Merindukan Kehidupan yang Sebenarnya

Oleh al-Faiz Banjarnegara 4B Takhasus

 

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah…

Sebuah kenikmatan besar yang Allah berikan kepada kita adalah kehidupan di dunia ini. Sebuah negeri yang Allah pilih sebagai tempat kehidupan. Kehidupan sebagai kesempatan untuk mencari bekal negeri kekekalan.

Negeri yang nabi Adam diturunkan ke dalamnya setelah sebelumnya berada di negeri kebahagiaan. Tentu dengan hikmah besar yang tersembunyi di dalamnya.

Di dalam kitab Miftah Daars- Sa’adah Imam Ibnul Qayyim menjelaskan tentang hikmah diturunkannya Nabiyullah Adam dan Ibunda Hawa ke dunia ini.

فَإِنَّهُ سُبْحَانَهُ أَرَادَ ان يعرف عباده الَّذين انْعمْ عَلَيْهِم تَمام نعْمَته عَلَيْهِم وقدرها ليكونوا اعظم محبَّة وَأكْثر شكرا واعظم التذاذا بِمَا اعطاهم من النَّعيم

Allah ingin memberitahukan dan menentukan kepada para hamba-Nya yang diberi kenikmatan dengan sempurna. Agar mereka semakin cinta, semakin bersyukur dan semakin menikmati kenikmatan yang Allah berikan kepada mereka.

Oleh karena itu, sudah menjadi sunatullah bahwa dunia ini adalah darul ibtila’ wa imtihan (tempat di mana kita diuji). Kita tidak dibiarkan mengatakan iman, akan tetapi dituntut adanya pembuktian keyakinan tersebut. Hal ini sebagaimana yang Allah terangkan di dalam surat al-Ankabut,

الم أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ}

“Alif laam miim, apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan begitu saja mengatakan kami beriman tanpa diuji. Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah mengetahui orang-orang yang jujur dan orang-orang yang dusta (dalam keimanannya).” (QS. Al-Ankabut: 1-3)

Dunia adalah tempat di mana kita diperintahkan untuk beramal. Maka dari itu jadikan dunia ini sebagai ladang amal. Kemudian hasilnya akan kita rasakan di akhirat. Sahabat ‘Ali bin Abi Thalib berkata tentang hakikat dunia. Disebutkan dalam riwayat Imam al-Bukhari, Sahabat Ali bin Abi Thalib berkata,

ارْتحَلَتِ الدنيا مُدبرةً، وارْتحَلَتِ الآخرةُ مُقْبلةً، ولكلِّ واحدة منهما بَنُونَ، فكُونوا مِنْ أبناءِ الآخرةِ، ولا تكونوا مِن أبناءِ الدُّنيا، فإنَّ اليومَ عملٌ ولا حِسابَ، وغداً حسابٌ ولا عَمَلَ.

Dunia berjalan mundur ke belakang dan akhirat berjalan maju. Masing-masingnya memiliki pengikut. Maka jadilah pengikut akhirat dan jangan menjadi pengikut dunia. Hari ini adalah hari untuk beramal dan tidak ada hisab. Sedangkan hari esok adalah hari hisab dan tidak ada amal.

Pembaca rahimakumullah,

Apa yang sudah kita persiapkan untuk menghadapi hari akhirat yang penuh dengan peristiwa besar dan mengerikan? Sudahkah kita beramal saleh?

Hakikat Kehidupan Dunia

Allah menyebutkan hakikat dunia di dalam al-Qur’an. Di antaranya apa yang disebutkan di dalam surat al-Hadid. Allah berfirman,

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Ketahuilah bahwasanya dunia ini adalah permainan, gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kalian dan saling memperbanyak harta maupun anak. Dunia itu seperti hujan yang membuat orang-orang kafir takjub terhadap ladangnya kemudian ladang tersebut mengering kemudian menjadi hancur. Sedangkan di akhirat terdapat adzab yang pedih dan ampunan dari Allah serta ridha-Nya. Tidaklah dunia ini melainkan perhiasan yang menipu.QS. Al-Hadid: 20

Lihatlah bagaimana Allah menggambarkan dunia ini sebagai perkara yang sia-sia. Hal ini menunjukkan bahwa dunia ini tidak ada harganya di sisi Allah. Nabi bersabda,

لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ

“Kalau seandainya dunia di sisi Allah bisa menyamai satu sayap nyamuk niscaya orang kafir tidak akan merasakan seteguk air. (al-Musnad 18/288)

Dari sini kita cermati tentang kerendahan dunia tidak ada harganya di sisi Allah. Lalu apa ambisi kita terhadap dunia ini kenapa orang-orang mengejar dunia padahal dunia ini hanya fatamorgana yang akan sirna. Dalam hadis lain, Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam mempermisalkan dunia seperti bangkai kambing yang cacat di telinganya.

Oleh sebab itu, para salaf sangat zuhud terhadap dunia. Sampai-sampai mereka menulis kitab yang berjudul az-Zuhud. Di antaranya  az-Zuhud karya Imam Ahmad dan az-Zuhud karya Imam Ibnul Mubarak.

Akan tetapi bukan berarti kita meninggalkan dunia secara keseluruhan.

Dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim di dalam kitab ad-Daa’ wad-Dawa’, “Sesungguhnya orang yang cerdas adalah orang yang menginginkan kebahagiaan yang didapat nanti jika waktunya telah tiba. Meskipun dengan waktu yang lama. Hanya saja kebahagiaannya tidak sirna. Mereka tidak mendahulukan kebahagiaan yang didapat dengan instan dan tidak menunggu lama, namun berakhir dengan cepat.”

Lihatlah nabi kita, nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam di kala menjelang kematian beliau. Allah berikan pilihan antara dunia ataukah akhirat kepada beliau. Maka beliau pun memilih akhirat. Bahkan diantara doa yang beliau panjatkan adalah meminta kehidupan akhirat

اللَّهُمَّ لاَ عَيْشَ إِلَّا عَيْشُ الآخِرَهْ، فَاغْفِرْ لِلْمُهَاجِرِينَ وَالأَنْصَارِ»

Ya Allah, tidak ada kehidupan hakiki kecuali kehidupan akhirat, maka ampunilah Muhajirin dan Anshar.

Doa ini dipanjatkan oleh Rasulullah tatkala beliau menggali parit bersama kaum Muhajirin dan Anshar pada perang khandaq. Beliau tahu bahwa mengejar dunia ini akan mengeraskan hati. Orang yang ambisinya adalah dunia, maka akan panjang angan-agannya. Perkara inilah yang ditakutkan oleh Nabi. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib,

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ اتِّبَاعُ الْهَوَى وَطُولُ الْأَمَلِ فَأَمَّا اتِّبَاعُ الْهَوَى فَيَصُدُّ عَنِ الْحَقِّ وَأَمَّا طُولُ الْأَمَلِ فَيُنْسِي الْآخِرَة

Sesungguhnya perkara yang aku takutkan atas kalian adalah mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Adapun mengikuti hawa nafsu akan menghalangi dari kebenaran dan panjang angan-angan akan melupakan akhirat.

Alangkah meruginya orang-orang yang mengejar dunia dan melupakan akhirat hingga mereka berani berdusta di hadapan manusia dan menjatuhkan kehormatan orang lain. Hanya kepada Allah kita meminta hidayah.

Mengingat Akherat

Perkara apa yang bisa membuat kita ingat terhadap akhirat?

Apa lagi kalau bukan kematian. Sebab, kematian adalah penghancur segala kenikmatan dunia. Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم: «أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ  اللَّذَّاتِ: الْمَوْتِ».

Dari Abu Hurairah, Rasullullah bersabda, “Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan ini! Yaitu, kematian.” HR. at-Tirmidzi dan an-Nasai.

Maka dari itu, marilah kita mengharapkan kenikmatan akherat yang Nabi beritakan tentangnya,

ما لا عين رات ولا اذن سمعت ولا خطر على قلب بشر

“Apa yang mata belum pernah melihatnya, telinga belum pernah mendengarnya, dan hati belum pula memikirkannya.”

Maka dari itu, carilah kebahagiaan yang abadi dengan menjadi hamba Allah sejati. Beramal salehlah di dunia ini dengan thalabul ilmi, sebuah amalan besar dan yang terbesar.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.