Imam Ibnu Hajar dan Penjual Minyak Wangi

Oleh Bilal Karangayar Takhosus 1A

 

Allah telah memilih para ulama sebagai pemegang tongkat estafet dakwah setelah para Nabi. Mereka adalah orang-orang yang paling bersemangat dan gigih dalam meraih warisan termulia berupa ilmu syar’i. Sehingga tidak mengherankan, apabila mereka bergelar makhluk termulia setelah para Nabi.

Di era ekhir zaman ini, keberadaan ulama di tengah-tengah umat sangatlah dibutuhkan. Seakan mereka itu penghilang dahaga di saat rasa haus itu menimpa. Karena manusia akan hidup seperti binatang ternak jika tidak ada para ulama yang membimbing ke jalan kebenaran.

Ketika telah terjelaskan bagi kita semua kedudukan dan posisi ulama di tengah umat, maka menjadikan mereka figur serta teladan adalah suatu tuntutan yang disyariatkan.

 

Kisah unik dari ulama syafi’iyyah

Kali ini kita akan bawakan kisah dari ulama terkemuka dari kalangan syafi’iyyah (bermadzhab syafi’i). Beliau lebih terkenal dengan sebutan al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah.

Dahulu beliau sempat menjabat pemimpin para hakim di Mesir. Suatu ketika beliau berangkat menuju kantor kerjanya, kebiasaan beliau diantar menggunakan andong yang ditarik oleh beberapa kuda dan bighal (peranakan kuda dan keledai) dalam arak-arakan.

 

Pada suatu hari arak-arakan yang membawa beliau tersebut melintasi seorang Yahudi dengan profesinya sebagai penjual minyak yang memakai pakaian lusuh dan kusut. Tiba-tiba ia datang ke arak-arakan dan mencegat Ibnu Hajar seraya mengatakan: “Sungguh Nabi kalian telah berkata:

الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ

Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir. (HR. Muslim no. 2392 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

 

Namun kenyatannya sekarang engkau menjabat sebagai pemimpin para hakim di negeri ini, dalam sebauh arak-arakan serta di atas kenikmatan, sedangkan diriku dalam kesusahan dan kesempitan hidup?!”

Beliau menjawab ucapannya dengan mengatakan: ”Keadaanku dalam kenikmatan serta kemegahan ini dibandingkan kenikmatan surga bagaikan penjara, adapun engkau walaupun berada dalam kesulitan dan kesempitan hidup dibandingkan siksa neraka bagaikan surga.”

Seketika itu, orang Yahudi itu bersyahadat dan masuk Islam.

 

Mutiara faedah

Mutiara faidah yang bisa dipetik dari kisah di atas adalah:

  1. Para ulama adalah orang yang paling paham sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  2. Hasungan bagi kita semua untuk belajar syari’at islam, agar dapat memahami dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah dengan tepat dan benar.
  3. Bertanya merupakan obat dari penyakit kejahilan.
  4. Anjuran untuk bertanya kepada para ulama pada perkara yang belum kita ketahui ilmunya.

Mudah-mudahan tulisan yang sedikit ini bisa menggugah semangat kita untuk terus belajar dan mengambil ibrah dari kisah perjalanan hidup para ulama. Semoga bermanfaat, amin.

Sumber: Kitab al-Ilmi karya Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah.

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.