Kapan shalat berjamaah boleh ditinggalkan? 9 keadaan!
Oleh Khalid Ali Ambon
Pembaca yang semoga Allah rahmati….
Shalat berjama’ah di masjid termasuk syi’ar Islam yang mulia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menghasung umatnya untuk shalat berjama’ah di masjid dan menjelaskan keutamaannya. Shalat berjama’ah merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh kaum lelaki. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengancam kaum lelaki yang enggan untuk mengerjakan shalat berjama’ah dimasjid.
Namun bersamaan dengan itu, syari’at Islam merupakan agama yang mudah. Di antaranya adalah keringanan untuk tidak shalat berjama’ah di masjid disebabkan udzur yang dibolehkan syariat. Maka pada kesempatan yang mulia ini, kita akan membahas tentang orang-orang yang diberi udzur tersebut. Mari kita simak.
Pengertian al-A’dzar
Al-A’dzar adalah kata jamak dari udzur, bermakna sakit, safar, dan yang ditimpa rasa takut. Inilah udzur-udzur yang dibolehkan syari’at untuk meninggalkan shalat berjamaah. Baik meninggalkan tata cara shalat atau jumlah raka’at shalat tersebut. Hal ini diambil dari sebuah kaidah umum syari’at Islam, yaitu dari ucapan Allah Ta’ala:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah hanya menginginkan kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Dan dalam sebuah kaidah, “kesulitan akan mendatangkan kemudahan.”
Maka makna ahlul A’dzar di sini ialah orang yang mendapatkan udzur untuk meninggalkan shalat berjamaah disebabkan sakit, safar, atau sedang ditimpa rasa takut.
Di antara pemilik udzur tersebut adalah:
- Orang sakit
Orang sakit apabila semakin parah penyakitnya jika ia berangkat ke masjid. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
لَيْسَ عَلَى الْأَعْمَى حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ
“Tiada dosa atas orang yang buta, orang yang pincang, dan atas orang yang sakit.” (QS. Al-Fath: 17)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu untuk mengimami manusia ketika beliau sakit,
مروا أبا بكر فليصل بالناس
“Perintahkan Abu Bakr untuk mengimami manusia.” (HR. Al-Bukhari no. 713 dan Muslim no. 418)
Hal ini juga berlaku bagi orang yang takut ditimpa penyakit. Seperti yang sedang terjadi sekarang, yaitu penularan wabah pandemic covid-19. Semoga Allah menyelamatkan kita dari wabah tersebut.
- Menahan buang hajat atau ada makanan yang dihidangkan
Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha secara marfu’,
لا صلاة بحضرة طعام، ولا وهو يدافع الأخبثين
“Tidak ada (kesempurnaan) shalat ketika makanan telah dihidangkan dan ketika menahan buang hajat.” (HR. Muslim no. 560)
- Sedang mencari barang yang hilang
Mencari barang hilang yang masih bisa ditemukan, khawatir kehilangan harta atau makanan pokoknya, atau khawatir ada bahaya yang menimpa harta atau makanan pokoknya.
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma secara marfu,
من سمع النداء فلم يمنعه من اتباعه عذر -قالوا: فما العذر يا رسول الله؟ قال: خوف أو مرض- لم يقبل الله منه الصلاة التي صلى
“Barangsiapa yang mendengar adzan, tetapi tidak mememenuhinya karena udzur yang menghalanginya. Maka para sahabat bertanya: ‘Apa sajakah udzur tersebut, wahai rasulullah?’ Beliau menjawab: “Rasa takut atau sakit, Allah tidak akan menerima shalat orang tersebut.”
Demikian pula setiap orang yang mengkhawatirkan diri, harta, atau keluarga dan anaknya. Ia mendapatkan udzur untuk tidak mengikuti shalat jamaah, karena takut termasuk udzur.
- Adanya penghalang
Mendapatkan halangan berupa hujan, lumpur, salju dan es, atau hembusan angin yang sangat dingin di malam yang gelap gulita.
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan muadzin ketika malam yang sangat dingin dan ketika hujan agar mengumandangkan,
ألا صَلُّوا في الرِّحال
“Hendaklah kalian shalat dirumah kalian.” (Muttafaqun ‘alaih, HR. Al-Bukhari no. 632 dan Muslim no. 697, dengan lafadz Muslim)
- Muncul keberatan karena panjangnya bacaan imam
Sebagaimana dahulu ada seorang yang shalat mengikuti sahabat mulia Muadz radhiyallahu ‘anhu lalu memisahkan diri dari jamaah dan mengerjakan shalat sendirian. Karena Muadz memanjangkan bacaan, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari hal tersebut ketika diberitahu. Lihat shahih Muslim no. 465.
- Orang yang sedang safar
Orang yang sedang melakukan safar (perjalanan jauh) boleh meninggalkan shalat berjama’ah di masjid. Disunnahkan untuk mengurangi raka’at shalat yang berjumlah empat raka’at. Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha,
وأقرت صلاة السفر على ركعتين
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan shalat ketika safar dua rakaat.” (HR. Al-Bukhari no. 350 dan Muslim no. 685)
- Khawatir ditinggalkan teman seperjalanan
Ketika ia harus menunggu atau mengikuti shalat jama’ah, hatinya akan gundah karena khawatir ditinggal dan terpisah dari rombongannya. Karena kegundahan yang dialaminya bisa menghilangkan kekhusyuan shalatnya, sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seorang untuk khusyu dan thuma’ninah dalam shalatnya. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan kepada orang yang jelek shalatnya,
ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْدِلَ قَائِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، وَافْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلاَتِكَ كُلِّهَا
“Kemudian rukuklah sampai engkau rukuk dengan thuma’ninah (tenang), kemudian angkatlah kepalamu hingga kamu berdiri tegap. Kemudian sujudlah hingga kamu sujud dengan tenang, kemudian angkatlah kepalamu hingga kamu duduk dengan thuma’ninah (tenang). Lakukanlah hal tersebut pada seluruh shalatmu.” (HR. Al-Bukhari no. 757 dan Muslim no.397)
- Khawatir terhadap kerabat yang akan meninggal
Yaitu khawatir kerabatnya akan meninggal jika ditinggalkan. Contohnya adalah ketika ada salah satu kerabatnya akan meningga, ia mendampinginya agar bisa menalqinkan syahadat. Begitu juga semisalnya.
- Ketika sedang ditagih hutang
Akan tetapi dia tidak memiliki sesuatupun untuk melunasinya. Ia boleh meninggalkan shalat berjama’ah karena akan mendapat gangguan jika selalu ditagih oleh orang tersebut.
Penutup
Inilah di antara keringanan yang Allah berikan kepada para hamba-Nya, bahkan Allah juga senang jika keringanan tersebut diambil oleh para hamba-Nya sebagaimana dalam hadits,
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُه
“Sesungguhnya Allah senang jika diambil keringanan Nya, sebagaimana Allah membenci jika didatangi kemaksiatan Nya.” (Diriwayatkan di dalam musnad Imam Ahmad no.5866, 5873. Dishahihkan oleh al-Albani dalam irwaaul ghaliil)
Demikianlah yang bisa kami sajikan pada kesempatan kali ini. Semoga Allah memudahkan kita untuk mengerjakan amal sholih yang sesuai dengan perintah-Nya. Semoga Allah segera mengangkat berbagai musibah yang sedang menimpa negeri kita ini dan seluruh negeri kaum muslimin. Amin
Sumber:
- Asy-Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ milik Ibnu Utsaimin rahimahullah.
- Al-Fiqhul Muyassar fi Dhaw’il Kitaabi was Sunnah