Tidak Menikah Karena Sibuk Dengan Ilmu

Bolehkah sikap tidak mau menikah karena (hendak menyibukkan diri dengan) ilmu, dalam rangka mencontoh beberapa ulama seperti Ibnu Taimiyah dan Al-Barbahari?

Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah menjawab:

Tidak demikian, aku katakan kepada Anda:

Pertama, yang sudah semestinya bagi Anda adalah meneladani Sayyidul Khalqi (Rasulullah) shalawatullahi wasalamuhu ‘alaihi, ketika beliau shallallahu alaihi wasallam melarang dari at-tabattul (membujang). Sa’d bin Abi Waqqash mengatakan, “Kalau seandainya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengizinkan dia (Utsman bin Mazh’un) untuk hidup membujang, maka niscaya kami akan mengebiri diri kami.” Rasulullah tidak mengizinkan Utsman bin Mazh’un untuk hidup membujang.

Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk menikah karena terdapat berbagai kebaikan yang menyeluruh, terjaganya kehormatan wanita, tumbuhnya anak (generasi) yang berakhlak mulia, penjagaan terhadap kemaluan, menundukkan pandangan, dan memperbanyak keturunan. Sekarang Anda melihat bagaimana peperangan terus dilancarkan terhadap umat Islam, bagaimana agar generasi kaum muslimin punah.

Mengambil teladan itu hanya dengan bimbingan sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam. Oleh karena itulah, tatkala ada tiga orang (yang mendatangi keluarga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ), yang satu mengatakan, “Aku akan berpuasa dan tidak akan pernah berbuka.” Yang kedua mengatakan, “Aku akan terus shalat dan tidak akan tidur.” Dan yang ketiga mengatakan, “Aku tidak akan menikahi wanita.” Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam pun mengingkari mereka seraya mengatakan,

فَمَن رَغِبَ عَن سُنَّتِي فَلَيسَ مِنِّي

“Barangsiapa yang enggan menjalankan sunnahku, maka ia bukan bagian dariku.”

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda,

يا معشرَ الشَباب مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu menikah, maka menikahlah, karena dengan menikah itu akan bisa lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu menikah, maka hendaknya ia berpuasa karena puasa itu bisa sebagai perisai (dari syahwat).”

Inilah teladan beliau shallallahu alaihi wasallam yang semestinya Anda contoh.

Kedua, Apakah benar bahwa Syaikhul Islam Ahmad bin Abdil Halim bin Abdissalam Taqiyyudin Ibnu Taimiyah tidak menikah karena tersibukkan dengan ilmu? Ini tidak benar, demikian pula Al-Barbahari, tidak benar bahwa beliau tidak menikah karena sibuk dengan ilmu. Bahkan mereka juga menyebutkan bahwa Al-Barbahari memiliki budak, inipun tidak benar.

Banyak buku ditulis untuk membantah anggapan bahwa para ulama -Syaikhul Islam dan yang seperti beliau- tidak menikah karena tersibukkan dengan ilmu. Anggapan seperti itu tidak benar wahai saudara penanya yang mulia.

Sumber http://miraath.net/questions.php?cat=22&id=608 dengan sedikit penyesuaian.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.