Ujian dan cobaan adalah tanda kecintaan

 

Oleh Faruq Gresik Takhasus

 

Merupakan sebuah kepastian yang Allah tetapkan bagi hamba-Nya, Dia menimpakan kepada manusia musibah dan bencana. Dengannya Allah akan melihat mana hamba yang jujur dan yang berdusta dalam imannya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (begitu saja) mengatakan: ‘Kami beriman.’ Sedang mereka tidak diuji? Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka Allah mengetahui orang-orang yang benar (dalam keimanannya) dan mengetahui orang-orang yang dusta.” [QS. Al-Ankabut: 2-3]

 

Begitu pula Allah Azza wa Jalla berfirman dalam ayat yang lain,

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

“Apakah kamu mengira bahwa engkau akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelummu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan berbagai macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Kapankah  datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” [QS. Al-Baqarah: 214]

 

Tafsir ayat

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam tafsirnya:

{مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ} وَهِيَ: الْأَمْرَاضُ؛ وَالْأَسْقَامُ، وَالْآلَامُ، وَالْمَصَائِبُ وَالنَّوَائِبُ. {وَزُلْزِلُوا} خَوْفًا مِنَ الْأَعْدَاءِ زلْزالا شَدِيدًا، وَامْتُحِنُوا امْتِحَانًا عَظِيمًا

“Mereka ditimpa oleh al-Ba’sa’ dan adh-Dharra’, maksudnya ialah berbagai macam penyakit, kepedihan, kesengsaraan, musibah,  penyakit yang menular. Ditimpa kegoncangan, yaitu rasa takut yang sangat dari musuh dan diuji dengan ujian yang sangat berat.” [Tafsir Ibnu Katsir 1/571]

 

Faedah berharga dari Syaikh al-Albani

Tidak ada seorang hamba yang selamat dari ujian dan cobaan, bahkan ketika seorang semakin dekat kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, maka akan semakin berat ujian dan cobaannya. Sebagaimana hadits dari sahabat Mush’ab bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu ketika beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً؟ قَالَ: الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ البَلاَءُ بِالعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ.

“Siapakah manusia yang paling berat cobaannya? Maka Rasul menjawab, ‘Manusia yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian yang semisalnya dan yang semisalnya. Manusia diuji sesuai kadar agamanya, jika agama seorang kuat, maka akan semakin berat ujiannya. Jika agamanya ada kelemahan, maka akan diuji sesuai agamanya. Ujian itu akan selalu bersama dengan seorang hamba sampai ujian tersebut meninggalkannya dan dia berjalan di atas muka bumi dalam keadaan tidak ada dosa padanya.” [HR. At-Tirmidzi no. 2397, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 143]

 

Syaikh al-Albani rahimahullah memberikan catatan pada hadits di atas, “Hadits ini merupakan dalil yang sangat jelas, bahwa seorang mukmin ketika imannya bertambah kuat, maka bertambah berat ujian dan cobaannya. Begitu pula sebaliknya, semakin lemah imannya maka akan ringan pula ujian dan cobaannya. Di sini juga ada bantahan terhadap orang yang pendek pikiran dan akalnya yang mereka mengira bahwa seorang mukmin yang ditimpa uijian seperti dipenjara, diusir, dipecat dari jabatannya dan yang selainnya, ini menunjukkan bahwa mukmin tersebut tidak diridhai oleh Allah Ta’ala!  Sungguh ini prasangka yang bathil.

 

Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam manusia yang paling utama, namun beliau manusia yang paling berat ujian dan cobannya. Maka kebanyakan ujian itu menunjukkan kebaikan. Bukan peringatan dari kejelekan, sebagaiman yang disebutkan dalam hadits berikut,

إِنَّ عِظَمَ الجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ البَلاَءِ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ.

“Sungguh besarnya pahala seorang bersama dengan besarnya ujian. Apabila Allah mencintai sebuah kaum, niscaya Allah akan menguji mereka. Barangsiapa yang Alllah ridhai, maka baginyalah keridhaan-Nya. Bagi yang Allah marah padanya, maka baginyalah kemarahan-Nya.” [HR. At-Tirmidzi no. 2396 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albany dalam silsilah ash-Shahihah no. 146]

Semoga Allah Ta’ala kokohkan kami dan kalian di atas al-Haq dan memberikan kesabaran di setiap ujian yang datang, wallahu ‘alam.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.