Meneguk manisnya rasa saling bersaudara

tenang

 

Oleh Shofwan Depok Tahfidz 3 

 

Waktu yang tak pernah berhenti untuk berputar. Matahari mulai menunjukkan cahayanya yang menyingkap gelapnya langit di awal pagi. Hari itu menunjukkan pukul 06:00 pagi, santri yang mula-mula tenggelam dalam indahnya mimpi, mulai membuka matanya menyambut hari-hari liburannya. Siapa dia? Yah, lebih tepatnya itu adalah aku.

 

Aku terbangun dari pembaringanku melawan rasa kantuk demi meraih rasa manis dari persaudaraan, bermain bersama, bergurau, becanda tawa bersama tanpa ada rasa benci di antara kami, itulah yang aku rasakan kala itu.

 

Aku tak menyangka, bahwasannya liburan di pondok itu lebih nikmat dari pada liburan di rumah. Ya…dari sisi ibadah lebih terjaga, mungkin jika dirumah melangkah kaki melaksanakan shalat berjamaah itu sulit, bangun di awal malam untuk berdoa di hadapan Rabbi itu berat.

 

Dan yang membuatku kagum adalah adanya panitia yang rela meluangkan waktunya, tak kenal letih, berkumpul hanya untuk memikirkan lomba-lomba yang akan diselenggarakan pada liburan kami kali ini. Mereka berusaha mengadakan berbagai lomba agar para santri tidak jenuh ataupun bosan di pondok.

 

Panitia membuat kelompok yang masing-masing terdiri kurang lebih 15 orang dengan di pimpin oleh satu ketua. Panitia membuat hal tersebut dengan tujuan mengajarkan kami untuk saling bekerjasama dan saling berkoordinasi. Dan masing-masing kelompok memiliki nama yang di ambil dari kota-kota di Timur Tengah, di antaranya Ray, Bukhara, Naisaubur, Turmudz, dll.

 

Dihasung bagi setiap kelompok untuk komitmen dalam mengikuti seluruh lomba dari pertandingan bola, futsal, bulu tangkis, ping pong, dll. Aku termasuk yang bergabung dalam kelompok Turmudz, yang beranggotakan 15 orang. Di dalamnya aku belajar caranya bekerjasama dan saling berkoordinasi antar sesama, tapi yang terpenting dari itu, aku merasakan manisnya ukhuwah di antara kami.

 

Selama perlombaan, Turmudz dikenal dengan kelompok “masuk final kalah Terudz”. Tetapi yang sebenarnya adalah “Turmudz maju terudz.” Memang dengan kesemangatan para santri, hilang seluruh kejenuhan selama di pondok.

 

Semoga Allah terus merekatkan tali ukhuwwah di antara kami, mengistiqomahkan kami di atas al-Haq, dan memberkahi belajar kami di pondok. Mudah-mudahan bermanfaat. Wallahu a‘lam.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.