Hukum Mengucapkan Selamat Nataru

Hukum Mengucapkan Selamat Nataru
Hand flipping wooden block cube flipping between 2021 to 2022 with bokeh background for change and preparation merry Christmas and happy new year.

 

Topik Utama 04 Mading at-Tibyan Edisi – 05 / Jumadal Ula 1443 H

 

Oleh Isa Yusuf Cilacap, Takhasus

 

Mungkin banyak orang yang bingung, mana yang benar terkait hukum mengucapkan selamat Nataru (Natal dan Tahun Baru) karena banyaknya syubhat yang beredar tentangnya. Namun sekarang, mari kita jawab pertanyaan tersebut sesuai perspektif Islam.

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya kita mengulas sedikit tentang nataru. Itulah istilah yang sering dipakai oleh orang-orang pada zaman sekarang. Maknanya adalah Natal dan tahun baru.

Kenapa disingkat demikian? Karena, terjadinya dua perayaan tersebut dalam waktu yang berdekatan. Yaitu hanya berjarak sekitar 5 sampai 6 hari. Sehingga orang-orang mengingatnya dengan menyingkat keduanya menjadi ‘Nataru’.

 

Sekelumit tentang Natal dan Tahun Baru

Natal, telah kita ketahui bersama, itu merupakan perayaan kaum Nashrani setiap tanggal 25 Desember. Keyakinan umat Nashrani pada hari Natal tersebut adalah bahwasannya itu merupakan hari kelahiran Nabi Isa alaihissalam yang mereka klaim sebagai Tuhan mereka yang ketiga.

Adapaun perayaan tahun baru, juga sudah kita ketahui, bahkan banyak dari kaum muslimin yan ikut merayakannya. Pada asalnya perayaan tahun baru masehi ini merupakan perayaannya orang kafir dan masih termasuk dari rangkaian acara Natal.


Baca Juga: Kedudukan Nabi Isa di Dalam Islam (bag.1)


Hukum Mengucapkan Selamat Natal dan Selamat Tahun Baru

Berdasarkan kaedah baku yang kita pahami bersama, kita tidak boleh ikut merayakan perayaan tersebut karena itu termasuk syiar-syiar kaum kafir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Barangsiapa meniru suatu kaum maka dia termasuk dari bagian mereka.”

Lantas maukah kita tergolong sebagai orang kafir karena meniru perayaan mereka?

 

Demikian pula hukumnya mengucapkan selamat pada Saat Nataru (Natal dan Tahun Baru), sebagaimana penjelasan para ulama berikut:

Dalam suatu kesempatan, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah pernah mengatakan,

“Mengucapkan ucapan selamat terhadap syiar-syiar orang kafir hukumnya haram berdasarkan kesepakatan para ulama. Seperti, memberi ucapan selamat kepada mereka tatkala hari raya atau puasa mereka, ‘Hari raya yang berkah untukmu’, atau memberi ucapan selamat dengan hari raya tersebut dan semisalnya.”

 

Kemudian Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan alasannya,

“Walaupun pengucapnya tidak dihukumi kafir, akan tetapi perbuatan tersebut termasuk keharaman. Hukumnya sama seperti ia memberikan ucapan selamat kepada orang kafir terhadap perbuatannya sujud kepada salib. Bahkan ucapan selamat semacam ini, dosanya lebih besar di sisi Allah dan lebih Dia murkai daripada mengucapkan selamat kepada orang yang minum khamr atau berzina maupun perbuatan dosa lainnya.” (Ahkami Ahli adz-Dzimmah, 1/441).


Artikel Kami: Benarkah Nabi Isa Anak Tuhan dan Bolehkah Kita Ikut Merayakan Natal?


Kata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin:

“Memberikan ucapan selamat hari raya kepada orang kafir hukumnya haram -sebagaimana kata Imam Ibnul Qayyim rahimahullah di atas- karena hal tersebut sama saja dengan mengakui syiar-syiar mereka dan rida terhadap ibadah yang mereka lakukan.

Walaupan seseorang sudah mengingkari (tidak meridai) kekufuran mereka, tetap ia tak boleh menyetujui syiar (ritual) kekufuran mereka, atau mengucapkan selamat kepada mereka dengan perayaan tersebut. Karena, Allah subhanahu wa Ta’ala tidak rida terhadap kekufuran. Allah Taala berkata:

إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ

“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, Dia tidak butuh (iman)mu dan tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya. Jika kamu bersyukur, niscaya Dia akan meridai kesyukuranmu itu.” (QS. az-Zumar: 7)”

Demikianlah hukum mengucapkan selamat Nataru sesuai perspektif islam. Semoga bermanfaat.

 

Sumber: Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 3/29.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.