Kerasukan Jin yang Memaksa Melakukan Kemungkaran

 

Fatwa al-Lajnah ad-Daimah

 

Pertanyaan

Seseorang kerasukan jin, lalu dia mengatakan kepada orang tersebut, “Kamu harus mendatangi tokoh atau syaikh tertentu.” Terkadang tokoh yang dimaksud itu berasal dari bangsa jin atau merupakan seorang nasrani. Akhirnya orang yang kerasukan tersebut diperintahkan untuk melakukan berbagai amalan yang menyelisihi syariat seperti; meninggalkan salat, pergi ke gereja, ataupun melakukan perkara-perkara yang tidak ia mampui. Jika dia tidak melakukannya, maka jin itu akan menyiksanya. Apa solusi syariat untuk lepas dari mereka?

 

Jawaban

Masuknya jin ke dalam tubuh manusia adalah perkara yang nyata. Apabila jin yang merasukinya memerintahkannya untuk melakukan perkara yang haram, maka wajib bagi orang tersebut untuk berpegang teguh dengan syariat Allah dan tidak menaati jin tersebut. Meskipun konsekuensinya jin itu akan mengganggunya.

Wajib bagi orang tersebut untuk meminta perlindungan hanya kepada Allah dari kejelekan jin, dan membentengi dirinya dengan membaca al-Quran, bacaan ta’awudz yang syar’i, dan zikir-zikir yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 

Di antaranya: ruqyah dengan membaca surat al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Naas, kemudian meniupkan sedikit ludah di telapak tangannya. Lalu mengusap wajah dan anggota badan yang bisa terjangkau dengan telapak tangannya tersebut. Ia lakukan hal di atas sebanyak tiga kali.

Ia juga bisa melakukan cara-cara ruqyah lainnya dengan membaca surat atau ayat-ayat dalam al-Qur’an, serta zikir-zikir yang sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga meminta kepada Allah agar diberi kesembuhan dan penjagaan-Nya dari kejelekan para setan, dari kalangan jin maupun manusia.

Silakan merujuk kepada kitab: Al-Kalim Ath-Thayyib karya Ibnu Taimiyyah, kitab Al-Wabil Ash-Shayyib karya Ibnul Qayyim, dan juga Al-Adzkaar karya Imam An-Nawawi, di dalamnya terdapat penjelasan yang sangat banyak tentang macam-macam ruqyah.

Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam.

 

Sumber: Fatawa al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-‘Ilmiyyah wal Ifta’, soal ke-3 dari fatwa no. 5802

Alih bahasa: Muhammad Sukoharjo, Takmili

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.