Fakta di Balik Peringatan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam biasa dirayakan dan diperingati setiap tanggal 12 Rabiul Awwal. Berikut ini delapan fakta terkait perayaan hari kelahiran Nabi tersebut:

1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri tidak pernah melakukannya

Tidak ada satupun riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam merayakan peringatan kelahiran beliau. Demikian juga tidak pernah Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan atau setidaknya menganjurkan umatnya agar mengadakan perayaan tersebut. Tentunya umat ini telah sepakat bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah teladan terbaik.

Allah ta’ala berfirman,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al-Ahzab: 21)

Beliau tidak merayakan maulid, maka alangkah baiknya umat ini meneladani beliau dengan tidak merayakan acara maulid juga. Jika ternyata ada yang masih menyelenggarakan peringatan maulid Nabi, siapakah sesungguhnya yang mereka teladani dalam hal ini?

2. Para sahabat Nabi dan generasi salaf juga tidak pernah sekalipun mengadakan peringatan maulid Nabi mereka

Para sahabat adalah generasi terbaik sepeninggal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Terbaik akidah dan imannya, terbaik amalannya, terbaik ilmu dan pemahamannya terhadap agama ini, dan seluruh aspek kehidupan beragama, mereka adalah yang terbaik. Tidak ada satupun generasi sepeninggal mereka yang mampu menandingi para sahabat dalam menjalankan syariat agama ini.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik manusia adalah generasiku (para sahabat), kemudian generasi yang datang setelah mereka (tabiin), dan kemudian generasi yang datang setelah mereka (tabiut tabiin).” (Muttafaqun alaihi)

Tidak ada satupun berita yang sampai kepada kita bahwa para sahabat Nabi merayakan peringatan maulid nabi junjungan mereka. Apakah ini berarti mereka tidak cinta kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam? Ataukah mereka tidak tahu bahwa peringatan maulid nabi itu adalah perkara yang baik dilakukan?

Kalau seandainya perayaan maulid termasuk dari kebaikan, tentunya mereka akan berlomba-lomba dan mendahului kita dalam amalan ini.

3. Peringatan maulid Nabi tidak ada dalam ajaran ulama empat madzhab

Adakah perayaan maulid Nabi di dalam kitab-kitab mereka? Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal, mereka adalah ulama madzhab yang terkenal dan menjadi panutan oleh umat Islam. Tidak pernah mereka mengajarkan pensyariatan acara maulid nabi, apalagi menyelenggarakannya.

4. Perayaan maulid nabi sesungguhnya bukanlah bukti kecintaan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

Tanda kecintaan seseorang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam harus dibuktikan dengan apa yang difirmankan Allah ta’ala dalam Firman-Nya,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ ويغفر لكم ذنوبكم

“Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi kalian dan mengampuni dosa kalian.” (Ali Imran: 31)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى.

“Semua umatku akan masuk al-jannah (surga), kecuali orang yang enggan,” Para shahabat bertanya: “Siapa yang enggan, wahai Rasulullah ?” Rasulullah menjawab: “Barang siapa yang yang menaatiku, maka dia akan masuk al-jannah, dan barangsiapa yang mendurhakaiku maka dia telah enggan.” (HR. Al-Bukhari)

Kecintaan yang jujur kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam harus dibuktikan dengan upaya untuk mengikuti dan berpegang teguh dengan petunjuknya, baik secara zhahir maupun bathin, menempuh jalannya, meneladani beliau dalam ucapan, perbuatan, sifat, dan akhlak beliau shallallahu alaihi wasallam.

Rasulullah melarang umatnya mengada-adakan amalan baru dalam agama yang tidak pernah diajarkan oleh beliau. Peringatan maulid nabi termasuk amalan yang diada-adakan dan tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam. Lantas, di mana ketaatan mereka kepada nabi? Dengan demikian, apakah pantas mereka dikatakan sebagai orang yang mencintai Nabi? Padahal larangan beliau saja tidak mereka taati.

5. Tersirat adanya keyakinan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak amanah dalam menyampaikan risalah

Syariat Islam telah sempurna. Maka segala yang diajarkan dan disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun juga sempurna dan lengkap. Tidak ada satupun syariat dan risalah dari Allah yang luput tidak disampaikan oleh beliau kepada umatnya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

إنه لَمْ يَكُنْ نَبِيٌّ قَبْلِي إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ

“Sesungguhnya tidak ada satu nabi pun sebelumku kecuali wajib baginya untuk menunjukkan umatnya kepada kebaikan yang mereka ketahui bagi mereka” (HR. Muslim)

Kalau perayaan maulid termasuk bagian dari syariat Islam, maka tentu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam akan ajarkan dan jelaskan kepada umatnya.

Sehingga barangsiapa yang masih mengadakan perayaan maulid Nabi, maka tersirat di hatinya bahwa perayaan maulid ini adalah salah satu syariat yang tidak disampaikan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam, walaupun lisannya tidak terus terang mengatakan hal itu.

