Perkebunan Widodaren Pasca Kepulangan Santri PKL-SPN

 

Oleh Tim Jurnalistik Santri

 

Setelah PKL-SPN berlalu beberapa bulan, mari sejenak kita mengulik kembali beberapa keterangan warga setempat yang menyampaikan kesannya pasca kepulangan santri PKL-SPN unit Widodaren tahun 1444 H.

Beberapa keterangan berikut ini kami dapatkan pada saat kunjungan silaturahmi ke Perkebunan Widodaren dua minggu setelah berakhirnya PKL-SPN.

Silaturahmi ke Perkebunan Widodaren

Dua minggu pasca PKL-SPN, Pak Saiful (warga Widodaren yang telah kami anggap sebagai bapak sendiri selama PKL) mengirimkan pesan singkat kepada kami melalui anaknya. Beliau memberi kabar bahwa mesin pemotong rumputnya sudah selesai dan beliau mempersilahkan kami untuk mengambilnya di rumah beliau di kompleks pemukiman Perkebunan Widodaren.

Ya, sebelum pulang kami meminjamkan mesin pemotong rumput untuk membersihkan lahan karet seluas ± 5 hektare.

Kami pun menyusun rencana untuk mengambil mesin tersebut sekaligus bersilaturahmi kepada warga Perkebunan Widodaren. Hari Jumat menjadi pilihan karena merupakan hari libur KBM. Segera saja, kami meminta izin kepada Ustadz di Ma’had, alhamdulillah beliau mengizinkan dan bahkan beliau sangat mendukung upaya kami ini.

Jumat pun tiba, buah tangan untuk warga Perkebunan Widodaren telah kami persiapkan. Armada untuk mengangkut kami ke sana juga kami sediakan, satu motor dan satu mobil.

Setibanya di Widodaren

Motor yang kami kendarai lebih dahulu tiba di Widodaren, baru kemudian disusul rombongan mobil bakda salat Jumat.

Setelah itu, kami mulai bersilaturahmi ke beberapa warga, bercengkerama dengan diwarnai canda tawa tuk hilangkan rindu yang terpendam di sanubari ini. Warga pun terharu dengan kedatangan kami di Perkebunan Widodaren untuk silaturahmi. Mereka takjub, di tengah padatnya kegiatan di pesantren, para santri ini rela meluangkan waktunya untuk berkunjung ke warga Perkebunan Widodaren.

 

Ditinggal Pulang Santri, Jatuh Sakit Hingga Tak Bisa Tidur

Beberapa kisah yang membuat kami terharu dan ingin meneteskan air mata diceritakan kepada kami. Seperti kisah dari keluarga Pak Suwiknyo, beliau menuturkan bahwa setelah kepulangan kami ke ma’had, beliau jatuh sakit. Hanya terbaring lemah di ranjang selama beberapa hari. Namun alhamdulillah saat ini sudah kembali pulih.

“Sedih dik, ditinggal adik-adik santri.” Tuturnya kepada kami.

 

Beliau juga mengisahkan cucunya yang Bernama Azril. Selama beberapa hari semenjak ditinggal oleh santri PKL, dia tidak bisa tidur. Suatu malam dia mengigau dalam tidur, “Om-omnya mana sih, kok gak datang-datang.” Ceracaunya di bawah alam sadar.

Tak hanya itu, Azril sering tiba-tiba memukul-mukul pintu sembari berteriak “Buu,.. Kok Om-omnya gak pernah datang lagi ke sini.”

Ketika kami silaturahmi ke rumah Pak Suwiknyo, kami bertemu Azril. Namun Azril menjauh dari kami dan berkata, “Azril gak mau sama omnya, soalnya om gak sayang sama Azril.” Meskipun nantinya, Azril kembali lengket dengan kami hingga kami pulang dari silaturahmi.


Baca Juga: Sebuah Catatan di Akhir Masa PKL-SPN, “Om, Kalo Besok Om ke Pondok, Azril Boleh Ikut Ya.”


