Menaati pemerintah di masa wabah

 

Demikianlah syariat yang mulia ini mengajari umatnya. Yaitu, untuk selalu taat kepada pemerintah dalam hal-hal yang baik, sekalipun pada perkara yang sulit atau jiwa berat mewujudkannya. Prinsip ini di masa-masa pandemi lebih dituntut untuk diamalkan.

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ (59)

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasulullah dan pemerintah kalian.” (QS. an-Nisa’: 59)

Syaikh as-Sa’diy rahimahullah berkata,

 “Kemudian Allah memerintahkan untuk menaati-Nya dan menaati Rasul-Nya. Yaitu dengan melaksanakan perintahnya, baik yang bersifat wajib maupun yang bersifat mustahab, serta menjauhi larangannya. Allah juga memerintahkan agar menaati ulil-amri, yaitu pemerintah yang terdiri dari para pemimpin dan penguasa serta para ulama (pemberi fatwa). Sebab, urusan agama dan dunia rakyat tidak akan terlaksana dengan baik kecuali dengan menaati dan melaksanakan perintah mereka, sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan mengharapkan pahala di sisi-Nya. Akan tetapi dengan syarat, mereka tidak memerintahkan maksiat. Jika mereka memerintahkan maksiat, maka tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal kemaksiatan kepada Allah.” (Taisir Karimir-Rahman hal. 183)

 

Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ»

“Dengarkan dan taatilah pemerintah kalian, sekalipun yang ditugaskan untuk menjadi pemimpinmu adalah seorang Budak Habasyah (Ethiopia berkulit hitam).” (HR. al-Bukhari)

Disebutkan oleh sahabat Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu,

بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْعُسْرِ وَالْيُسْرِ وَالْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ.

“Kami membaiat Rasulullah di atas janji untuk selalu mendengar dan taat (kepada pemerintah) dalam keadaan sulit maupun mudah dan dalam kondisi semangat/rela (dalam mewujudkannya) maupun dalam kondisi terpaksa.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

 

DISIPLIN DAN SATU PERASAAN

Untuk menghadapi Covid-19 ini tidak bisa dilakukan secara pribadi dan sendiri-sendiri. Akan tetapi harus dilakukan secara kebersamaan, satu hati dan satu perasaan, sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak RI Presiden Joko Widodo hafizhahullah.

Oleh karena itu, kami mewasiatkan semua pihak agar senantiasa mematuhi secara disiplin segala arahan dan protokol pencegahan dan penanggulangan (Covid-19) yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Hendaknya kita semua saling tolong-menolong  dan bersinergi dalam melaksanakannya. Hal ini dalam rangka melaksanakan firman Allah ta’ala,

وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ المائدة: ٢.

“Tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. al-Maidah: 2)

Mematuhi protokol-protokol tersebut termasuk bagian dari tolong-menolong di atas kebajikan dan takwa, serta bagian dari menempuh sebab-sebab yang diperintahkan oleh syariat kita yang lurus dengan cara mematuhinya setelah bertawakal kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

 

RENUNGAN

Yang juga perlu diperhatikan dalam permasalahan ini adalah bahwa segala musibah dan penyakit itu terjadi karena takdir Allah. Harus ada keyakinan bahwa tidak ada penyakit menular secara alami (dengan sendirinya), tidak boleh meyakini perpindahan penyakit ketika dia menular karena menular dengan sendirinya tanpa izin dan kehendak Allah.

Sebuah penyakit bisa menular dengan kehendak, izin, dan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada seorang pun yang mampu memindahkan sesuatu kepada sesuatu yang lain kecuali dengan izin dan takdir Allah, baik itu hewan, manusia, dan lainnya, semuanya adalah dengan takdir Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. al-Hadid: 22)

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu berdasarkan takdir.” (QS. al-Qamar: 49)

 

Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda,

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ وَفِرَّ مِنَ الْمَجْذُوْمِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الْأَسَدِ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ

“Tidak ada penyakit menular (dengan sendirinya), tidak ada anggapan sial dengan hal tertentu seperti burung maupun bulan Shafar, dan larilah dari orang yang terkena kusta seperti kamu lari dari seekor singa.” (HR. al-Bukhari)

Dalam hadis lain, beliau bersabda,

كُلُّ شَيْءٍ بِقَدَرٍ، حَتَّى الْعَجْزِ وَالْكَيْسِ

“Segala sesuatu itu terjadi dengan takdir, bahkan sampai kondisi tidak mampu dan semangat (juga dengan takdir).” (HR. Muslim 2655)

 

Jadi, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menakdirkan segala sesuatu, baik sehat maupun sakit, safar atau mukim, demikian pula anak, apakah laki-laki atau perempuan, hidup maupun mati, dan lainnya. Semua berdasarkan ketetapan takdir yang telah lalu dari Allah ‘Azza wa Jalla.

Tak lupa kami mewasiatkan kepada semua pihak agar senantiasa bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla, mengerahkan kesungguhan dalam berdoa, dan memperbanyak istighfar. Allah ta’ala berfirman,

وَيَٰقَوْمِ ٱسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوٓا۟ إِلَيْهِ يُرْسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمْ. هود: ٥٢.

“Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabb kalian lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras untuk kalian, dan Dia akan menambahkan kekuatan  kalian.” (QS. Hud: 52) Makna “kekuatan” dalam ayat ini meliputi kelapangan rezeki, terbentangnya keamanan, dan meratanya keselamatan.

 

Akhir kata, regulasi pemerintah di masa wabah begitu selaras dengan bimbingan syariat Allah yang kafah. Maka sebagai seorang muslim kita wajib melaksanakan regulasi tersebut dengan sebaik-baiknya, sebagai upaya menjalankan syariat itu sendiri dan juga menjalankan prinsip taat dan patuh kepada pemerintah. Wabillahit-taufiq.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.