Kisah wafatnya sebagian ulama

 

Oleh Mujahid Aceh 3A Takhasus

 

Kematian ulama merupakan sebuah petaka. Berkurangnya mereka merupakan tanda kiamat. Namun, tiap jiwa pasti dijemput dengan kematian. Siapapun dia dan sebesar apapun kedudukannya di tengah manusia. Jika telah datang waktunya, maka dia pasti akan meninggalkan dunia ini. Dikesempatan kali ini, mari kita melihat bersama beberapa pemandangan sakaratul maut yang dialami oleh ulama yang empat, yaitu Abu Hanifah, Imam Malik, Imam asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad rahimahumulah.

 

Kematian Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah rahimahullah menjelang wafatnya berkata: “Sayangilah aku, sebab aku menderita di tengah-tengah ahli dunia. Obatilah diriku wahai Dzat Yang Maha Penyayang.”

 

Kematian Imam Malik

Ismail bin Abi Uwais rahimahullah berkata: “Ketika Imam Malik sakit, maka aku bertanya pada sebagian keluarganya tentang apa yang diucapkan beliau menjelang wafatnya. Mereka menjawab: ‘Beliau bersyahadat, lalu berucap segala urusan hanya milik Allah, sebelum dan sesudahnya.’ Kemudian beliau wafat.”

 

Kematian Imam asy-Syafi’i

Imam al-Muzani rahimahullah sahabat dari Imam asy-Syafi’i berkata: “Saya menjenguk Imam asy-Syafi’i saat sakit yang mengantarkan beliau kepada kematiannya, kemudian saya bertanya padanya: “Wahai Abu Abdillah bagaimana keadaanmu?” Beliau menjawab: “Aku akan pergi dari dunia, berpisah dengan sahabat-sahabatku dan bertemu dengan kejelekan amalku. Kemudian aku akan menghadap Allah. Aku tidak tahu apakah ruhku akan menuju surga lalu mengucapkan kata selamat padanya, atukah ke neraka lalu aku menolaknya.” Selanjutnya beliau menangis dan melantunkan bait-bait syair.

“Tatkala hatiku mengeras dan terasa sempit ruang gerakku.

Aku jadikan harapanku agar selamat di bawah maaf-Mu.

Betapa banyak dosaku, tetapi keika aku ukur dengan maaf-Mu, aku dapati begitu besar Ya Rabb akan maaf-Mu.

Senantiasa Engkau memberi maaf dari dosa. Sebagai bentuk kedermawanan dan karunia.

Iblis takkan mampu memalingkan seorang hambapun jika bukan karena kuasa-Mu. Bagaimana tidak, sedang telah digoda Adam hamba pilihan-Mu.

Sungguh Aku telah meĺakukan dosa dengan kadar yang kutahu, tapi aku pun tahu bahwa Allah Maha Pemaaf sebagai bentuk kasih sayang-Nya.”

 

Kematian Imam Ahmad

Diriwayatkan dari Abdullah putra Imam Ahmad rahimahumalah bahwa beliau mengisahkan: “Menjelang wafat ayah, aku duduk di sisinya. Aku membawa kain yang digunakan untuk membasuh wajahnya yang berkeringat. Lalu beliau pingsan, kemudian membuka matanya perlahan dan berkata sambil berisyarat: “Tidak, sampai mati.” Beliau lakukan seperti ini dua kali dan pada kali ketiga aku beranikan diri bertanya kepadanya: “Ayah ada ini, ucapanmu menjadi tidak jelas. Saat ini engkau tampak berkeringat sampai kami mengira engkau telah tiada. Engkau ulangi kata kata “Tidak, tidak sampai mati.”

Beliau bertanya kepadaku: “Anakku…kamu tidak tahu?” Aku jawab: “Tidak.” Kemudian beliau berkata: “Iblis -la’natullah- berdiri di sampingku mengarahkan kukunya padaku seraya berkata: “Hai Ahmad, ikuti aku.” Maka aku katakan padanya: “Tidak, sampai mati aku tidak akan mengikutimu.”

Inilah keadaan Imam ahlus sunnah menjelang wafatnya. Syaithan terus berusaha untuk menggelincirkannya walau saat yang sangat kritis.

 

Penutup

Semoga Allah berikan kami dari para ulama husnul khotiamh (akhir hidup yang baik). Imam Abdullah bin Mutharrif rahimahullah mengatakan sebagaimana dalam kitab at-Tadzkirah fi Ahwalil Maut: “Jika aku tahu kapan kematianku datang, maka aku takut kehilangan akalku. Tapi Allah telah berbuat baik atas hamba-hamba-Nya dengan melalaikan mereka dari kematian. Seandainya tidak ada lupa dari kematian, maka mereka akan menganggap remeh kehidupan dan tidak ada pasar-pasar.” Semoga bermanfaat.

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.