Indahnya persahabatan di atas al-Qur’an

taawun

 

Oleh Ahmad Hidayat Sukoharjo 4B Takhasus

 

Al-Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits di dalam shahihnya dari sahabat an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

”Permisalan seorang muslim di dalam saling mencintai, saling menyayangi, dan saling memperhatikan seperti satu jasad. Apabila jasad tersebut tertimpa penyakit, maka seluruhnya akan merasakan sakit.” (HR. Muslim 1999)

Di dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dari sahabat Abu Musa al-Asy’ary radhiyallahu ‘anhu,

الْمُؤمن لِلْمُؤمنِ كالبنيان يشد بعضه بَعْضًا وَشَبك بَين أَصَابِعه

“Seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti sebuah bangunan yang saling menguatkan satu dengan yang lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menggabungkan jari-jemari kedua tangan beliau.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Al-Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan,

هَذَا الْحَدِيثُ صَرِيحٌ فِي تَعْظِيمِ حُقُوقِ الْمُسْلِمِينَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا, وَحَثِّهِمْ عَلَى التَّرَاحُمِ وَالْمُلَاطَفَةِ وَالْمُعَاضَدَةِ , فِي غَيْرِ إِثْمٍ وَلَا مَكْرُوهٍ

“Hadits ini secara jelas menjelaskan tentang besarnya hak-hak sebagian kaum muslimin atas sebagian yang lain. Begitu pula terdapat hasungan untuk saling menyayangi, lemah lembut, dan tolong menolong.” (Tuhfatul Ahwadzi, hlm. 152 Jilid 5)

Berdasarkan dalil di atas, kita dapat mengetahui bahwa persaudaraan sangatlah penting di dalam Islam. Karena seorang hamba tidak akan bisa lepas dari saudaranya, dia tidak akan mungkin hidup sendiri tanpa orang lain, pasti ia membutuhkan yang lainnya.

Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kita semua untuk saling menyayangi satu sama lainnya karena Allah Ta’ala semata, bukan karena tendensi duniawi.

Kita bersahabat karena keimanan dan ketakwaan yang ada pada saudara kita…..

Kita bersahabat karena  manhajnya…..

Kita bersahabat karena akhlaknya…..

Maka beruntunglah mereka-mereka yang telah membangun persahabatannya karena Allah Ta’ala.

Persahabatan dan pertemanan apabila tidak dibangun di atas landasan ini, maka akan sirna dan hilang tidak berarti di hadapan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berkata:

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Teman dekat satu sama lain pada hari kiamat akan menjadi musuh, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zukruf: 67)

Al-Imam Ibnu Kastir rahimahullah berkata:

أَيْ: كُلُّ صَدَاقَةٍ وَصَحَابَةٍ لِغَيْرِ اللَّهِ فَإِنَّهَا تَنْقَلِبُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَدَاوَةً إِلَّا مَا كَانَ لِلَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، فَإِنَّهُ دَائِمٌ بِدَوَامِهِ 

“Maknanya adalah seluruh pemberian dan persahabatan apabila tidak karena Allah Ta’ala, maka pada hari kiamat akan berbalik menjadi permusuhan. Kecuali yang dibangun karena Allah Ta’ala, maka persahabatan tersebut akan kekal.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Karenanya persaudaraan sering disandingkan dengan keimanan, Allah Ta’ala berkata,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu saling bersaudara maka perbaikilah persaudaraan di antara kalian.” (QS. al-Hujurat: 10)

Imam as-Si’di rahimahullah memberikan faidah kepada kita semua tentang ayat ini, beliau mengatakan, “Ini adalah sebuah perjanjian, perjanjian antara Allah Ta’ala dengan kaum mukminin, seorang mukmin apabila ia bertemu dengan siapapun di barat maupun di timur dalam keadaan dia beriman kepada Allah Ta’ala, para malaikat dan kitab-kitab-Nya, serta hari kiamat, maka dia adalah saudaranya yang wajib atas orang-orang beriman untuk mencintai dirinya sebagaimana mereka mencintai diri mereka sendiri dan  membenci perkara yang ia benci, sebagaimana mereka membenci untuk diri mereka sendiri. Karenanya Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk memenuhi hak-hak saudaranya seiman,

“Janganlah kalian saling hasad, jual beli secara najasy (menipu), saling memusuhi, dan janganlah salah seorang dari kalian menjual barang di atas jualan saudaranya, jadilah kalian hamba Allah Ta’ala yang bersaudara, seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya, tidak menzalimi, tidak menelantarkan, dan tidak melecehkan harga diri saudaranya tersebut.” (Tafsir as-Si’di hlm. 800) [1]

Shahabat Ibnu mas’ud radhiyallahu ‘anhu juga berkata,

“Sesungguhnya termasuk keimanan adalah tidaklah seorang mencintai saudaranya melainkan karena Allah Ta’ala semata.” (Kitab Syu’abil Iman: 334/11)[2]

