Mengenal Thibbun Nabawi

Sweet honey, pieces of combs and honey dipper on blurred garden background. Honey dripping from honey dipper
Oleh As’ad Umbulsari, Takhasus

Subhanallah, Islam sesungguhnya memiliki sebuah cara pengobatan yang penuh dengan hikmah dan kearifan. Kita mungkin sudah mengenalnya, yaitu metode thibbun nabawi. Tak sedikit orang yang sudah mengenal thibbun nabawi ini.

Metode ini bukanlah sekedar slogan atau pengakuan. Perkembangannya pun sangat relevan dengan setiap zaman dan tempat. Karena, sandaran pengobatan yang mulia ini adalah sebuah keyakinan akidah Islamiah yang kokoh, sebagai suatu kebenaran wahyu Ilahi.

 

Dan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wahyu, sebagaimana perkataan Allah mengenai ucapan Nabi-Nya:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى

“Dan tiadalah yang dia ucapkan itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm: 3-4)

 

Mengenal Istilah Thibbun Nabawi dan Kekhususannya

Istilah thibbun nabawi belumlah ada pada masa kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Istilah ini baru muncul pertama kali di masa para ahli kedokteran abad ke-13 M untuk memudahkan klasifikasi ilmu kedokteran. Salah satu kitab yang menjadi rujukannya adalah Zaadul Ma’ad karya Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (691-751 H / 1282-1372 M).

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menyatakan, “Adapun thibb secara istilah adalah sebuah ilmu untuk mengetahui kondisi-kondisi badan manusia dan aspek kesehatannya maupun apa yang hilang atau berkurang dari tubuh, untuk memelihara kesehatan yang ada dan mengembalikan yang hilang.” (Zadul Ma’ad)


Baca Juga: Mana yang Lebih Utama, Berobat Atau Hanya Pasrah Menerima Penyakit


Beliau rahimahullah juga menjabarkan, “Metode pengobatan Nabi tidak sebagaimana pengobatan yang dilakukan oleh dokter, akan tetapi thibbun nabawi ini bersifat pasti dari Ilahi. Bersumber dari wahyu kenabian dan kesempurnaan akal. Adapun pengobatan cara lain, kebanyakannya adalah berlandaskan perkiraan, dugaan, dan percobaan-percobaan.

Kemujaraban thibbun nabawi akan terasa manfaatnya secara hakiki bagi jiwa yang menerima, tunduk dengan penuh percaya dan yakin akan memperoleh kesembuhan dari Allah Taala. Pengobatan thibbun nabawi hanya cocok bagi jasmani yang baik, sebagaimana penyembuhan dengan al-Qur’an tidak akan cocok kecuali bagi ruh yang sifatnya baik dan hati yang hidup.

Hal-hal ini bukannya karena kekurangan pada pengobatan itu, namun lebih cenderung karena sebab buruknya karakter, rusaknya tempat, dan tidak adanya penerimaan.” (Zadul Ma’ad)

 

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلا خَسَارًا

“Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Namun Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian.” (QS. Al-Isra’: 82)

 

Akan Mujarab Ketika Disertai Iman

Dalam hal pengobatan, dapat kita pahami bahwa seseorang yang mempunyai ilmu, keyakinan, ketundukan kepada Allah, tumbuh dari jiwa yang bersih, karakter yang bagus, dan memiliki hati yang hidup, maka dia akan menuai buah nyata berupa mustika kesembuhan dari thibbun nabawi ini.

Secara teori dan praktek, dapat kita katakan bahwa thibbun nabawi adalah ilmu pengobatan yang disaripatikan dari pesan-pesan, ucapan, perbuatan, persetujuan, dan penyifatan dari ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 

Sehingga dapat kita pahami pula, bahwa apa saja yang dijadikan resep berupa materi obat herbal seperti; madu, minyak zaitun, habbatus sauda’ (jintan hitam), bawang putih, kurma ajwa, air zam-zam, ismid, kam’ah, dan selainnya, atau pun macam-macam terapi seperti hijamah (bekam), khitan, mencukur, wudu, gurah, di mana ada landasan dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tema itu dapat dimasukkan ke dalam thibbun nabawi.

Dari Usamah bin Syarik beliau berkata, “Aku datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang para sahabat berada di sisinya, seakan-akan di kepala mereka ada burung yang hinggap. Tiba-tiba datanglah seorang Arab Badui kepada Nabi dan bertanya, Bolehkah bagi kami untuk berobat?

 

Maka Nabi pun bersabda,

نَعَمْ، تَدَاوَوْا، فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ الْهَرَمُ

“Berobatlah kalian, karena sesungguhnya tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan pasti Allah menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit yaitu lanjut usia.” (HR. Ahmad no. 18454)


Artikel Kami: Medis Menurut Teropong Islam


Penutup

Mungkin sekian, semoga dengan ini para pembaca sekalian bisa lebih sedikit mengenal bagaimana itu thibbun nabawi. Wallahu a’lam.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.