Memahami makna kata “al-Hamdu”

Oleh Luqman Hamzah 2C Takmili
Menyifati Dzat yang dipuji dengan sifat kesempurnaan, dan disertai kecintaan serta pengagungan, meskipun penyifatan itu dilakukan hanya satu kali, itu adalah makna al-Hamd. Kemudian apabila penyifatan itu berulang, maka menjadi ats-Tsanaa’ (sanjungan).
Bukti dari hal ini adalah perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadis qudsi:
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
Allah Ta’ala mengatakan: “ Aku telah membagi shalat antara-Ku dengan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan untuk hamba-Ku apapun yang ia minta.”
فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ (الْحَمد لله رب الْعَالمين) قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي
Apabila si hamba mengatakan, “Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin.” Allah Ta’ala mengatakan, “ Hamba-Ku telah memuji-Ku.”
وَإِذَا قَالَ (الرَّحْمَن الرَّحِيم) قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي
Dan jika ia mengatakan, “Arrahmanir Rahim.” Allah Ta’ala mengatakan, “Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.” (HR. Muslim)
Di sini Allah ‘Azza wa Jalla pun membedakan anatara al-Hamd dengan ats-Tsanaa’.
Apabila pujian itu tidak disetai rasa cinta dan pengagungan, akan tetapi dalam rangka mengharap pemberian dan belas kasih, maka hali ini tidak dinamakan dengan al-Hamd. Seperti ini dinamakan dengan al-Madh (terima kasih).
Ini merupakan dalil tentang dalam dan luasnya bahasa arab. Meskipun huruf-hurufnya serupa antar hamdun dengan madhun, namun artinya dapat berubah apabila salah satu darinya dikedepankan.
Referensi: (Fathu Dzil Jalali wal Ikram bi syarhi bulughil maram, hadis No. 1388)