Kebiasaan yang salah: klakson motor di tempat yang dianggap angker

ADHE' PESEHNA CONG

 

Oleh Mush’ab Klaten Takhasus

 

Indonesia adalah negara Islam, mayoritas penduduknya berstatus muslim, bahkan tercatat termasuk negara kaum muslimin terbesar. Setiap kali waktu shalat tiba, corong-corong masjid di negeri ini berlomba-lomba meninggikan suara menyeru kaum muslimin.

Pantas saja suara panggilan azan akan terdengar saling sahut-menyahut dari seluruh penjuru negeri ini, walhamdulillah. Ini adalah kebaikan, semoga dijaga oleh Allah Ta’ala. Amin

 

Khurafat 

Namun faktanya, banyak juga kebiasaan khurafat yang merebak . Tempat-tempat keramat, bak jamur di musim penghujan, tersebar di berbagai pelosok negeri. Lebih disayangkan lagi, banyak dari kaum muslimin menganggap itu bagian dari agama mereka, padahal sama sekali tidak ada kaitannya dengan Islam.

Tidak ada yang menjerumuskan mereka pada perkara yang fatal ini selain kebodohan. Bodoh akan agama yang sebenarnya, yaitu tauhid. Ya, kebanyakan mereka kurang paham akan hal ini.

 

Kisah seorang ibu

Di sebuah lorong di pojok desa itu, seorang ibu-ibu melaju membawa sepeda motornya. Sebuah keranjang besar membonceng di belakang punggung ibu tersebut. Sorot lampu motornya menembus kegelapan lorong, sejak dulu tempat itu memang gelap.

Saat ini, meski beberapa lampu penerang telah terpasang dan memancarkan cahaya. Tetap saja, gelapnya lorong itu belum sempurna teratasi, setidaknya cukup menjadi penerang buat mereka yang berjalan di sana tanpa penerang.

Ibu itu mengurangi kecepatan saat tikungan tajam di lorong telah dekat, klakson motornya beberapa kali ia bunyikan, untuk menandai siapapun yang ada di sebelah lain dari tikungan itu. Antisipasi, agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan.

Setelah tikungan itu ia taklukkan dan stang kemudi sudah bersiap lurus ke depan, kembali ia membunyikan klakson motornya. Entah apa tujuannya, yang jelas, ibu ini memang dikenal dengan kebiasaannya yang tergesa-gesa, dia sangat awas akan bahaya di jalan.

Tidak hanya di jalan. Beberapa saat setelah bel kendaraannya itu terdengar, kembali ibu itu memperdengarkannya lagi. Membuat orang yang berjalan di bagian tepi lorong itu merasa aneh, kenapa harus dua kali? Lebih aneh lagi, ketika dia membunyikannya untuk kali ketiga. Kali ini pejalan kaki di depannya itu menoleh, kenapa harus berkali-kali.

 

Melihat kelakuan ibu tadi, terlintas di benak pejalan kaki itu beberapa khurafat yang telah tersebar di masyarakat negeri ini. Berupa keberadaan penunggu lorong dan tempat-tempat gelap atau dianggap angker oleh mereka.

Tapi apa benar ibu ini berkeyakinan seperti itu? Amat kasihan sekali jika memang benar, semoga tidak, dia memang tergesa-gesa, dan sering takut di tempat-tempat rawan kecelakaan seperti ini.

 

Kini ibu itu telah melewati pejalan kaki tersebut, suara mesin motornya masih terdengar. Lampu merah memancar di jok bagian belakang motornya, hanya keranjang dan bodi belakang motornya saja yang terlihat oleh pejalan kaki itu.

Kepalanya masih melayang-layang antara berbaik sangka dan menyangka yang tidak baik terhadap ibu tadi. Tapi akhirnya semua itu ia abaikan, biarlah apapun maksudnya. Semoga bukan kesyirikan dan khurafat.

 

Benteng dari kesyirikan

Terlepas dari apa maksud ibu tadi, Indonesia memang negeri yang kesyirikan mewabah di mana-mana. Kondisi ini disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat tentang al-Qur’an dan sunnah, kurangnya perhatian mereka tentang tauhid. Begitu pula karena banyaknya ajaran-ajaran, ideologi-ideologi kufur yang telah merusak cara berfikir mereka yang baik.

