Antara Memuliakan Nabi shallallahu alaihi wasallam dan Ghuluw Terhadap Beliau

DARS USTADZ  LUQMAN BA’ABDUH HAFIZHAHULLAH  18 SHAFAR 1438 H/17 NOPEMBER 2016 M (MAGHRIB-ISYA’) DI MADSJID AS-SALAFY

Sekian banyak tuduhan atas Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah, sekian banyak pula jawaban yang membantah tuduhan tersebut.

Kali ini, sebuah tuduhan kepada Syaikh rahimahullah bahwa beliau mengatakan “Pengagungan terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah syirik”. Tentu ini sebuah kedustaan yang nyata.

Bagaimanakah bentuk pengagungan atau pemulian terhadap Nabi shallallahu alaihi wasallam?! Kenapa harus dikatakan syirik?!

Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya), Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika kalian benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai  kalian serta mengampuni  dosa-dosa kalian. Dan (ingatlah), Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang” (Ali Imran: 31).

Dari sini kita mengetahui bahwa bentuk pemuliaan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah dengan berittiba’ (mengikuti) beliau shallallahu alaihi wasallam, mencontoh beliau dalam segala aspek kehidupan, terlebih lagi dalam urusan ibadah. Maka Ahlussunnah orang terdepan dalam hal ini. Contoh syariat memanjangkan jenggot. Ahlussunnah dengan penuh kebanggaan menghidupkan syariat yang satu ini. Sampai-sampai sebagia tokoh Sufi beberapa tahun yang lalu mengatakan “Orang yang memanjangkan jenggotnya adalah orang bodoh”. Jadi apakah Imam Syafi’i rahimahullah bodoh?! Sebab beliau memanjangkan jenggotnya. Dan ulama’-ulama’ yang lain juga bodoh karena beliau-beliau memanjangkan jenggotnya?! Naudzubillah.

Contoh yang lain syariat islam melarang umatnya untuk memakai celana atau pakaian isbal (di bawah mata kaki). Maka sekali lagi Ahlussunnah terdepan dalam mengamalkannya. Kita dapati dalam berpakaian, Ahlussunnah selalu memakai celana di atas mata kaki.

Adapun jika dikatakan bahwa bentuk pengagungan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah dengan bershalawat kepada beliau, maka alhamdulillah Ahlussunnah senantiasa bershalawat kepada beliau. Akan tetapi, apakah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah dan pengikutnya dianggap tidak memuliakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena mereka tidak menambah-nambahi bentuk shalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam kecuali sesuai dengan apa yang datang dari beliau shallallahu alaihi wasallam?! Tentu ini adalah kedustaan yang besar. Tunjukkan kepada kami ucapan ulama’-ulama’ mazhab Syafi’i  yang mengatakan demikian?!

Al-Imam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah menulis sebuah karya yang berjudul Mukhtashar Sirah ar-Rasul. Beliau menulis kitab tersebut agar semua orang mudah membaca kisah perjalanan hidup Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan tujuan supaya manusia mengenal keutamaan Nabi shallallahu alaihi wasallam, sifatnya, dakwahnya dan perangainya. Sehingga umat mencintainya.

Merupkan kesalahan besar jika cara mengagungkan dan memuliakan Nabi shallallahu alaihi wasallam melampaui batasan. Yaitu terlalu mengagungkan beliau shallallahu alaihi wasallam sampai-sampai mensifati beliau dengan sifat yang tidak boleh diberikan kecuali kepada Allah subhanahu wata’ala saja semisal sifat rububiyyah (pencipta) dan yang semisalnya.

Contoh sikap ghuluw (melampaui batas) mereka terhadap Nabi shallallahu alaihi wasallam yaitu ucapan mereka, Ya Akramal Khalqi Ma Malja’a Bi (artinya), “Wahai makhluk termulia, tidak ada tempat berlindung bagiku kecuali engkau”.

Juga ucapan mereka Wa Min Judika ad-Dunya Wa Ma Fiha (artinya), “Dan karena sebagian dari kedermawananmulah tercipta dunia dan seisinya ini”.

Tentu ini ghuluw yang terlarang, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda (artinya), “Jangan kalian bersikap ghuluw kepadaku seperti ghuluwnya Kaum Nashara kepada Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah hamba Allah dan Rasul-Nya” (HR. al-Bukhari).

Juga firman Allah subhanahu wata’ala (artinya), Katakanlah: “Aku tidak berkuasa mendatangkan manfaat bagi diriku dan tidak dapat menolak mudarat kecuali apa yang dikehendaki Allah. Dan kalau aku mengetahui perkara-perkara yang ghaib, tentulah aku akan mengumpulkan banyak kebaikan dan (tentulah) aku tidak akan ditimpa kesusahan. Aku ini tidak lain hanyalah (Pesuruh Allah) yang memberi peringatan (bagi orang-orang yang ingkar) dan membawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”  (al-A’raf: 188).

Mari memuliakan Nabi shallallahu alaihi wasallam! Tapi hati-hati terjatuh pada sikap ghuluw.

Wallahu a’lam.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.