Metode jitu dalam menuntut ilmu
Oleh Bilal Karanganyar Takhasus
Ilmu merupakan keutamaan yang besar tatkala seorang mempelajarinya. Dengan ilmu, Allah Ta’ala akan mengangkat derajat seorang hamba. Dengan memahaminya, tanda seorang diberi kebaikan oleh Allah. Berikut ini adalah pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madhkali hafidzahullah tentang metode dalam menuntut ilmu.
Pertanyaan:
Metode apakah yang ditempuh dalam menuntut ilmu?
Jawaban:
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah, kami akan jawab dengan ringkas. Karena sungguh telah banyak kitab yang ditulis dalam permasalahan ini dan hal tersebut juga telah banyak dibahas.
Metode pertama dalam menuntut ilmu ialah mengikhlaskan niat di dalamnya, tentu inilah metode yang utama yaitu mengikhlaskan niat untuk Allah Ta’ala dalam menuntut ilmu. Sungguh ini adalah landasan dasar dalam melaksanakan ibadah ini, karena menuntut ilmu diantara ibadah yang paling utama, bahkan amalan sunnah yang paling utama.
Apabila jihad itu amalan sunnah dan menuntut ilmu juga amalan sunnah, maka amalan sunnah dalam menuntut ilmu lebih utama dibandingkan amalan sunnah pada selainnya. Ini dalam amalan jihad, lalu bagaimana menurutmu dalam amalan yang lainnya?!
Aku berpandangan untuk seorang penuntut ilmu memulai belajar ilmu dasar dalam bidang bahasa arab. Dalam bidang akidah, ia pelajari ilmu dasarnya semisal kitab al-Ushul ats-Tsalatasah, ini dalam perkara tauhid ibadah. Dalam perkara tauhid al-Asma’ was Sifat serta mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-Nya yang tinggi, ia mulai dengan mempelajari semisal kitab al-Aqidah al-Washitiyyah.
Dalam bidang hadits, ia mulai menghafal kitab al-Arbain an-Nawawiyyah. Lalu naik ke tingkatan-tingkatan setelahnya yang telah dikenal. Tingkatan tersebut telah diterapkan dan diatur di pendidikan pada jenjang SMP, SMA, dan perguruan tinggi.
Lalu mempelajari kitabut tauhid dalam perkara tauhid ibadah bersama dengan penjelasannya, baik Fathul Majid atau Taisiiril Azizil Hamid.
Dalam perkara tauhid al-Asma was shifat, ia bertingkat naik dari kitab al-Washitiyyah ke kitab al-Hamawiyyah lalu Tadmuriyyah, terus Tohawiyyah. Setelah itu, ia akan mengerti bagaimana metode yang akan ditempuh ketika telah menyelesaikan jenjang-jenjang di atas.
Dalam bidang hadits, ia mulai bertahap naik ke Umdatul Ahkam. Lalu Bulughul Maram, ketika telah selesai maka ia baca penjelasan dari kitab-kitab tersebut. Kemudian naik lagi untuk mempelajari kitab-kitab induk yang enam, yaitu Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah serta ia pelajari penjelasannya.
Dalam bidang ilmu tafsir, ia mulai pelajari semisal Tafsir Ibnu Katsir. Karena merupakan kitab tafsir termudah atau ia mulai dengan sebuah ringkasan dari ringkasan kitab tafsir tersebut. Lalu ia pelajari tafsir Syaikh as-Sa’di, karena ia merupakan kitab tafsir yang sangat bagus, kemudian ia pelajari tafsir al-Baghawiy, lalu tafsir Ibnu Jarir.
Dan terus demikian, ia bertahap dalam setiap tangga ilmu pada seluruh cabang ilmu yang ada. Adapun jika kita ingin sampai kepada perincian pada permasalahan ini, merujuklah ke kitab-kitab yang telah ditulis dalam perkara ini. Tentu kalian akan mendapati jawaban yang lengkap padanya, karena waktu yang sempit dan tidak mungkin kita merincinya pada pertemuan kali ini.
Sumber: Rekaman dengan judul “Wajibnya ittiba’ dan larangan dari ibtida’.