Dimanakah Allah? (Seri-2)
Oleh Amru 4A Takhasus
Pembaca yang semoga Allah rahmati, sebelum kita masuk dalam pembahasan, penting bagi kita untuk mempelajari akidah yang benar. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada manusia tentang akidah yang benar secara sempurna dan menyeluruh. Lalu apa itu akidah?
Apa itu akidah?
Akidah adalah keteguhan hati dan keyakinan kuat tanpa tercampur sedikitpun keraguan. Keyakinan seorang hamba kepada perkara-perkara ilahiyyah, kenabian, berbagai perkara yang terjadi pada hari akhir, dan seluruh perkara yang wajib diimani sesuai al-Quran dan as-Sunnah. Inilah akidah Islamiyyah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. an-Nisa: 136)
Yang dimaksud dengan perkara-perkara Ilahiyyah di antaranya ialah beriman kepada Allah yang mencangkup rububiyah[1], uluhiyah[2], serta nama-nama dan sifat-sifat-Nya[3], begitu pula segala perkara yang berkaitan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang wajib diimani.
Maka wajib bagi seorang mukmin untuk beriman terhadap keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala secara hakiki dengan penuh keyakinan, tanpa ada keraguan sedikitpun tanpa ada keyakinan bahwa Allah itu sama dengan makhluk-Nya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. asy-Syura: 11)
Prinsip memahami sifat-sifat Allah
Para ulama menjelaskan di dalam banyak karyanya tentang prinsip-prinsip penting dalam memahami sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, di antaranya adalah,
- Sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala keseluruhannya adalah sifat Yang Maha Tinggi, sempurna tanpa ada kekurangan sedikitpun dari berbagai sisinya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ مَثَلُ السَّوْءِ وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَى وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat mempunyai sifat yang buruk, dan hanya Allahlah yang mempunyai sifat yang Maha Tinggi dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. an-Nahl: 60)
- Sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala terbagi menjadi dua, tsubutiyah dan salbiyah.
Sifat tsubutiyah adalah sifat yang ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya, baik melalui al-Quran atau hadits Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan sifat ini ada dua macam, dzatiyah dan fi’liyah.
- Dzatiyah adalah sifat yang senantiasa ada pada diri Allah, seperti sifat ilmu, tinggi,
- Fi’liyah adalah sifat yang terkait dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika Allah berkehendak Dia akan melakukannya. Jika tidak, maka Dia tidak akan melakukannya, seperti sifat istiwa Allah di atas ‘Arsy.
Adapun sifat salbiyah adalah sifat yang ditiadakan oleh Allah untuk diri-Nya, baik melalui al-Quran atau hadits Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti sifat mati, tidur, bodoh. Namun, penidaan ini harus disertai dengan penetapan lawannya dalam bentuk yang paling sempurna.
- Sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sifat tauqifiyah yaitu tidak ada ruang bagi akal dalam hal ini untuk menetapkan atau meniadakan. Kita tidak boleh menetapkan atau meniadakan sifat Allah melainkan dengan al-Quran dan as-Sunnah.
Sifat Allah adalah sifat yang hakiki (nyata dan sesungguhnya) karena asal suatu perkara itu menunjukkan hakikatnya (makna yang sebenarnya). Oleh karena itu kita menetapkan sifat-sifst Allah tanpa menanyakan bagaimana dan tidak menyerupakan pada makhluknya.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. asy-Syura: 11)
Dimanakah Allah?
Pertanyaan di atas senada dengan pertanyaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang budak perempuan milik seorang sahabat mulia bernama Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulamy radhiyallahu ‘anhu,
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ
كَانَتْ لِي غُنَيْمَةٌ تَرْعَاهَا جَارِيَةٌ لِي فِي قِبَلِ أُحُد وَالْجَوَّانِيَّةِ فَاطَّلَعْتُ عَلَيْهَا ذَاتَ يَوْمٍ وَقَدْ ذَهَبَ الذِّئْبُ مِنْهَا بِشَاةٍ وَأَنَا مِنْ بَنِي آدَمَ آسَفُ كَمَا يَأْسَفُونَ فصككتُها صَكَّةً فعظُم ذَلِكَ عليَّ فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ, أَفَلَا أَعْتِقُهَا؟ قَالَ,
(ائْتِنِي بِهَا) فَأَتَيْتُهُ بِهَا فَقَالَ,
(أَيْنَ اللَّهُ؟ ) قَالَتْ, فِي السَّمَاءِ قَالَ,
(مَنْ أَنَا؟ ) قَالَتْ, أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ,
(أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ)
Dari Sahabat Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulamy radhiyallahu ‘anhu beliau bercerita, “Dahulu aku memiliki kambing yang digembalakan oleh seorang budak perempuan milikku di sekitar gunung Uhud, suatu hari aku mencoba menengok kambing tersebut namun ternyata dia telah dimangsa oleh serigala, dan aku adalah anak adam yang dapat kecewa sebagaimana keumuman manusia.
Maka akupun memukul budakku dengan pukulan yang keras, aku menganggap besar hal itu maka akupun menceritkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya kukatakan, “Apakah aku harus memerdekakannya?” Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Datangkan dia ke sini!”, akupun mendatangkannya.
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada budakku, “Di mana Allah?” Budakku menjawab, “Di atas langit.” Beliau bertanya kembali, “Siapa aku?” Budakku menjawab, “Engkau adalah utusan Allah.” Lalu Rasulpun bersabda, “Merdekakan dia, sesungguhnya dia seorang yang beriman.” (HR. Ibnu Hibban dishahihkan oleh Albani dalam kitabnya as-Sahihul Hisan ‘ala Shahih Ibnu Hibban)
Pernyataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan bahwa budak ini adalah orang yang beriman, karena termasuk tanda seorang mukmin adalah dia menyakini bahwa Allah itu berada di atas langit. Ini merupakan akidah yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana dalil-dalil dari al-Quran dan as-Sunnah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,
وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ إِلَهٌ وَفِي الْأَرْضِ إِلَهٌ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ
“Dialah yang di langit sebagai sesembahan yang benar dan di bumi sebagai sesembahan yang benar pula. Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS. az-Zukhruf: 84 )
Begitu pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah, yang naik di atas ‘Arsy.” (QS. Thaha: 5)
Dan masih banyak dall-dalil yang menunjukkan bahwa Allah berada di atas langit. Maka wajib bagi kita sebagai seorang yang beriman meyakini dan menetapkan hal ini tanpa menyelewengkan atau memalingkan dari makna dhahirnya. Wallahu ‘alam.
[1] Rububiyyah adalah keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, pemberi rizki, dan pengatur alam semesta.
[2] Uluhiyyah adalah keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya sesembahan yang berhak diibadahi.
[3] Meyakini bahwa Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang sempurna tanpa ada kekurangan dari sisi manapun.