Kisah dari balik gerbang maqshaf

Oleh Ilham Pacitan Takhasus 3B
Kisah ini berasal dari garda belakang ”Maqshaf kita” Ma’had Minhajul Atsar Jember, sebuah tempat yang dulu menjadi tempat pegawai dan tempat penyimpanan barang. Namun, di masa pandemi ini menjadi satu-satunya jalur masuk bagi ikhwan yang ingin membeli kebutuhan sehari-hari di maqshof, dari waktu pagi sampai ashar. Adapun setelah ashar sampai malam, itulah waktu bagi kami (santri takhasus kelas 3 dan 4) untuk berta’awun membantu berjalan dan lancarnya kegiatan maqshaf bagi santri. Pemisahan waktu yang dilakukan Ma’had adalah sebagai bentuk ikhtiar dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Kisah ini bukan untuk menceritakan tentang kami, tapi tentang mereka sebagian anak-anak MTP yang tinggal di kavlingan Ma’had. Dari gudang maqshaf itulah kami menyaksikan sekilas dari kehidupan mereka, yang kalau dicermati ada pelajaran berharga dari kehidupan mereka.
Selepas Shalat Isya’
Satu persatu sebagian mereka mulai berdatangan mendekati maqshaf. Kebiasaan yang kerap mereka lakukan ialah menunggu selesai ditotalnya hasil dagangan makanan orang tua mereka, yang dititipkan di kantin Ma’had dan mlijo. Sambil menuggu, terkadang mereka memesan bahan makanan yang akan mereka antar dan dititipkan di kantin dan di mlijo esok hari.
Terkadang salah satu mereka datang membawa gerobak kecil yang terbuat dari kayu, di atasnya ada gas LPG 3 kg. Maklum, dengan badan yang masih kecil pasti dia akan bingung membawa belanjaan dan gas jika tidak memakai gerobak.
Terkadang pula salah satu mereka datang memakai sepeda dengan keranjang hijau di belakangnya, untuk sekedar memudahkan ketika pulang membawa belanjaan dan tempat makanan yang dijual paginya. Seperti itulah kurang lebih aktifitas mereka setiap malamnya.
Hampir-hampir tak pernah kami mendengar mereka mengeluh ataupun keberatan dalam membantu orang tuanya. Mulai dari membelikan bahan makanan, sampai mengambil hasil jualan. Bahkan yang tampak dari mereka adalah wajah-wajah ceria dan canda tawa. Sampai-sampai salah satu dari kami berucap, “Ana senang lihat mereka.” Temannya bertanya, “Kenapa mas?” Jawabnya,”Mereka nggak kayak anak-anak di luaran sana yang pergaulannya saja nggak jelas, keluyuran, main HP terus, ini dan itu.” Begitulah kurang lebih percakapan kami malam itu.
Cobalah berkaca dari mereka
Di umur yang belum mencapai sepuluh tahun, mereka sudah mulai belajar menundukkan jiwa egois dan kekanak-kanakan mereka. Meski sekedar membantu orang tua di masa pandemi ini, setidaknya mereka sudah berkorban dan punya andil di masa-masa seperti ini. Meski umur mereka kecil, tapi mereka berusaha menjadi orang yang bermanfaat, bermanfaat bagi orang tua mereka dan orang lain. Teringat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
خَيْرَكُم أَنْفَعُكُم لِأَهْلِهِ
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi keluarganya.”
Semoga kita juga bisa menjadi orang yang bermanfaat, berkorban, dan punya andil di masa-masa pandemi ini, apapun itu bentuknya. Amin.