Silaturahmi yang Diwarnai dengan Air Mata Haru

Tak hanya Pak Suwiknyo yang memiliki kisah menarik, Pak Salim pun berkisah kepada kami terkait kondisi pasca kepulangan santri PKL-SPN. Beliau mengatakan, “Rumah saya jadi sepi lagi, Dik. Pas setelah Adik pulang, ibu juga jadi tambah parah sakitnya. Sebenarnya menjelang adik-adik pulang sudah sakit, tapi masih ringan-ringan saja dik.”

“Tapi sekarang sudah sembuh kan Pak?” Tanya kami.

Alhamdulillah sudah.” Jawab Pak Salim.

Setelah Pak Salim mengambil buku yang berisi seluruh nama-nama kami dan mengabsen satu per satu, terjadilah perbincangan hangat antara kami dengan Pak Salim sekeluarga hingga tak terasa 1 jam lebih kami telah berbincang.

 

Ketika kami hendak berpamitan, sontak keluarga Pak Salim menangis tersedu-sedu sembari berkata, “Dik.. Jangan pulang dulu, Dik.. Kok sebentar sekali di sininya, nanti malam saja Dik pulangnya.” Pinta keluarga Pak Salim.  Akhirnya kami menunda sejenak kepulangan kami hingga tercipta suasana yang tenang dan nyaman.

Tiba saatnya kami harus berpamitan dengan beliau karena waktu yang terbatas. Selesai berpamitan, keluarga Pak Salim masuk ke dalam rumah dan mengambil sekarung kecil biji kopi siap olah kemudian memberikannya kepada kami.

Tak hanya itu, Pak Salim menyerahkan sejumlah uang kepada kami dan berpesan supaya disampaikan ke Pak Kyai di pesantren sebagai uang sedekah. Alhamdulillah, semoga Allah menerima amal kebaikan Pak Salim sekeluarga. Amin.

Di rumah lain, kami mendapat cerita yang baik dan positif. “Kalo semua PKL seperti PKL-SPN, nyaman banget.” Tutur Pak Ayu mengutip perkataan warga setelah santri PKL-SPN pulang.

Pak Ayu banyak bercerita tentang tanggapan positif dari warga Perkebunan Widodaren. Alhamdulillah warga senang dengan kedatangan kami dan merindukan kami setelah kami kembali ke ma’had.

Jamuan Hangat dan Istimewa dari Warga

Yang kami dapatkan ketika silaturahmi tidak hanya cerita saja, namun sambutan dan jamuan dari warga yang sangat baik dan istimewa. Bayangkan saja, kami tiba di Widodaren sekitar pukul 1 siang setelah Jumatan dan kembali ke ma’had pukul 9 malam. Selama di sana, setidaknya kami mendapatkan 5 kali jamuan makan. Walhamdulillah.

Hingga di rumah Pak Sunar kami masih mendapat jamuan, ini adalah jamuan terakhir. Dengan sangat terpaksa salah satu dari kami menjelaskan kepada Pak Sunar bahwa ini adalah jamuan makan kelima. “Sehingga mohon maaf Pak, jika teman-teman hanya sedikit makannya.”

Meski terlihat raut muka yang agak sedikit kecewa, namun suasana malam itu dapat cair dengan kehangatan obrolan yang sangat akrab antara kami dengan beliau.

Kepulangan Kami ke Ma’had

Jarum jam menunjukkan pukul 21.00, kami harus segera kembali ke Ma’had karena esok harus mengikuti jadwal pelajaran yang ada. Sebelum kami meluncur dari Widodaren, beberapa warga memberikan buah tangan yang sangat banyak kepada kami. Pisang beberapa tandan, kopi bubuk, kopi biji, sayur pakis, singkong dan lain-lain.

Segera kami menatanya di dalam mobil, dan bersiap untuk segera kembali menuju Ma’had Minhajul Atsar tercinta. Alhamdulillah kami sampai di ma’had sekitar pukul 22.30.

Sekian sekelumit kisah silaturahmi ke Bumi Widodaren, Alhamdulillah rindu kami terobati, demikian juga dengan rindu warga kepada kami. Semoga Allah Taala memberikan kemudahan kepada kami untuk terus menyambung tali silaturahmi dengan warga Widodaren. Amin.


Artikel Kami: Jawaban Atas Polemik Pawang Hujan


Penulis: Abdullah al-Atsary Jogja, Takhasus

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.