Sikap yang Benar Terhadap Ahli Bid’ah

Oleh : Asy-Syaikh Rabi` bin Hadi Al-Madkholiy

Pengantar
Sebuah risalah yang akan membongkar sikap yang benar terhadap ahlul bida` dan sikap yang salah terhadap terhadap ahlul bida`. Risalah ini sebagi suatu bentuk jawaban terhadap sebuah pertanyaan yang dilontarkan kepada beliau Hafidhahullahu ta`ala.

Pertanyaan
Dan telah terjadi pada sebagian ikhwanuna as-salafiyyin pada hari-hari ini dalam bergaul bersama para penyelisih jalannya As-Salaf Ash-Sholih ridlwanullah alaihim ajma`in dengan cara berteman dengannya atau bergaul bersamanya, minimal kita temukan orang tersebut pura-pura bodoh, tidak mengerti bagaimanakah pemikiran yang berkembang, menyelisihi aqidah Salafiyyah bahkan orang tersebut merasa tercabik-cabik hatinya kalau disebutkan permasalahan manhaj. Maka mohon engkau menyebutkan sebuah kalimat tarbawiyyah Salafiyyah yang menjelaskan tentang bahaya bercampur dengan mereka dan menyebutkan sebagian ayat-ayat al-Qur`an atau hadits nabawi dan bagaimana atsar Salafush-Sholih ridlwanullah ajma`in dalam masalah ini?

Jawaban Asy-Syaikh Rabi` bin Hadi Al-Madkholiy Hafidhahullahu Ta`ala
Amma ba`du, sebagai jawaban terhadap pertanyaan ini saya mengatakan: Sesungguhnya permasalahan ini penting sekali dan keberadaannya dalam agama sangat berbahaya, yaitu bergaul, berteman dengan ahlul bida`. Oleh karena itulah Al-Qur`an dan As-Sunnah serta Salafush shalih ridlwanullah ajma`in memberikan perhatian yang besar dalam kumpulan-kumpulan dawawid –kaitannya tentang ilmu Islam- terlebih khusus ilmu yang terkait dengan permasalahan-permasalahan aqidah, terlebih khusus lagi sikap-sikap terhadap parta ahlil bida` dan orang-orang yang sesat. Sikap-sikap terhadap ahlul fitan, yang suka menebarkan fitnah-fitnah dan para penyeleweng-penyeleweng dari agama, terlebih khusus lagi dengan teman-teman yang jelek.

Apa yang telah mereka jelaskan merupakan obat yang paling yang cukup bagi seseorang yang menginginkan kebaikan untuk dirnya sendiri dan bagi orang yang menginginkan hidup dengan kehidupan yang mendatangkan ridla Allah Subhanahu wa Ta`ala dan mendekatkan diri kepada-Nya dan menjauhi dari api neraka. Dan sungguh as-salafush-shalih ridlwanullah ajma`in telah juga memberikan perhatian yang besar dalam masalah ini baik dalam wujud ilmu dan amal dan praktek, maka tidak ada kewajiban kita setelah itu kalau kita menginginkan keselamatan kecuali mengikuti jalan mereka al-mukminin As-Salafush Shalih ridlwanullah ajma`in yang jujur dan ikhlas. Dimana mereka – as-salafush-shalih ridlwanullah ajma`in – telah mengerti syari`at Islamiyyah secara kaffah (menyeluruh) –dalam hal aqidah, manhaj, tujuan-tujuannya-. Oleh karena itu mereka menyodorkan kepada orang-orang setelahnya nasihat, keterangan dan peringatan. Bagi orang-orang yang Allah Subhanahu wa Ta`ala inginkan kepadanya kebaikan dari ummat ini.

Allah Subhanahu wa Ta`ala inginkan keselamatan dan Allah Subhanahu wa Ta`ala inginkan agar dia mengendarai perahu keselamatan. Contohnya dalam Al-Qur`anul Karim kalian membaca firman Allah Subhanahu wa Ta`ala Di dalam Surat Ali `Imran ayat: 7

هُوَ الَّذِي أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

Artinya :
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. [QS Aali ‘Imroon: 7]

Allah Suahanahu wa Ta`ala menjelaskan dalam ayat ini kenyataan orang-orang yang menyeleweng dan mengikuti hawa nafsunya, yang memiliki tujuan menginginkan kejelekan bagi ummat ini dan mereka menginginkan bagi ummat ini seluruhnya ditimpa fitnah. Karena niat-niat mereka tidak benar dan hati-hati mereka sakit dan mereka menginginkan agar setiap orang ditimpa penyakit yang menimpa mereka, maka tatkala sudah menyeluruh seluruhnya akan hina atau dengan contoh lain terpotong ekor serigala sehingga dia berusaha untuk memotong ekor-ekor yang lain. Perumpamaan ahlul bida –di Arab- itu demikian.

