Bagaimanakah Amalan yang Mengeluarkan Pelakunya dari Islam?
DARS USTADZ LUQMAN BA’ABDUH HAFIZHAHULLAH 23 MUHARRAM 1438 H/23 OKTOBER 2016 M (MAGHRIB-ISYA’) DI MASJID MA’HAD AS SALAFY
Diantara tuduhan terhadap Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah adalah tuduhan dusta bahwa Syaikh menjadikan suatu amalan atau perbuatan ghairu mukaffir (jika dikerjakan tidak menjadikan pelakunya kafir), dijadikan sebagai amalan mukaffir (jika dikerjakan menjadikan pelakunya kafir).
Contoh amalan yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari islam menurut mereka adalah menyembelih, nazar, do’a dan istigasah kepada selain Alllah subhanahu wata’ala.
Dari sini diketahui, bahwa di antara sebab dilayangkannya tuduhan ini adalah:
- Kejahilan musuh-musuh dakwah Syaikh tentang makna ibadah, juga kejahilan mereka akan makna tauhid yang telah dijelaskan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Mereka mengira amalan-amalan yang wajib ditunaikan seorang muslim agar tidak keluar dari keislamannya hanya amalan tauhid rububiyah saja. Berikut beberapa ucapan mereka:
- Jika kita melihat seseorang berdo’a dan meminta kepada selain Allah subhanahu wata’ala, dan yang tampak dari ucapannya adalah do’a kepada selain Allah subhanahu wata’ala, maka yang demikian itu harus diinterpretasikan dengan penafsiran majas, yaitu ditafsirkan bahwa ia memaksudkan do’a tersebut kepada Allah subhanahu wata’ala bukan kepada selain-Nya. Dan yang seperti ini tidaklah dikafirkan.
- Jika orang awam berkata, “Nabi shallallahu alaihi wasallam, para sahabat atau wali-wali telah memberikan kemanfaatan (rezeki dll, pen) kepadaku” kita harus memahaminya dengan majas logika, bahwa yang dia maksudkan adalah Allah subhanahu wata’ala. Bukan Nabishallallahu alaihi wasallam, para sahabat atau yang lain. Karena, secara logika dia adalah seorang muslim yang mengesakan Allah subhanahu wata’ala (yaitu tauhid rububiyah), maka tentunya yang ia maksudkan itu adalah Allah subhanahu wata’ala .
Tentu ini semua adalah anggapan yang salah sebagaimana yang dijelaskan oleh asy-Syaikh as-Si’di (artinya), “Setiap keyakinan, ucapan atau amalan yang telah tetap diperintahkan oleh syari’at ini. Maka mengerjakannya hanya untuk Allah semata itulah tauhid dan itu lah keimanan serta keikhlasan, adapun memalingkannya kepada selain Allah maka itu adalah kesyirikan” (al-Qaulus Sadid).
Contohnya menyembelih. Menyembelih adalah salah satu amalan yang diperintahkan oleh syari’at ini, maka melakukannya untuk selain Allah subhanahu wata’ala adalah kesyirikan.
Seperti itulah yang dilakukan kaum musyrikin di zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam, mereka beribadah; nadzar, berdo’a dan lainnya kepada selain Allah subhanahu wata’ala dalam keadaan meyakini bahwa Allah subhanahu wata’ala lah yang Maha Pencipta. Hal ini sebagaimna Allah subhanahu wata’ala sebutkan dalam firman-Nya (artinya),
“Tanyakanlah (wahai Muhammad):”Kepunyaan siapakah bumi ini dan segala yang ada padanya, kalau kamu mengetahui?”(85)Mereka akan menjawab:”Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Mengapa kamu tidak mahu ingat (dan insaf)?” (al-Mukminun: 84-85)
- Mengikuti hawa nafsu, yaitu orang yang mengetahui makna tauhid dan syirik dengan benar,tapi enggan menerima dan menjelaskannya kepada ummat karena tujuan-tujuan dunianya.