Ritual-ritual khusus yang mereka amalkan di tempat dan waktu tertentu, sebagai saksi paling jujur akan hal ini. Setiap kali hendak memasuki tempat yang dianggap “angker”, ada saja dzikir khusus atau isyarat yang dilafadzkan, tentunya bukan yang diajarkan oleh Islam.

Bahkan dzikir-dzikir tersebut merupakan bacaan-bacaan yang tak dimengerti maksud dan maknanya, sampai kadang si pembaca pun tak tahu apa yang dia baca, sekedar mengikuti arahan “orang alim” atau “orang pintar”, katanya. Taklid! Lagi-lagi karena minimnya ilmu.

 

Ajaran Islam ketika singgah di tempat asing

Coba sekiranya mereka tahu tentang sabda Nabi shallallahualaihi wa sallam yang mengajarkan umatnya sebuah dzikir ketika memasuki tempat-tempat yang asing, sebagaimana tertuang dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah, dari sahabiyah yang mulia, Khoulah bintu Hakim radhiyallahu ‘anha, di mana Rasulullah shallallahualaihi wa sallam bersabda:

مَنْ نَزَلَ مَنْزِلًا ثُمَّ قَالَ: أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ، لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ، حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ

 “Barangsiapa yang singgah di suatu tempat, kemudian mengucapkan, ‘Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari keburukan makhluk-Nya’. Niscaya tidak akan ada yang bisa mencelakakannya sampai ia beranjak dari tempat itu.” (HR. Muslim no. 2708)

 

Coba kalau dia tahu hadits yang mulia ini dan mengamalkannya, pastilah hatinya akan tenteram, tenang, dan ia akan meninggalkan doa-doa yang tak dipahami itu.

Kebodohan memang pangkal dari kesyirikan. Karena itulah, zaman kesyirikan sebelum datangnya Islam disebut zaman jahiliyyah (zaman kebodohan), bahkan hingga hari ini, setiap penyembah berhala atau patung disebut orang jahiliyyah, karena kebodohan yang membuat mereka berbuat syirik.

 

Kewajiban bagi para penuntut ilmu

Seorang penuntut ilmu haruslah sadar akan hal ini, kesyirikan harus dicabut hingga ke akar-akarnya. Tauhid bangsa ini memerlukan banyak pembenahan, jangan sampai kaum muslimin terjatuh ke dalam kesyirikan dalam keadaan mereka tidak tahu, padahal syirik akan menghapus tauhid dari hati mereka.

Penuntut ilmu yang menginginkan kebaikan untuk negerinya, haruslah bersemangat dalam belajar, guna persiapan menghadapi gelombang syirik yang tak pernah terbendung. Tidakkah kita kasihan kepada masyarakat yang selama ini sangat membutuhkan ilmu tauhid?

 

Tidaklah kita merasakan iba, dengan mereka yang banyak melakukan “kebaikan” (baca: menurut mereka), namun ternyata kebaikan itu tak bermanfaat sedikitpun bagi mereka, justru membawa petaka bagi mereka di akhirat kelak?

Mereka kira itu baik, ternyata tidak. Bukan pahala yang didapat, melainkan azab dan siksa yang dirasa,

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا (103) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

“Katakanlah: ‘Apakah akan Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?’ Yaitu orang-orang yang telah sia-sia amalnnya di dunia ini, sedang mereka menyangka telah berbuat sebaik-baiknya.”  (QS. Al-Kahfi: 103-104)

 

Penutup

Oleh karena itu, kehadiran para penyeru tauhid sangatlah ditunggu. Pelosok negeri ini telah menanti kehadiran para da’i tauhid untuk memperbaiki keadaan umat. Mentari akan tersenyum menyambut kalian para pejuang sunnah, untuk menyebarkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lurus ini. Kemurniannya harus tetap dijaga dan terus disebarkan.

Segala kebid’ahan yang mencoreng nama baiknya harus diluruskan. Semoga Allah memberkahi perjuangan kita dalam mencari ilmu agama ini, dan menjadikan ilmu kita bermanfaat. Amin

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.