jika balasan itu dia dapatkan ketika nanti di akhirat maka dia akan bersyukur kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, karena penduduk jannah adalah orang-orang yang senantiasa memuji Allah Tabaraka wa Ta’ala sebagaimana dalam firman-Nya:

وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللهُ

“Dan mereka (penduduk jannah) berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (jannah) ini. Dan kami sekali-sekali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.” (Al A’raf: 43)

  • Barangsiapa mendapati kejelekan (musibah dan ujian) di dunia, maka janganlah dia menyalahkan orang lain. Tetapi seyogianya dia mencela dirinya sendiri, karena itu semua terjadi disebabkan perbuatan dosa yang dia lakukan. Sikap ini akan menimbulkan taubat kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala dan mendorong kita untuk segera kembali dan beristighfar kepada Allah sehingga dosa yang kita lakukan tidak semakin parah.
  • Ahlun naar (penduduk neraka) nanti akan mencela dirinya sendiri disebabkan dosa yang dahulu telah mereka perbuat.
  • Allah Tabaraka wa Ta’ala memerintahkan kita untuk mencela diri kita sendiri apabila kita melakukan dosa, sebagaimana firman-Nya:

وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الأدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الأكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Dan kami benar-benar akan menimpakan kepada mereka adzab yang ringan (di dunia) bukan adzab yang besar (di akhirat) agar mereka mau kembali (kepada Allah).” (As-Sajdah:21)

Jika kita mendapatkan musibah dan malapetaka di dunia ini maka hendaknya kita kembalikan semua sebab musibah tersebut kepada kita karena semuanya akibat dari ulah kita sendiri.

* * *

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.