Sebuah Catatan tentang Thalabul Ilmi
Oleh Abdul Halim Pekanbaru 4A Takhasus
Sebuah kata yang sangat mudah diucapkan dan ringan di lisan, namun sarat akan makna perjuangan dan pengorbanan. Dipenuhi dengan berbagai rintangan, tantangan dan lika-liku, itulah thalabul ilmi.
Walaupun demikian, thalabul ilmi merupakan jalan yang sangat mulia, jalan yang ditempuh oleh para leluhur kita dari salafushalih, dari zaman sahabat sampai zaman kita sekarang ini.
Thalabul ilmi juga merupakan kewajiban bagi setiap muslim, karena dengan itulah dia akan dapat memahami agamanya, sehingga ia bisa beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jall dengan cara yang benar dan terhindar dari perkara-perkara bid’ah, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no.224 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah)
Thalabul ilmi jugalah yang dapat memudahkan seorang hamba menuju surga Rabbnya,
من سلك طريقاً يلتمِسُ فيه علماً سهّلَ الله له طريقاً إلى الجنّةِ
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan untuknya jalan menuju surga.” (HR. Ibnu Majah no.223 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah)
Sebuah musibah telah Allah takdirkan menimpa bumi, termasuk negeri tercinta ini, kaum muslimin termasuk salafiyyin bahkan para santri merasakan pengaruhnya.
Wabah pandemi Covid-19,
Pemerintah Indonesia pun tidak tinggal diam. Mereka berusaha melakukan langkah-langkah preventif untuk mencegah tersebarnya virus ini. Muncullah keputusan-keputusan guna mewujudkan langkah tersebut.
Diantaranya adalah, bagi pondok pesantren yang telah dikondisikan dari awal dengan melakukan karantina mandiri dan membatasi keluar masuk pondok untuk tidak memulangkan santrinya.
Keputusan inilah yang diambil oleh asatidzah ponpes Minhajul Atsar Jember setelah melakukan berbagai rapat dan pertimbangan.
Bagi kami para santri hal tersebut cukup memberatkan hati, karena liburan sudah didepan mata. Akan tetapi demi menaati pemerintah kami berusaha untuk bersabar.
Saling menguatkan dan menasehati bahwa insyaAllah itulah yang terbaik bagi kami. Memang diawal-awal hal itu memberatkan, tapi tidak setelah mendengarkan nasehat-nasehat dari para asatidzah hafidzahumullah. Dan juga setelah merasakan bagaimana nikmat tetap thalabul ilmi dipondok.
Mendengar banyaknya dari saudara-saudara kami para santri yang pulang kerumah karena wabah ini, dirumah mereka kesulitan untuk thalabul ilmi. Beberapa dari mereka –wal’iyadzubillah- ada yang terjatuh ke dunia gadget, sibuk dengan android, hingga para orang tua mereka kesusahan mengontrol anak-anaknya.
Kami tidak bisa membayangkan jika kami pulang kerumah, apalah yang akan terjadi, apakah kami akan tetap istiqamah? Kami bersyukur masih bisa thalabul ilmi dipondok. Muraja’ah (mengulang-ulang) hafalan al-Quran, melakukan tasmi’ (menyimak) bacaan al-Quran, dan mengikuti pelajaran langsung dihadapan sang ustadz. Lagipun kami masih bisa berolahraga dan refreshing diluar waktu pelajaran. Alhamdulillah.
Memang rasa rindu bertemu orang tua itu ada, itu memang tidak bisa dipungkiri. Akan tetapi ada yang lebih baik dari itu semua, yaitu tetap thalabil ilmi dipondok.
Kalaupun harus melepas rindu, mungkin hanya seminggu atau dua minggu. Selebihnya mulai dirasuki rasa bosan karena hati ini gersang tidak disirami ilmu.
Alhamdulillah kita masih bisa mendengar suara mereka melalui telepon, bertanya kabar, memberi nasehat, semangat, dan motivasi. Walau hanya 15 menit setiap hari Jum’at insya Allah cukup, setidaknya itulah yang aku rasakan.
Sudah 8 bulan wabah ini melanda Indonesia dan belum berakhir, sudah 16 bulan aku tidak bertemu dengan keluarga. Rindu rasanya bertemu dengan Abi, Ummi dan adik-adik. Tapi aku berusaha menepis itu semua, mengingat mashlahat aku dipondok lebih besar dari sekedar pulang kerumah untuk melepas rindu.
Jum’at itu seperti biasanya aku menelepon orang tua, menanyakan kabar mereka, kegiatan yang sedang dilakukan. Demikian pula mereka bertanya tentang kabarku, kegiatanku, perihal belajarku dan hafalanku. Seperti biasa mereka memberikan semangat untukku, memberi motivasi, dan nasehat agar rajin muraja’ah hafalan maupun pelajaran.
Diakhir obrolan Abi berkata: “Adik kangen sama antum, ingin mengobrol. Sudah lama dia tidak mendengar suara antum.”
Memang semenjak liburan terakhir aku belum pernah mengobrol dengannya, wajar karena kami mondok ditempat yang berbeda. Adikku mondok di salah satu daerah di provinsi tempat tinggalku, berjarak sekitar 6 jam perjalanan dari rumahku.
