Pada tahun 1224 H terjadi wabah (pandemi) dan penyakit yang parah, khususnya di negeri Dir’iyyah (Negara Saudi Pertama). Qaddaralallah wa ma syaa fa’al. Wabah ini terjadi sampai bulan Jumada (bulan ke-5 dan ke-6 tahun hijriyah, pen). Kala itu di Dir’iyyah korban berjatuhan sangat banyak, baik dari kalangan pendatang maupun penduduk setempat. Kondisi terus memuncak, hingga terjadi dalam satu hari 30 sampai 40 orang meninggal dunia!
Maka pimpinan Dir’iyyah (Negara Saudi Pertama) pada masa itu, seorang raja yang shalih dan bijak, al-Imam Su’ud bin Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Su’ud, Raja ke-3 Negara Saudi Pertama, – rahimahullah – menulis nasehat yang sangat mendalam kepada seluruh rakyat Dir’iyyah, yang dikirim ke seluruh penjuru negeri.
Dalam nasehatnya tersebut, sang Raja mengajak seluruh rakyat untuk meninggalkan dosa-dosa dan bertaubat dengan taubah nasuha. Seraya beliau menyebutkan perkara-perkara dosa, disertai dengan dalil-dalil dan ancaman agar meninggalkannya. Beliau juga berdo’a kepada Allah dengan doa yang luar biasa memohon agar wabah dan bencana tersebut segera diangkat oleh Allah. Dalam doa tersebut beliau banyak memuji dan menyanjung Allah Ta’ala, bertawassul kepada-Nya dengan Asmaul Husna (nama-nama-Nya yang indah).
Nasehat agung ini dibacakan kepada segenap rakyat di masjid-masjid negeri Dir’iyyah. Dengan izin Allah, tak lama setelah itu wabahpun berakhir. Walhamdulillah.
Disebutkan dalam sejarah, bahwa di antara yang wafat dalam peristiwa wabah ini adalah seorang tokoh ulama besar, Mufti Agung Negeri Dir’iyyah, Al-‘Allamah al-Mufid Husain bin Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah. Beliau ulama besar dalam bidang ilmu tauhid, aqidah, tafsir, fiqh, dan lainnya. Beliau meninggal pada bulan Rabiul Akhir 1224 H.
Di antara yang tercatat meninggal dunia dalam peristiwa wabah ini pula: Sa’d bin Salim, Sa’d bin Abdillah bin Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Su’ud, Ali bin Musa bin Suwailim, dan lainnya, termasuk 4 tokoh besar dari Alu Ma’mar.
(Dikisahkan ulang dari Kitab Sejarah: ‘Unwan al-Majd fi Tarikh Najd, 1/299-300, karya ‘Utman bin Abdillah bin Bisyr).
* * *
Semoga petikan sejarah ini bermanfaat bagi kita semua. Terkhusus pada bulan-bulan terakhir ini kita juga mengalama bencana pandemi di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Kita pun perlu mengoreksi diri sekaligus memperbaikinya. Mari kita segera kembali kepada Allah, bertaubat dan memohon ampun kepada-Nya. Karena petaka yang terjadi akibat perbuatan dan dosa anak manusia. Berapa banyak dari manusia, disadari maupun tidak, sengaja atau pun tidak melakukan tindak kerusakan di muka bumi.
* * *
Musibah dan bencana juga bisa terjadi akibat dosa dan kemaksiatan yang perbuat oleh manusia. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30) [الشورى: 30]
“Segala musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (asy-Syura: 30)
Pakar dan imam ahli tafsir terkemuka, Al-Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah (w. 310 H) menjelaskan tentang tafsir ayat di atas: “Wahai umat manusia, tidaklah musibah yang menimpa kalian di dunia ini, baik musibah yang mengenai diri kalian sendiri, keluarga kalian, atau pun harta kalian, tidaklah musibah itu menimpa kalian kecuali sebagai hukuman dari Allah akibat dosa-dosa yang kalian perbuat, baik perbuatan dosa antara sesama kalian, maupun perbuatan dosa kalian terhadap Sang Pencipta. Itu pun Allah memaafkan banyak dari dosa-dosa kalian, sehingga kalian tidak dihukum karenanya.” (Tafsir Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an 21/538)
Sejarah juga mencatat, bahwa berapa banyak dari bangsa-bangsa besar pada masa lalu, yang memiliki kebudayaan dan peradaban besar, berujung kepada kehancuran akibat perbuatan mereka sendiri yang berani melawan Allah Ta’ala, tidak mau tunduk terhadap agama-Nya, dan menentang para rasul-Nya. Ada yang mengalami musibah banjir bandang, ada yang mengalami gempa bumi yang sangat keras, ada yang ditenggelamkan dalam bumi, dan berbagai bencana dan musibah lainnya yang terjadi dengan kehendak Allah ‘Azza wa Jalla. Dalam al-Qur’an al-Karim Allah Ta’ala berkata,
فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (40) [العنكبوت: 40]
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan (di lautan). Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (al-‘Ankabut : 40)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda,
يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ، خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ، وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ:
لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا، إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا.
وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ، إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَؤونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ.
وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ، إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ، وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا.
وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ، إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ، فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ.
وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ، إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
“Wahai sekalian kaum Muhajirin, ada lima perkara apabila kalian ditimpa ujian karenanya, dan aku minta perlindungan kepada Allah agar lima hal tersebut jangan sampai menimpa kalian:
– tidaklah perbuatan keji tampak terjadi pada suatu kaum, sampai mereka berani melakukannya secara terang-terangan, kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka (wabah) tha’un dan berbagai penyakit yang belum pernah terjadi pada umat-umat sebelumnya.
– tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan mengalami paceklik, kehabisan bahan pangan, dan akan datang penguasa yang zhalim yang memimpin mereka.
– tidaklah sebuah kaum menolak membayar zakat hartanya, kecuali akan terhalangi hujan dari langit, kalau bukan karena keberadaan hewan-hewan ternak, niscaya mereka tidak akan diberi hujan sama sekali.
– tidaklah mereka melanggar perjanjian dengan Allah dan perjanjian dengan Rasul-Nya, kecuali akan Allah jadikan musuh-musuh mereka dari selain mereka akan menguasai mereka, sehingga musuh-musuh itu pun akan mengambil sebagian apa yang ada di tangan mereka.
– apabila para pimpinan mereka tidak berhukum dengan Kitabullah, dan tidak mau mencari kebaikan dari agama yang Allah turunkan, kecuali akan Allah jadikan kejelekan mereka akan menimpa mereka sendiri.” (HR. Ibnu Majah 4019, lihat ash-Shahihah no. 106)
Dalam hadits tersebut, dengan jelas Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam memberitakan bahwa berbagai musibah dan bencana, baik berupa wabah penyakit, kelaparan, kekeringan, kehabisan bahan pangan, bahkan sampai kezhaliman penguasa, penjajahan, dan ditimpa oleh akibat dari kejelekan diri sendiri, itu semua terjadi sebagai akibat perbuatan dosa-dosa mereka sendiri.
Dalam hadits tersebut, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam memberitakan bahwa wabah penyakit terjadi ketika perbuatan keji terjadi pada suatu kaum, sampai mereka berani melakukannya secara terang-terangan. Jika hal ini terjadi pada suatu kaum, maka akan terjadi wabah tha’un atau wabah penyakit lainnya yang belum pernah terjadi pada umat-umat sebelumnya.
Sungguh kita takut kepada Allah Ta’ala. Takut akan kemurkaan dan adzab-Nya, akibat kita berani berbuat dosa, menentang perintah-Nya dan melanggar larangan-Nya. Mari segera kembali kepada Allah, segera bertaubat kepada-Nya. Segera memperbaiki iman dan taqwa kepada-Nya.
Termasuk taqwa kepada Allah Ta’ala adalah meningkat ketaatan dan amal shalih, menjauhi berbagai kemaksiatan. Termasuk taqwa kepada-Nya adalah menaati imbauan pemerintah untuk disiplin protokol kesehatan dan melakukan segala upaya pencegahan. Tak hanya karena takut kena sanksi, namun karena dorongan iman dan kesabaran.
Semoga bencana pandemi Covid-19 ini segera Allah angkat dari muka bumi. Hanya kepada-Nya kita berharap dan memohon pertolongan. Amin.