Allah Subahanahu wa ta`ala telah berfirman tentang orang-orang kafir :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تُطِيعُوا فَرِيقًا مِّنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ

: ai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. [QS Aali ‘Imroon: 100]
Orang-orang kafir dari kalangan Nashara dan Yahudi menginginkan agar kaum muslimin ini murtad. Maka ahlul bida` memiliki bagian yang besar didalam tujuan yang jahat seperti ini, ingin supaya pelaku kebaikan juga mendapatkan kejahatan seperti menimpa mereka. Maka dari sinilah wajib untuk berhati-hati dari mereka dengan kehati-hatian yang sangat. Dan Allah Subhanahu wa Ta`ala mengingatkan kita dalam ayat ini bahwa orang-orang yang dalam hati mereka penyelewengan mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih karena ingin mencari fitnah, mereka menginginkan fitnah bagi manusia ini didalam agama mereka kepada apa yang mereka berada padanya dari kebid`ahan atau kesesatan. Dan agar kaum muslimin menyeleweng menuju syubhat-syubhat merka menuu ketergelinciran-ketergelinciran merka dan penyelewengan-penyelewengan mereka.

Mereka menginginkan kejahatan terhadap orang yang percaya pada mereka dan bagi orang-orang yang duduk bersama mereka, bergaul bersama mereka. Oleh karena inilah, engkau melihat mereka menempuh segala jalan untuk mencegah jalan Ahlul Haq, para pengikut kebenaran. Terlebih para pemuda dari manhajul haq, mereka punya jalan-jalan yang mereka telah pintar (lihai,red), hebat padanya. Mereka bimbing dan didik para pemuda di atas jalan-jalan tersebut akan tetapi engkau jumpai mereka tidak mengerti cara berwudlu yang benar, tapi ketika berbicara tentang metode-metode penyesatan hebat. Akan tetapi dia dalam menebarkan syubhat juga pintar/jayyid (lihai, red) agar orang itu menjauh dari kebenaran dan pemilik kebenaran itu sendiri. Bahkan engkau jumpai dia adalah orang yang hebat, pintar didalam menempuh jalan kesesatan itu. Wal ‘iyadzu billah wa nas`alullah. Kita berdo`a kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala agar menyelamatkan ummat ini dari jalan-jalan syaithan tersebut dan semoga Allah Subhanahu wa Ta`ala menyelamatkan mereka dari jalan-jalan/sebab-sebab kebinasaan.

Ar-Rasul shallallahu `alaihi wa sallam membaca ayat ini juga, dan ketika membaca ayat diatas beliau shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kalian menemukan, melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih (samar-samar) maka merekalah orang-orang yang telah dinamakan oleh Allah Subhanahu wa Ta`ala dalam al-Qur`an, maka hati-hatilah kalian dari mereka”

Mereka yang dimaksud oleh Rasulullah Shalallallahu `alaihi wa sallam adalah para pengikut hawa nafsu. Ar-Rasul Shallallahu `alaihi wasallam bermaksud bahwa orang-orang yang menyeleweng yang mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih itulah yang wajib dijauhi oleh manusia. Termasuk tanda-tanda dari ahlul bida` para penyeleweng yaitu mereka tidak menempuh jalan Ahlissunnah wal Jama`ah dalam membangun agama mereka dengan ayat-ayat yang muhkamat (jelas/terang) dan tidak mengembalikan ayat-ayat yang muhkamat.

[Selengkapnya, yakni Hadis riwayat Aisyah radliyallahu ‘anhu., ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam membaca firman Allah yang berbunyi: Dialah yang menurunkan Alkitab (Alquran) kepada kamu. Di antara isinya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Alquran dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. Dan tidak dapat mengambil pelajaran daripadanya melainkan orang-orang yang berakal. Setelah membaca firman tersebut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: Apabila kamu melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat dari Alquran, maka mereka itulah orang-orang yang telah disebut oleh Allah. Maka waspadalah terhadap mereka (HR Muslim)]

Mereka bergantung dengan sesuatu yang mencocoki hawa nafsu mereka –untuk dijadikan hujjah oleh mereka, bersamaan bahwa tidak ada ayat atau hadits Rasul shallallahu `alaihi wa sallam yang mendukung perbuatan bid`ah itu sendiri-. Dan mereka sanggup untuk melariskan semuanya itu (memperindahnya, red) dengan tujuan seruan-seruan mereka yang rusak dan dengan kebid`ahan mereka yang sesat. Sebagaimana yang dilakukan oleh al-Khawarij, Syi`ah Rafidlah, Murji`ah dan Qadariyyah. Mereka bergantung dengan ayat-ayat/nash-nash yang masih global yang dapat ditarik maknanya kesana kemari atau bergantung kepada ayat-ayat yang samar yang sesuai hawa nafsu mereka. Mereka menjadi sesat dengannya dan menyesatkan orang.