Barangsiapa yang menganggap bahwa perayaan maulid ini adalah amalan yang baik, maka hendaknya ia memperhatikan perkataan Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah,

من ابتدع في الإسلام بدعة يراها حسنة، فقد زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَانَ الرِّسَالَةَ؛ لِأَنَّ اللَّهَ يَقُولُ: {الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ}، فَمَا لَمْ يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِينًا، فَلَا يَكُونُ الْيَوْمَ دِينًا”

“Barangsiapa yang mengada-adakan bid’ah (perkara baru) dalam agama Islam, dan dia memandang perkara itu baik, maka sungguh ia telah menuduh bahwa Muhammad shallallahu alaihi wasallam telah mengkhianati risalah, karena Allah telah berfirman (artinya),

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian.” (Al-Maidah: 3)

Maka segala yang bukan termasuk bagian dari agama pada hari itu (hari diturunkannya ayat tersebut), maka pada hari ini pun perkara tersebut juga bukan bagian dari agama.” (Al-I’tisham, karya Asy-Syathibi rahimahullah)

6. Banyak kemungkaran dan pelanggaran syariat dilakukan ketika acara peringatan maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam

Kemungkaran terbesar yang terjadi pada perayaan ini adalah ucapan-ucapan yang mengandung kesyirikan dan sikap melampaui batas dalam menyanjung Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Contoh nyata dalam hal ini adalah pembacaan syair Qashidah Al-Burdah karya Al-Bushiri, yang di antara isinya adalah

يَا أَكْرَمَ الْخَلْقِ مَالِيْ مَنْ أَلُوْذُ بِهِ               سِوَاكَ عِنْدَ حُدُوْثِ الْحَادِثِ الْعَمِمِ

فَإِنَّ مِنْ جُوْدِكَ الدُّنْيَا وَضَرَّاتِهَا               وَمِنْ عُلُوْمِكَ عِلْمُ اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ

Wahai makhluk yang paling mulia, tiada bagiku orang yang bisa aku mintai perlindungan

Selain engkau, ketika terjadi musibah yang merata

Sesungguhnya di antara kedermawananmu adalah adanya dunia berikut isinya

Dan sebagian pengetahuanmu adalah pengetahuan tentang Lauhil Mahfuzh dan pena (taqdir)

Pada bait syair ini terkandung keyakinan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (makhluk termulia) adalah satu-satunya yang bisa memberikan perlindungan tatkala terjadi musibah. Jika demikian, bagaimana halnya dengan Allah ta’ala menurut mereka?

Pada bait syair ini juga terkandung keyakinan bahwa adanya dunia dan segala yang ada di dalamnya adalah buah dari kedermawanan Nabi shallallahu alaihi wasallam. Lantas, siapakah Allah menurut mereka? Padahal Allah ta’ala satu-satunya pencipta dan pemberi segala sesuatu kepada hamba-Nya.

Pada bait syair ini juga terkandung keyakinan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam mengetahui perkara ghaib dan perkara takdir yang telah tercatat di lauhil mahfuzh. Padahal tidak ada yang mengetahui segala yang ghaib kecuali Allah semata.

Kemungkaran lain yang terjadi pada perayaan maulid Nabi adalah ketika para hadirin berdiri sejenak dengan keyakinan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menghadiri dan ikut serta dalam perayaan tersebut. Subhanallah.

Termasuk kemungkaran yang juga terjadi adalah adanya ikhtilath (campur baur) antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya hijab. Bahkan terkadang penyelenggaraan acara peringatan maulid itu sampai melalaikan dari shalat berjamaah. Sebagian orang juga menganggap bahwa malam maulid Nabi itu lebih utama daripada Lailatul Qadar.

7. Orang pertama yang mengadakan peringatan maulid adalah pemerintah daulah Al-Fathimiyyah Al-’Ubaidiyyah

Mereka adalah penguasa Mesir dan sekitarnya pada abad ke-4 hijriyah (memerintah tahun 357-567 H). Siapakah mereka? Mereka adalah orang-orang zindiq. Sebagian ulama mengatakan bahwa mereka itu secara lahiriah berpemahaman syiah rafidhah, dan di dalam batinnya adalah murni kekafiran.

Disarikan dari berbagai sumber

Simak kembali artikel terkait maulid di link berikut

https://www.minhajulatsar.com/2015/01/04/bidahnya-perayaan-maulid-nabi/

https://www.minhajulatsar.com/2015/01/02/apakah-kita-merayakan-maulid-nabi-shallallahu-alaihi-wasallam/

https://www.minhajulatsar.com/2015/01/01/perayaan-maulid-yang-anda-ketahui/

https://www.minhajulatsar.com/2014/12/30/peringatan-maulid-nabi-dalam-timbangan-islam-2/

 

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.