7 tradisi salah saat menyambut bulan penuh berkah
Oleh Muhammad bin Iffi Takhasus
Bukannya menyambut bulan Ramadhan dengan mempersiapkan diri untuk melakukan berbagai amalan ibadah, sebagian masyarakat di negeri kita malah menyambutnya dengan bermacam kemaksiatan, kebid’ahan, bahkan kesyirikan, yang dibungkus dalam kemasan ‘tradisi’ warisan nenek moyang. Alih-alih menumbuhkan semangat dalam menyongsong datangnya bulan suci, malah terjatuh dalam kemungkaran yang tidak Allah ridhoi.
Ya, fenomena seperti ini sudah tak asing lagi di negeri kita. Masing-masing daerah memiliki cara menyambut bulan Ramadhan sesuai dengan ciri khas, adat dan tradisi masing-masing. Berikut ini beberapa contoh tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat dalam rangka menyambut bulan suci:
- Meugang
Tradisi ini merupakan suatu kewajiban bagi masayarakat Aceh dalam menyambut bulan Ramadhan. Tradisi yang dilakukan dengan menyembelih hewan kurban dan memasak daging serta menikmatinya bersama orang terdekat dan yatim piatu ini didasari oleh keyakinan bahwa kebaikan dan keberkahan selama 11 bulan lalu patut disyukuri dengan menggelar tradisi meugang ini.
- Balimau kasai
Masyarakat Minangkabau biasa menyambut bulan Ramadhan dengan cara mandi bersama-sama di aliran sungai atau tempat pemandian lainnya dengan menggunakan jeruk nipis. Karenanyalah tradisi ini dinamakan dengan balimau, berasal dari kata limau yang berarti jeruk nipis. Tradisi ini diyakini untuk membersihkan diri secara lahir dan batin sebelum memasuki bulan Ramadhan.
- Dugderan
Tradisi sejak tahun 1881 yang mirip dengan pesta rakyat ini berasal dari Semarang. Rangkaian acaranya berisi berbagai macam pertunjukan, seperti tari-tarian, karnaval, serta tabuh bedug. Acara semakin meriah dengan kehadiran maskot dugderan bernama ‘Warak Ngendog’ yang berbentuk kambing dengan kepala naga, lengkap dengan kulit bersisik dari kertas warna-warni dan dilengkapi dengan telur rebus.
- Nyadran
Biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah dan disebut pula dengan nyekar. Tradisi ini berupa pembersihan dan juga tabur bunga di makam leluhur yang diziarahi.
- Padusan
Mirip dengan Balimau, tradisi ini berupa mandi bersama di sebuah pemandian semisal sungai, pantai, dan sumber-sumber air lainnya yang dianggap keramat. Tradisi ini sudah tak asing di telinga masyarakat Jawa, karena mereka meyakini bahwa air bisa menyucikan diri sebelum memasuki bulan Ramadhan.
- Megengan
Tradisi ini berupa memakan apem sebagai bentuk menyucikan diri sebelum memasuki bulan Ramadhan. Masyarakat Surabaya yang biasa melakukan tradisi ini meyakini bahwa kata Apem mirip dengan lafal ‘Afwan’ dalam bahasa Arab yang berarti maaf. Dalam acara ini mereka juga melakukan tahlilan dan doa-doa untuk mendiang saudara yang telah meninggal terlebih dahulu.
- Ziarah kubro
Untuk menyambut bulan Ramadhan, masyarakat Palembang melakukan pawai berjalan beriringan dari satu makam ulama serta pendiri Kesultanan Palembang Darussalam ke makam-makam lainnya, dan berakhir di kompleks pemakaman Kesultanan Palembang Darussalam.
Penutup
Itulah beberapa tradisi menyambut bulan Ramadhan di negeri kita. Tentu itu semua adalah perkara bid’ah yang tidak ada contohnya dari Nabi dan para sahabatnya. Sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalan itu tertolak.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Apalagi ketika tradisi-tradisi tersebut diwarnai dengan berbagai kemungkaran seperti campur baur antara laki-laki dan perempuan, nyanyian, dan lain sebagainya. Beberapa di antaranya malah identik dengan kesyirikan dan didasari dengan keyakinan yang tidak benar.
Sungguh rugi mereka yang melakukannya dengan anggapan bahwa hal itu merupakan suatu kebaikan. Allah Ta’ala berkata,
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا (103) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah, ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?’ Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 103-104)
Bisa jadi, saudara-saudara kita melakukan tradisi-tradisi di atas karena ketidak tahuannya, semoga dengan penjelasan ini, Allah berikan wawasan ilmu dan taufik untuk mengamalkannya. Semoga Allah menyelamatkan kita dari berbagai macam kemungkaran, kebid’ahan, dan kesyirikan. Amin