Perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti yang anda ketahui adalah perayaan yang …

1.      Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah mengamalkannya, begitu pula Al-Khulafa’ Ar-Rasiydun, para shahabat secara keseluruhan, tidak pula  para tabi’in sepeninggal mereka. Sedangkan mereka adalah orang yang paling mengerti dengan sunnah nabi-Nya, paling cinta kepada beliau, paling tunduk dan patuh terhadap syari’at yang dibawanya, dibandingkan generasi setelahnya. Kalau seandainya perayaan maulid termasuk dari kebaikan tentunya mereka akan mendahului kita dalam amalan ini.

2. Seperti yang telah anda ketahui bahwa yang memulai perayaan ini adalah Pemerintah daulah Al-Fathimiyyah Al-’Ubaidiyyah dari kalangan zindiq pada abad ke-empat hijriyah (memerintah tahun 357-567 H).

3.      Perayaan ini memiliki keserupaan dengan nashara yang mereka merayakan kelahiran ‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam. Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang ummatnya untuk meniru, mencontoh, dan menyerupai, serta mengikuti kebiasaan Ahlul Kitab dari kalangan Yahudi dan Nashara.

4.      Sesungguhnya dengan adanya hal-hal baru dalam syari’at, dengan adanya perayaan maulid, dipahami bahwa Allah subhanahu wata’ala belum menyempurnakan syariat-Nya bagi hamba-hamba-Nya, atau Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam belum menyampaikan semua risalah yang seharusnya diamalkan oleh ummatnya, begitu pula para shahabat belum menyampaikan kepada generasi setelahnya yang ini tentunya merupakan bentuk pengagungan, kecintaan, serta ketundukan mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إنه لَمْ يَكُنْ نَبِيٌّ قَبْلِي إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ .

“Tidaklah Allah mengutus seorang rasul-pun, kecuali wajib baginya untuk mengarahkan (membimbing) ummmatnya kepada kebaikan yang mereka ketahui bagi mereka” (HR. Muslim) [1]

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sebaik-baik para nabi, serta khatimun nabiyyin (penutup para nabi), sekaligus nabi yang paling sempurna dalam menyampaikan risalah-Nya dan nasehat kepada umatnya. Kalau perayaan maulid termasuk bagian dari Islam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pasti akan menjelaskan kepada umatnya, atau mengamalkannya semasa hidup beliau, demikian pula para shahabat radhiyallahu ‘anhum pasti akan mengadakan perayaan tersebut.

Dan janganlah anda mengatakan: “Rasulullah tidak mengamalkan acara maulid karena tawadhu’.” Ini adalah penghinaan serta pelecehan terhadap beliau shallallahu ‘alaihi wasallam karena ucapan seperti ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengurangi atau menyembunyikan satu perkara kebaikan kepada ummatnya, sungguh ini adalah sesuatu yang mustahil ada pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Di samping itu, ucapan seperti ini juga mengandung celaan kepada para shahabatnya -yang telah Allah ta’ala berikan tazkiyah (pujian) sebagaimana dalam firman-Nya- bahwa mereka telah mengurangi acara perayaan maulid atau mereka belum mengerti tentang amalan tersebut.

Maka bertakwalah kepada Allah, ambillah jalan-jalan (prinsip beragama) dari orang-orang sebelum kalian dari kalangan para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

5.      Menghidupkan malam perayaan maulid tidaklah menunjukkan kecintaan seseorang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berapa banyak anda saksikan dan anda dengar orang-orang yang menghidupkan malam perayaan ini, mereka adalah orang-orang yang sangat jauh dari petunjuk Al-Mushthafa shallallahu ‘alaihi wasallam, banyak di antara mereka adalah orang-orang fasiqfajir, melakukan riba, bermudah-mudahan dalam meninggalkan shalat lima waktu, menyepelekan sunnah nabi-Nya, baik secara zhahir (terang-terangan) maupun bathin (tersembunyi), dan juga mereka dikenal banyak melakukan kemaksiatan dan dosa serta bergelimang dengan amalan keji dan membinasakan.

Tanda kecintaan seseorang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam harus dibuktikan dengan apa yang difirmankan Allah ta’ala dalam frman-Nya :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ.

“Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi kalian.” (Ali ‘Imran: 31)

Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى.

“Semua umatku akan masuk al-jannah (surga), kecuali orang yang enggan,” Para shahabat bertanya: “Siapa yang enggan, wahai Rasulullah ?” Rasulullah menjawab: “Barang siapa yang yang menaatiku, maka dia akan masuk al-jannah, dan barangsiapa yang mendurhakaiku maka dia telah enggan.” (HR. Al-Bukhari)

Kecintaan yang jujur kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam harus dibuktikan dengan upaya untuk mengikuti dan berpegang teguh dengan petunjuknya, baik secara zhahir maupun bathin, menempuh jalannya, meneladani beliau dalam ucapan, perbuatan, sifat, dan akhlak beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.

Seorang penyair berkata:

لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقًا لأَطَعْتَهُ   لأَنَّ الْمُحِبَّ لِمَنْ يُحَبُّ مُطِيْعٌ

Kalau kecintaanmu jujur, niscaya kamu akan menaatinya

Karena orang yang mencintai akan tunduk dan patuh kepada yang dicintai

6. Para ulama menyebutkan banyaknya kejelekan dan kemungkaran yang terjadi dari acara perayaan ini, Ini pun diakui pula oleh orang yang ikut dan hadir acara tersebut. Dan di antara kemungkaran yang terjadi pada perayaan ini adalah ucapan-ucapan yang mengandung kesyirikan dan ghuluw (berlebihan/melampaui batas) dalam menyanjung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka melantunkan beberapa bait syair yang diharamkan, meminta pertolongan, berdo’a dan memohon kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, meyakini bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui ilmu ghaib seperti apa yang disebutkan dalam kitabQashidah Al-Bushiri

يَا أَكْرَمَ الْخَلْقِ مَالِيْ مَنْ أَلُوْذُ بِهِ               سِوَاكَ عِنْدَ حُدُوْثِ الْحَادِثِ الْعَمِمِ

فَإِنَّ مِنْ جُوْدِكَ الدُّنْيَا وَضَرَّاتِهَا               وَمِنْ عُلُوْمِكَ عِلْمُ اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ

Wahai sebaik-baik manusia, kepada siapa lagi aku berlindung

Kecuali kepadamu, ketika terjadi musibah yang merata

Sesungguhnya di antara kedermawananmu adalah adanya dunia dan isinya

Dan sebagian pengetahuanmu, adalah ilmu Al-Lauh dan pena (taqdir)

Pada acara tersebut juga terjadi ikhtilath (campur baur) antara laki-laki dan perempuan, permainan alat musik, merokok, berlebihan dalam menyanjung wali-wali, dan banyak kemungkaran yang lainnya, sampai-sampai ada yang mengutamakan malam tersebut daripada malam Lailatul Qadr. Bahkan sebagian mereka mengkafirkan orang-orang yang tidak ikut merayakan perayaan maulid.

(Diterjemahkan secara ringkas dari Kitab Ash-Shufiyyah Fi Mizanil Kitabi Was Sunnah, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, hal. 44-47)


[1] Diriwayatkan Al Imam Muslim Bab Wujubul Wafa’ Bai’atil Khulafa’, (3431) juz 9/380, dari shahabt Abdullah bin Amr Al ‘Ash.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.