Di Balik Kisah Nabi Ibrahim Ada Tuntunan Adab Menjamu Tamu

“Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. (Hud: 69-70)

Allah menyebutkan dalam ayat yang mulia ini bahwa tatkala Nabi Ibrahim alaihissalam selesai mengucapkan salam untuk para malaikat yang disangka beliau tamu manusia biasa, beliau bersegera menghidangkan jamuan untuk mereka berupa daging anak sapi yang dipanggang. Dan ketika para tamu tersebut tidak mau memakannya, Nabi Ibrahim merasa aneh dengan perbuatan mereka dan merasa takut. Para tamu itupun berkata kepadanya, “Janganlah kamu takut.” Lalu mengabarkan sesuatu kepada Nabi Ibrahim.

Adapun dalam surat Adz-Dzariyat disebutkan bahwa Nabi Ibrahim pergi dengan diam-diam menemui keluarganya lalu membawa daging anak sapi tersebut. Disebutkan bahwa daging sapi tersebut gemuk. Kemudian dihidangkanlah kepada mereka dan mempersilakan mereka dengan lembut untuk makan. Ibrahim berkata kepada mereka, “Silahkan anda makan.” Namun Nabi Ibrahim merasa takut terhadap mereka (ketika mereka tidak mau makan). Allah berfirman,

“Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: “Salaamun.” Ibrahim menjawab: “Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal.” Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk. Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata: “Silahkan anda makan.” (Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka.” (Adz-Dzariyat: 24-28)

Dari kisah Nabi Ibrahim bersama tamunya tersebut diambil beberapa pelajaran penting terkait adab dalam menjamu tamu, di antaranya adalah:

  1. Menyegerakan hidangan, berdasarkan firman-Nya (artinya), “Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang.”
  2. Yang disuguhkan adalah dari hidangan terbaik yang dimiliki. Karena disebutkan bahwa yang dimiliki Nabi Ibrahim adalah sapi, dan yang terbaik dagingnya adalah yang muda, gemuk, dan dipanggang.
  3. Mendekatkan makanan (hidangan) kepada tamu.
  4. Melembutkan ucapan (ketika mempersilahkan makan) dengan selembut-lembutnya, seperti ucapan, “Silahkan anda makan.”

Dari Tafsir Al-Imam Asy-Syinqithi rahimahullah.

Diterjemahkan dengan ringkas dari http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=141789

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.