Pentingnya Musyawarah dalam Pandangan Islam

 

Oleh Muadz Buton, Takhasus

 

Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa setiap individu manusia mempunyai persepsi dan pendapat yang berbeda-beda dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi atau dalam menetapkan suatu perkara, terkhusus pada hal-hal yang melibatkan urusan banyak orang.

Kondisi semacam ini tentu menimbulkan pertanyaan di tengah-tengah kita, apakah seluruh pendapat dari setiap orang bisa kita ambil dan kita terapkan sekaligus? Tentu tidak.

Yang namanya pendapat manusia pasti ada yang salah dan ada yang benar, ada yang tepat dan ada yang lebih tepat. Sehingga merupakan suatu hal yang sulit bahkan mustahil jika seluruh pendapat, masukan, dan saran dijadikan sebagai alat untuk menyelesaikan problem yang ada atau dalam menetapkan suatu urusan sekaligus.

 

Pentingnya Musyawarah

Dari sini, tampak jelas bagi kita betapa pentingnya kedudukan musyawarah dan tidak semena-mena dalam memutuskan suatu perkara. Dengan musyawarah, akan tercapai kesepakatan bersama mengenai suatu pendapat yang telah ditimbang maslahat dan mafsadatnya. Sehingga hal ini akan memberikan kenyamanan pada seluruh pihak dan tidak merugikan salah satu di antara mereka.

Berkaitan dengan musyawarah, syariat Islam merupakan yang terdepan dalam menghasung dan memerintahkan kaum muslimin untuk menerapkan amalan yang mulia ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman,

وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.(QS. Ali ‘Imran: 159)

 

Di ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ

“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” (QS. Asy-Syura: 38)

 

Aturan-Aturan dalam Bermusyawarah

Namun yang perlu diketahui, bahwa musyawarah memiliki ketentuan-ketentuan agar dapat tercapai hasil yang manis darinya, di antaranya:

  1. Musyawarah dilakukan dengan orang-orang yang ikhlas niatnya untuk Allah semata. Jika tidak, maka tidak ada kebaikan sama sekali dalam musyawarah dengan orang yang tidak ikhlas. Sebab pada hakekatnya ia merupakan musuh di balik selimut.
  2. Musyawarah hendaknya dilakukan dengan orang yang bijak lagi paham dengan urusan yang sedang dihadapi, baik dari pokok hingga ke akar-akar permasalahan. Karena musyawarah bersama orang jahil adalah sebuah kejahilan dan kebodohan, bahkan hal itu akan menjerumuskan kepada masalah yang lebih berat.

Inilah cara yang terbaik bagi seorang muslim dalam menegakkan musyawarah, sehingga dengannya akan tercapai hasil musyawarah yang memuaskan.

 

Contoh Nyata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Musyawarah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suri tauladan yang nyata dalam hal ini. Beliau mengajak musyawarah para sahabatnya dalam banyak urusan. Bukan maknanya Nabi tidak bisa memberikan solusi atau masukan yang benar lagi tepat, akan tetapi demi mengajarkan kepada para sahabatnya akan pentingnya musyawarah.

Termasuk musyawarah yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan bersama para sahabatnya adalah dalam menentukan cara pemberitahuan masuknya waktu salat lima waktu.

Dalam musyawarah tersebut hadir beberapa sahabat, di antaranya Abdullah bin Zaid al-Anshari radhiallahu ‘anhu. Beliau memberikan masukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan apa yang ia lihat dalam mimipinya, ketika seseorang mengajarinya sifat azan. Lalu nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetujuinya dengan mengatakan, “Itu adalah mimpi yang benar.”

 

Manfaat dan Faedah Musyawarah

Al-Imam as-Si’diy rahimahullah dalam kitab tafsirnya menyebutkan beberapa faedah dan kebaikan musyawarah, beliau mengatakan:

1-    Musyawarah merupakan ibadah yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

2-    Dengan musyawarah, akan hilang kekhawatiran mereka (manusia) dan membuang perasaan buruk yang muncul dalam hati-hati mereka, jikalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (setelah bermusyawarah, –pent.). Karena seseorang yang memegang urusan manusia, apabila ia mengumpulkan orang yang memiliki pandangan bagus, mempunyai keutamaan,  dan mengajak mereka untuk bermusyawarah dalam suatu permasalahan, maka jiwa-jiwa mereka (manusia) menjadi tenang dan mereka mencintai orang tersebut.

Mereka tahu bahwa dia bukan orang yang bersikap semena-mena. Bahkan ia adalah orang yang memerhatikan maslahat umum yang mencakup seluruh pihak, sehingga mereka mencurahkan upaya dan kemampuan untuk menaatinya. Sebab, mereka tahu bahwa ia berusaha untuk menegakkan maslahat umum.

Berbeda halnya dengan orang yang tidak seperti itu (tidak melakukan musyawarah), manusia seringnya tidak mencintai orang tersebut dengan kecintaan yang jujur dan tidak menaatinya. Kalaupun mereka menaatinya, maka ketaatanya bukan ketaatan yang sempurna.

 

3-    Sesunggunya pada musyawarah terdapat pencerahan pikiran karena sebab permasalahan yang dibahas di dalamnya. Sehingga musyawarah dapat semakin mengasah daya pikir seseoranh.

 

4-    Musyawarah tidaklah menghasilkan kecuali pendapat yang seringnya benar. Karena, seseorang yang melakukan musyawarah hampir tidak pernah salah dalam perbuatanya.  Kalaupun ia salah atau tidak tercapai apa yang ia inginkan, maka tidak ada celaan baginya.

Apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Rasulnya shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam keadaan beliau adalah manusia yang paling sempurna akalnya dan yang paling banyak ilmunya serta manusia yang paling bagus pendapatnya), “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” Maka bagaimana dengan selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?!

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala  mengatakan, “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad.” Yakni dalam suatu urusan yang telah dimusyawarahkan _jika butuh adanya musyawarah_, “Maka bertawakallah kepada Allah.” Yakni bersandarlah kepada kekuasaan dan kemampuan Allah dan jangan bersandar dengan kemampuan dan kekuatanmu. “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.Yakni kepada Allah, dan berlindung kepada-Nya.

 

Penutup

Mudah-mudahan penjelasan ringkas di atas terkait musyawarah, dapat menjadi bahan renungan bagi kita untuk tidak semena-mena dalam mengambil sikap. Sehingga sikap yang kita ambil benar-benar dibangun di atas ilmu dan musyawarah dengan para ahlinya.

Dengan itu aharapannya akan tercapai apa yang kita harapkan, berupa ketenangan dan kecintaan antar sesama dan tidak menjerumuskan kepada jurang kebinasaan, berupa pertikaian dan perpecahan. Wallahu a’lam.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.