Sudah lama ingin mengobrol dengannya tapi belum ada kesempatan, karena jadwal menelepon kami yang berbeda, jadwal adikku adalah hari Ahad.
“Insya Allah Bi, ana akan mencoba mencari waktu. Ana bicarakan dengan musyrif takhassus dulu.” jawabku.
Jum’at berikutnya pun Abi memberitahuku lagi bahwa adikku ingin sekali meneleponku. Maka hari Ahadnya aku coba menelepon orang tuaku, rencananya kami akan sambung tiga. Tapi qaddarullah Abi sudah menelepon adik pagi harinya, sehingga jatah meneleponnya sudah habis. Maka Abi menyarankan agar jadwal meneleponku Jum’at depan dipindahkan saja ke hari Ahad.
“Insya Allah Bi, ana akan coba izin.” jawabku.
Ahad depan pada pagi harinya aku meminta izin untuk menelepon, Alhamdulillah diizinkan. Juga karena aku belum mengambil jatah meneleponku dihari Jum’at, aku segera menghubungi Abi. Alhamdulillah diangkat setelah menanyakan kabarku beliau langsung menghubungi adik. Alhamdulillah bisa dan kami melakukan sambung tiga.
“Assalamu’alaikum.” suara dari seberang sana.
“Wa’alaikumussalam.” balasku. Itulah adikku, senang rasanya mendengar suaranya.
Kami mengobrol selama 15 menit sesuai jatah yang diberikan. Kami bertukar kabar dan kegiatan, dari penuturannya sepertinya dia senang di sana walaupun tidak pulang kerumah.
“Liburan nanti tolong ajari aku Ajurrumiyyah dan Kitabut Tauhid ya bang, Alhamdulillah sekarang aku sudah mempelajarinya. ” katanya.
“Ya insya Allah.” jawabku.
Walaupun dimasa-masa seperti ini dia masih semangat untuk thalabul ilmi, bahkan dia memintaku mengajarinya ketika liburan tiba, ya walaupun entah kapan itu datang. Sabar, itulah yang harus dilakukan, insya Allah akan datang masanya.
Di akhir obrolan dia memberiku motivasi untuk tetap semangat thalabul ilmi dan muraja’ah apa yang telah dipelajari, aku juga memotivasinya untuk itu.
Kawan, disaat seperti sekarang cukuplah melepas rindu dengan menelepon, toh kita masih bisa mendengar suara mereka, saling bertanya kabar dan saling menasehati.
Sekali lagi, lebih baik di pondok insya Allah dibanding pulang kerumah tidak bisa thalabul ilmi, mungkin bisa dengan metode online, tapi tentu kualitasnya berbeda dengan langsung tatap muka.
Akhir kata,
Thalabul ilmi adalah suatu hal yang mesti kawan. Karena siraman ilmu merupakan asupan gizi yang dapat menyuburkan hati. Tanpanya hati akan gersang, kering bahkan mati.
Tidak pulang bukan alasan untuk futur kawan.
Cukuplah para salaf menjadi teladan kita, mereka rela berkorban dan berjuang menempuh jalan ini, ribuan mil mereka tempuh, bahkan dengan berjalan kaki. Perbekalan yang habis adalah hal biasa bagi mereka.
Bertahun-tahun mereka melakukan rihlah dalam thalabul ilmi, puluhan tahun bahkan. Tanpa pulang kerumah bertemu keluarga, bertanya kabar pun hanya bisa melalui surat yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk sampai.
Tetap semangat wahai kawan, jangan lemah. Bersabarlah karena ini hanya sebentar insya Allah.
Aku bersyukur Allah masih memberiku taufik di jalan yang suci ini. Ucapan terimakasih aku haturkan kepada para asatidzah yang telah membimbingku selama ini. Tak kalah penting pula terimakasih kepada kedua orang tuaku yang telah mendidikku dari kecil, memberi semangat dan membangkitkanku ketika aku terjatuh, menyabarkanku menghadapi kendala yang ada.
Semoga Allah memberikan balasan yang terbaik untuk mereka semua.
Ya Allah,
Berikanlah keistiqamahan kepada hamba untuk meniti jalan yang suci ini. Jadikanlah hamba, orang tua, adik-adik hamba dan seluruh muslimin keluar dari wabah ini dalam keadaan diampuni dan menjadi orang-orang yang berhasil menghadapi wabah ini dengan iman dan mengharap pahala dari-Mu.
Ya Allah,
Kumpulkanlah kami semua di surga-Mu sebagaimana Engkau kumpulkan kami di dunia. Berikanlah keistiqamahan kepada kami diatas cahaya agama-Mu hingga akhir hayat nanti. Amin.
Semoga yang sedikit ini bermanfaat.
MasyaAllah, terharu campur bahagia bacanya.semoga Allah istiqomahkan diatas sunnah,untuk meneruskan dakwah dibumi indonesia.
Baarokallahufiikum
Alhamdulillah…
Amiin.
Jazakumullahu khairan
Kenangan masa muda di Mahad As Salafy. Jazakumullahu khairan para asatidzah dan pngurus. Semoga tetap istiqamah dan selalu dalam lindungan-Nya
amiin
Semoga Allah juga menjaga dan memberikan keistikamahan kepada Antum dan keluarga
Barakallahu fikum