Bahkan Rasulullah shallallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, tiga perkara yang dengannya seorang akan merasakan manisnya keimanan,

صحيح البخاري (1/12(

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

“Tiga perkara yang dengannya seseorang akan merasakan manisnya keimanan; seorang yang Allah dan rasulnya lebih ia cintai dari pada selain keduanya, seorang yang tidaklah ia mencintai saudaranya melainkan karena Allah Ta’ala, dan seorang yang sangat benci untuk kembali kafir seperti dia benci untuk dimasukkan ke dalam neraka.” (HR. al-Bukhari: 1/12)

Berbahagialah bagi mereka-mereka yang saling mencintai karena Allah Ta’ala, mereka akan mendapatkan kecintaan dari Allah Ta’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dari sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, “Allah berkata: kecintaan-Ku pantas diberikan kepada orang-orang yang saling mencintai, menghormati dan saling berteman karena Aku.”

Itulah keutamaan besar yang akan diperoleh bagi orang-orang  yang saling mencintai karena Allah Ta’ala. Tidakkah kita menginginkan persaudaraan tersebut akan tetap langgeng hingga hari kiamat nanti?

Apakah kita tidak ingin mendapatkan manisnya iman?

Bukankah kita hidup di dunia ini mencari kecintaan Allah Ta’ala, Yang mana apabila seorang hamba telah mendapatkan kecintaan dari Allah Ta’ala maka hal itu sudah cukup baginya dari pada dunia dan seisinya?

Lebih besar dari itu semua adalah Allah Ta’ala menjanjikan di hari kiamat kelak akan memberikan naungan di saat tidak ada naungan kecuali naungan Allah Ta’ala. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkata di dalam hadits qudsi dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

صحيح مسلم )4/ 1988(

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ:)) أَيْنَ الْمُتَحَابُّونَ بِجَلَالِي، الْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ فِي ظِلِّي يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلِّي((

“Di mana orang-orang yang saling mencintai karena kemulian-Ku?  Inilah saatnya Aku naungi mereka dengan naungan-Ku, pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Ku.”

Wahai saudaraku tidakkah kita mengharapkan naungan Allah Ta’ala di padang  mahsyar kelak?

Atau kita terkalahkan dengan hawa nafsu yang selalu memerintahkan kepada perkara-perkara jelek?

Maka sudah sepantasnya bagi kita semua untuk melandasi pertemanan kita lillahi (untuk Allah Ta’ala) wa fillah (karena Allah Ta’ala). Buang jauh-jauh rasa dengki, hasad, dan lainnya agar kita mendapatkan berbagai keutamaan yang telah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya janjikan.

Demi mewujudkan persaudaraan di antara kita jangan lupa untuk menegakkan al-amru bil ma’ruf (memerintahkan kepada kebaikan) wannahi ‘anilmunkar (mencegah dari perbuatan mungkar) sesama kita.

Jangan sampai kita mengaku sebagai muslim, salafy, bahkan thullabul ilmi, akan tetapi apa yang kita lakukan seperti yang dilakukan yahudi,

كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ

“Mereka tidak saling mencegah kemungkaran yang mereka lakukan.” (QS. al-Maidah: 79)

Maka kita khawatir hanya nama saja “tullabul ilmi” namun sifat yang ada pada kita adalah sifatnya yahudi. Na’udzubillah min dzalik.

Maka hendaknya bagi kita semua untuk berpegang teguh dengan hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,

صحيح مسلم1) / 69(

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

“Barangsiapa yang mendapati kemungkaran maka ubahlah kemungkaran tersebut dengan tangannya, apabila tidak mampu maka ubahlah dengan lisan, apabila tidak mampu maka ubahlah dengan hati, dan yang demikian itu merupakan selemah-lemahnya keimanan.” (HR. Muslim)

Semoga kita menjadi hamba-Nya yang selalu melandasi persahabatan lillah wa fillah, dan semoga kita termasuk golongan orang-orang yang selalu menegakkan al-amru bilma’ruf wannahi ‘anilmunkar hingga ajal menjemput. Aamiin.

 

[1] إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ} هذا عقد، عقده الله بين المؤمنين، أنه إذا وجد من أي شخص كان، في مشرق الأرض ومغربها، الإيمان بالله، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر، فإنه أخ للمؤمنين، أخوة توجب أن يحب له المؤمنون، ما يحبون لأنفسهم، ويكرهون له، ما يكرهون لأنفسهم، ولهذا قال النبي صلى الله عليه وسلم آمرًا بحقوق الأخوة الإيمانية: “لا تحاسدوا، ولا تناجشوا، ولا تباغضوا، ولا يبع أحدكم على بيع بعض، وكونوا عباد الله إخوانًا المؤمن أخو المؤمن، [ص:801] لا يظلمه، ولا يخذله، ولا يحقره

[2]   عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: ” إِنَّ مِنَ الْإِيمَانِ أَنْ يُحِبَّ الرَّجُلُ أَخَاهُ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَفِيه

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.