Nah, diatas bentuk seperti inilah ahlul bida` sepanjang zaman dan dimanapun dia berada. Bagaimanapun wujud dan jenis kebid`ahan mereka –sebagai contoh yang paling baru yaitu as-Sururiyyah, kaidah mereka adalah sama, mencari ayat yang samar untuk membangun kaidahnya-. Jangan engkau sekali-kali menganggap enteng sedikitpun dari kebid`ahan itu dan jangan engkau sekali-kali menganggap kecil sekecil apapun bid`ah tersebut. Inilah jalan mereka, dia terfitnah kemudian sesat setelah itu dia menginginkan manusia untuk terfitnah kemudian sesat. Setelah itu dia menginginkan manusia untuk terfitnah pula dan agar orang-orang menyeleweng sebagaimana menyelewengnya dia, dan mereka terfitnah sebagaimana dia terfitnah.

Engkau melihat bagaimana Allah Subhanahu wa Ta`ala telah menjelaskan keadaan mereka dan Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam telah menjelaskan pula keadaan mereka dan mengingatkan dari mereka. Dan apabila Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk meninggalkan shahabat yang telah meninggalkan Perang Tabuk, kendati mereka telah bertaubat, mereka tidak pernah bergerak menebarkan fitnah para shahabat itu dan mereka tidak bergerak untuk menyebarluaskan fitnah sahabat mereka yang telah di-hajr/ditinggalkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Mereka terjatuh dalam menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, mereka tertuduh (dalam situasi seperti itu) dalam barisan orang-orang yang munafik –termasuk didalamnya Ka`ab bin Malik, sudah mengakui taubat dihadapan Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam, toh masih ditinggalkan untuk dijauhi-. Maka husnudhan kepada orang-orang yang menyeleweng dan kepada ahlul bida` pembawa kesesatan adalah menyelisihi manhaj Allah Subhanahu wa Ta`ala. maka harus diperingatkan dari mereka.

Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam dalam hadits di atas menjelaskan bahwa orang-orang yang menyeleweng apabila engkau menjumpai orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabihat, merekalah orang-orang yang telah dilaknat Allah subhanahu wa Ta`ala yang disebut oleh Allah Subhanahu wa Ta`ala, (Rasulullah menyatakan) ”Berhati-hatilah kalian dari mereka”. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak mengatakan husnudhanlah kalian pada mereka, sebagaimana sekarang dilontarkan oleh ahlil ahwa`: “Wahai ahlusunnah, kalian berbicara tentang niat, tujuan seseorang”. “Ya Akhi… kalau kami melihat pada dirimu syubhat atau satu bentuk kessesatan maka engkau tertuduh, Allah Subhanahu wa ta`ala telah mengingatkan kami dari engkau karena ada syubhat pada dirimu dari kesesatan, bagaimana kami tidak akan berhati-hati dari engkau ?“ Allah Subhanahu wa ta`ala telah memperingatkan kami tentang dirimu, Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam mengingatkan tentang dirimu. Bagaimana kami tidak berhati-hati darimu dan bagaimana kami akan berhusnudhan pada engkau. Padahal Allah Subhanahu wa Ta`ala telah mengingatkan dalam al-Qur`an dan Rasulullah Shallallahu `alaihi wasallam telah mengingatkan tentang jeleknya tujuanmu !!?

(Selesai sampai disini ucapan Asy-syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkholiy Hafidhahullahu Ta`ala)

Kesimpulan
Bahwa kita tidak boleh husnudhan/berbaik sangka kepada ahlul bida` dan orang-orang yang sesat, maka menyelisihi manhaj Allah Subhanahu wa ta`ala. Wallahu A`lamu bish-Showab.

(Ditranskrip dari muhadlarah Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman Lombok di Masjid Kholid ibnul Walid Ma`had Minhajussunnah Batikan Muntilan, pada kajian Ba`da Maghrib hari Ahad 14 Maret 2004. Dari risalah Asy-Syaikh Rabi` bin Hadi Al-Madkholiy hafidhahullahu ta`ala yang berjudul :” Mauqif Ash-Shahih li Ahlil Bida`”. Pentranskrip Abu Hanif, Magelang)

Sumber http://salafy.or.id/blog/2005/09/28/sikap-kepada-ahli-bidah/

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.