RASAH BALES-BALESAN LE, IBU WIS RIDHO
Kalimat ini terlontar secara reflek dari para tetangga dan warga di sekitar Posko PKL-SPN 2018. Penggalan kalimat tulus yang muncul dari hati yang ikhlas serta fitrah yang masih lurus. Mereka adalah saudara-saudara kita seiman dan setanah air.
Sejak hari-hari pertama penempatan santri di lokasi PKL, nuansa kearifan sangat kental sekali. Santri bersilaturahmi dan memperkenalkan diri sembari memberi bingkisan kecil yang nilainya mungkin tidak begitu berarti..
Betul, jika diuangkan mungkin nilainya kecil, tapi dengan kebab ketulusan dan keikhlasan, nilai tersebut menjadi besar.
Belum genap seminggu, hampir seluruh rumah warga dikunjungi santri. Mereka hafal betul rumah sekaligus nama masing-masing warga. Dengan demikian, santri sangat dekat dengan masyarakat…
Kedekatan itu semakin kuat karena santri turut membantu pekerjaan warga. Ikut ke kebun adalah pekerjaan sehari-hari santri. Bahkan, di sebagian titik PKL santri berangkat jam 01.30 dini hari lalu pulang sesaat sebelum azan Subuh. Mereka membantu warga menyadap karet.
Pekerjaan sadap bukanlah pekerjaan ringan. Dikerjakan di tengah malam, di tengah gelapnya malam di bawah rimbunan lebatnya ribuan pohon karet. Dengan jalan licin dan becek, rumput tinggi tidak menutup kemungkinan sebagai sarang hewan berbisa, seperti ular atau kalajengking.
Dengan resiko ini, santri tetap membantu dengan senang hati. Tidak ada rasa berat dan malas mengerjakan itu semua.
Pagi harinya, santri ikut truk grandong pengangkut latex. Grandong meraung-raung menyusuri jalan kebun untuk mengambil lateks dari pos-pos pengumpulan.
Setelah itu, santri mengiringi sampai pabrik untuk diolah…
Melihat hal itu, warga begitu senang terhadap santri. Bahkan, mereka merasa bangga dengan anak-anak muda ini. Ulet membantu pekerjaan warga, pinter ngaji lagi. Inilah yang membuat warga bangga dan bahagia.
Bagaimana tidak bangga dan bahagia? Secara, anak-anak muda sebaya mereka justru sibuk dengan pergaulan tak terkendali. Geng motor, nongkrong di pinggir jalan hingga tengah malam, dst.
Sedangkan para santri ini sungguh menentramkan hati. Shalat berjamaah 5 waktu di masjid, mengisi waktu kosong untuk ngaji atau membantu warga dan silaturahmi…
Warga sangat takjub dengan santri. Rasa simpatik tidak terbendungkan. Sehingga, hampir setiap hari warga datang ke posko. Ada yang mengantar pisang, Soto, mie ayam, bakso, kue, dll.
Sebagai muslim, para santri merasa harus membalas pemberian warga. Kadang, santri memberi hadiah madu, buku ataupun baju ibadah.
Namun, tidak sedikit warga yang menolaknya. “Rasah bales-balesan Le, Ibu uwis ridha!” Kata salah satu warga. (Pemberian ibu ga usah diganti, ibu sudah rela dan ikhlas.)
Demikianlah, salah satu gambaran yang menunjukkan kedekatan warga dengan santri. Semoga kedekatan ini membawa kebaikan. Amin