Seputar ibadah i’tikaf
Oleh Bilal Karanganyar Takhasus
Berikut ini adalah fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah dari siaran nur ‘ala ad-Darb, rekaman no. 1, Majmu’ Fatawa wa Maqolaat Syaikh bin Baz 15/440.
Pertanyaan:
ما هو الاعتكاف؟ وإذا أراد الإنسان أن يعتكف فماذا عليه أن يفعل وماذا عليه أن يمتنع؟ وهل يجوز للمرأة أن تعتكف في البيت الحرام؟ وكيف يكون ذلك؟
Apa itu i’tikaf?jika seseorang ingin beri’tikaf,perkara apakah yang diperbolehkan dan yang dilarang baginya?Bolehkah wanita beri’tikaf di Masjidil haram?dan bagaimanakah hal tersebut?
Jawaban:
الاعتكاف: عبادة وسنة، وأفضل ما يكون في رمضان في أي مسجد تقام فيه صلاة الجماعة، كما قال تعالى:
I’tikaf adalah ibadah sunnah, diutamakan pada bulan Ramadhan di masjid manapun yang ditegakkan shalat berjama’ah padanya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ [البقرة:187]
“Janganlah kalian campuri mereka (istri-istri kalian) sedangkan kalian beri’tikaf di masjid-masjid.” (QS. Al-Baqarah: 187)
فلا مانع من الاعتكاف في المسجد الحرام والمسجد النبوي الشريف، من الرجل والمرأة، إذا كان لا يضر بالمصلين ولا يؤذي أحدًا فلا بأس بذلك
Maka tidak ada larangan beri’tikaf di Masjdil haram maupun Masjid Nabawi yang mulia, baik bagi pria maupun wanita. Dengan syarat hal tersebut tidak memadhorotkan orang yang shalat dan tidak mengganggu orang lain, maka tidak mengapa.
والذي على المعتكف أن يلزم معتكفه ويشتغل بذكر الله والعبادة، ولا يخرج إلا لحاجة الإنسان كالبول والغائط ونحو ذلك، أو لحاجة الطعام إذا كان لم يتيسر له من يحضر له الطعام فيخرج لحاجته، فقد كان النبي ﷺ يخرج لحاجته
Adapun perkara yang seharusnya dikerjakan oleh orang yang beri’tikaf ialah: terus berada di masjid, menyibukkan diri dengan berdzikir dan beribadah kepada Allah, serta tidak keluar dari masjid kecuali untuk kebutuhan makan. Apabila tidak ada orang yang mengantarkan makanan baginya, maka ia keluar karena kebutuhan tersebut. Dan sungguh, dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar untuk sebuah kebutuhan.
: ولا يجوز للمرأة أن يأتيها زوجها وهي في الاعتكاف، وكذلك المعتكف ليس له أن يأتي زوجته وهو معتكف؛ لأن الله تعالى قال:
وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
Dan tidak boleh bagi wanita bercampur dengan suaminya dalam keadaan ia beri’tikaf, begitu pula sebaliknya seorang pria yang beri’tikaf tidak boleh mencampuri istrinya. Karena firman Allah Ta’ala:
“Janganlah kalian campuri istri-istri kalian, sedangkan kalian beri’tikaf di masjid-masjid.”
والأفضل له ألا يتحدث مع الناس كثيرًا، بل يشتغل بالعبادة والطاعة، لكن لو زاره بعض إخوانه أو زار المرأة بعض محارمها أو بعض أخواتها في الله وتحدثت معهم أو معهن فلا بأس، وكان النبي ﷺ يزوره نساؤه في معتكفه ويتحدث معهن ثم ينصرفن فدل ذلك على أنه لا حرج في ذلك
Dan yang utama baginya untuk tidak banyak berbincang-bincang dengan orang lain, tetapi ia sibukkan dengan beribadah. Namun seandainya beberapa saudaranya berkunjung kepadanya atau jika seorang wanita mahramnya maupun saudarinya-saudarinya datang berkunjung kepadanya, lalu ia berbincang-bincang dengan mereka, maka hal ini tidak mengapa. Karena dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dikunjungi para istri beliau di tempat i’tikafnya. Lalu beliau berbincang-bincang dengan mereka, setelah selesai, merekapun pulang. Ini menunjukkan bolehnya hal tersebut.
والاعتكاف هو المكث في المسجد لطاعة الله تعالى سواء كانت المدة كثيرة أو قليلة؛ لأنه لم يرد في ذلك فيما أعلم ما يدل على التحديد، لا بيوم ولا بيومين ولا بما هو أكثر من ذلك، وهو عبادة مشروعة إلا إذا نذره صار واجبًا بالنذر، وهو في حق المرأة والرجل سواء، ولا يشترط أن يكون معه صوم على الصحيح، فلو اعتكف الرجل أو المرأة وهما مفطران فلا بأس في غير رمضان
I’tikaf ialah menetap di masjid untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah, baik durasi waktunya lama maupun sebentar. Karena -sepengetahuan kami- tidak diriwayatkan adanya pembatasan waktu tentangnya, tidak 1 hari, 2 hari, ataupun lebih dari itu. Ini merupakan ibadah yang disyari’atkan, kecuali jika ada yang bernadzar dengannya, maka menjadi wajib hukumnya karena nadzar.
Tentunya, ini berlaku baik pria ataupun wanita. Begitu pula tidak dipersyaratkan untuk berpuasa -menurut pendapat yang benar-. Seandainya seorang pria atau wanita beri’tikaf dalam keadaan tidak berpuasa, maka ini tidak mengapa di selain bulan Ramadhan.