Penggugur amalan seorang hamba

 

Oleh Husain Klaten Takhasus

 

Ibadah tidaklah diterima oleh Allah kecuali jika memenuhi dua syarat, ikhlas dan mutaba’ah. Ikhlas adalah memurnikan niat ibadah hanya kepada Allah semata, sedangkan mutaba’ah adalah mencocoki sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Apabila hilang salah satu dari kedua syarat tersebut, maka amalannya tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman :

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan hanya untuk beribadah kepada Allah dengan memurnikan ibadah hanya kepada-Nya.(QS. Al-Bayyinah: 5)

 

Jika hilang syarat yang pertama, maka ia terjatuh dalam perbuatan kesyirikan. Adapun jika hilang syarat yang kedua, maka ia jatuh ke dalam kebid’ahan.

Di antara bentuk perbuatan syirik adalah riya. Riya termasuk salah satu perkara yang paling dikhawatirkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam sabdaanya:

«إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ» قالول: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ؟ قَالَ: «الرِّيَاءُ»

“Perkara yang paling aku takuti menimpa kalian adalah syirik kecil. Maka Nabi pun ditanya, ‘Apakah syirik kecil itu?’ Beliau menjawab,’Riya.’” (HR. Ahmad no. 425)

 

Apa yang dimaksud dengan riya?

Riya adalah beramal dengan tujuan agar dilihat oleh manusia, termasuk bentuk riya pula adalah ingin didengar orang lain.

Perbuatan riya merupakan akhlak tercela dan termasuk sifatnya orang munafik, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kitabnya,

وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Orang-orang munafik apabila mereka berdiri untuk menegakkan shalat, mereka berdiri dalam keadaan malas dan  ingin agar ibadahnya dilihat manusia serta tidaklah mereka mengingat Allah kecuali hanya sedikit sekali.(QS. An-Nisa: 142)

 

Namun yang perlu diketahui adalah bahwa riya termasuk syirik kecil yang tidak menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam. Tetapi syirik kecil terkadang bisa mengantarkan kepada syirik akbar. Tatkala ia beribadah kepada selain Allah bersamaan dengan itu, ia juga beribadah kepada-Nya.

 

Bagaimana hukum amalan yang tercampur padanya riya?

Hukum amalan yang tercampur padanya riya terbagi menjadi 3 macam:

  • Apabila dorongan untuk melakukan ibadah bertujuan agar dilihat orang lain dari awal mula melakukannya, seperti seorang menegakkan shalat karena ingin dilihat manusia bukan karena Allah, maka ini adalah kesyirikan dan ibadahnya tidak diterima.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, ”Aku tidak butuh terhadap sekutu-sekutu dari perbuatan syirik. Barangsiapa yang beramal dengan amalan yang aku dipersekutukan padanya selain Aku, maka Aku tinggalkan amalannya dan sekutunya.” (HR. Muslim)

  • Apabila ibadah bercampur dengan niat yang rusak pada pertengahan ibadah, maka hendaknya ia berusaha menepis dan berpaling dari riya tersebut seta tidak membiarkannya menetap dalam hati. Maka yang demikian ini tidak merusak ibadahnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya Allah memaafkan umatku atas perasaan yang muncul dalam benaknya selama tidak dikerjakan atau diucapkan. (HR. Muslim)

Namun, apabila ia nyaman dengan perasaannya tersebut dan tidak berusaha menghilangkannya, maka rusaklah amalannya.

  • Apabila riya itu muncul setelah selesainya ibadah, maka tidaklah merusak ibadah itu sedikitpun.

 

Amalan yang diterima di sisi Allah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa yang menginginkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah ia beramal shaleh dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Amalan shaleh adalah amalan yang dikerjakan murni karena Allah dan mengharapkan wajah-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Amalan itu tergantung niatnya.(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

 

Demikan pula amalan shaleh haruslah dikerjakan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena amalan yang tidak sesuai dengan tuntunan beliau akan tertolak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ ردٌ

“Barangsipa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama ini yang tidak ada tuntunannya maka amalannya tertolak.”  (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Para ulama mengatakan bahwa kedua hadits ini merupakan tolak ukur bagi amalan dzohir dan bathin.

 

Penutup

Semoga tulisan yang ringkas ini bisa menjadi pelecut bagi kita agar lebih perhatian lagi terhadap amalan-amalan kita. Jangan sampai apa yang kita kira sebagai amalan shaleh, ternyata tertolak di sisi Allah karna riya atau yang semisalnya dari macam-macam kesyirikan.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.