Luruskan Akidahmu!
Oleh Rifqi Andika Wijaya Takmili 2C
Allah yang menguasai para makhluk dengan ilmu-Nya dan kekuatan-Nya. Dan (mengaturnya) sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya. Raja di dunia dan akhirat, Rabb semesta alam. Tidak ada pencipta selain-Nya dan tidak ada Rabb kecuali Dia.
Dia mengutus para rasul, menurunkan kitab-kitab demi kebaikan hamba-hamba-Nya dan untuk menyeru mereka kepada keberhasilan dan kemashlahatan saat di dunia maupun di akhirat. Dan menyakini bahwa Dia tidak memiliki satupun sekutu dalam perkara-perkara tersebut, Allah Ta’ala berkata:
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
“Allahlah pencipta segala sesuatu dan Dia adalah tempat bersandar segala sesuatu.” (QS. az-Zumar: 62)
Allah juga berkata:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya Rabb kalian adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari kemudian beristiwa’ di atas arsy-Nya. Membuat malam menjadi siang dengan cepat. Dia ciptakan matahari, bulan, dan bintang beredar atas perintah-Nya. Ketahuilah, hanya milik-Nyalah seluruh urusan dan ciptaan. Maha suci Allah, Rabb semesta alam.” (QS. al-A’raf: 54)
Konsekuensi berikutnya adalah mengimani seluruh nama-nama-Nya yang indah serta sifat-sifat-Nya yang tinggi. Tercantum dalam kitab-Nya, juga yang disebutkan oleh Rasul-Nya yang terpercaya tanpa tahrif (mengubah), ta’thil (menolak), takyif (mengumpamakan), dan tamtsil (menyerupakan).
Bahkan wajib untuk membiarkannya sebagaimana adanya tanpa menanyakan bagaimananya. Bersamaan dengan keimanan terhadap sesuatu yang ditunjukkan oleh makna-makna yang agung dari sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla. Wajib mensifati Allah Ta’ala dengan sifat-sifat tersebut sesuai dengan keagungan-Nya, tanpa menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, sebagaimana perkataan-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada satu pun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. asy-Syura: 11)
Dan perkataan Allah Ta’ala,
فَلَا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الْأَمْثَالَ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sungguh Allah Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. an-Nahl: 74)
Ini adalah akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik dan akidah ini yang telah dinukilkan oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari rahimahullah di dalam kitabnya al-Maqalat ‘an Ashhabil Hadits wa Ahlis Sunnah.
Imam al- Auza’i, Imam az-Zuhri, dan Imam Makhul pernah ditanya tentang ayat-ayat yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah, maka mereka menjawab: “Biarkanlah sebagaimana adanya.”
Al-Walid bin Muslim, Imam al-Auza’i, al-Laits bin Sa’ad, dan Sufyan ats-Tsauri pernah ditanya tentang berita-berita yang datang berkaitan dengan sifat-sifat Allah, maka mereka pun menjawab: “Biarkan saja sebagaimana adanya, tanpa menanyakan bagaimananya.”
Al-Auza’i berkata: “Dahulu kami dan kebanyakan tabi’in berkata, ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala di atas arsy-Nya dan kami beriman dengan sifat-sifat yang datang di dalam sunnah.” Dan tatkala Rabi’ah bin Abi Abdirrahman, gurunya Imam Malik ditanya tentang al-Istiwa, beliau pun berkata: “Al-Istiwa bukanlah sesuatu yang asing (tidak diketahui), adapun menanyakan bagaimananya adalah perkara yang tidak dipahami, dan dari Allahlah ar-Risalah. Wajib bagi Rasul-Nya menyampaikannya dengan jelas dan wajib bagi kita untuk membenarkannya.”
Ketika Imam Malik ditanya tentang istiwa, maka beliau berkata: “Istiwa adalah sesuatu yang diketahui. Beriman kepadanya adalah wajib dan bertanya tentangnya merupakan kebid’ahan.” Kemudian beliau berkata kepada penanya: “Tidaklah aku melihatmu kecuali orang yang jelek.” Beliau memerintahkan kepada para muridnya untuk mengeluarkan orang tadi. Makna ini telah diriwayatkan dari Ummul Mu’minin Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha.
Imam Abu Abdirrahman Abdullah bin Mubarak berkata: “Kami mengetahui bahwasannya Rabb kami di atas langit , di atas arsy-Nya, dan terpisah dari makhluk-Nya.”
Perkataan para ulama dalam permasalahan ini sangatlah banyak, tidak mungkin untuk menyebutkannya di waktu yang singkat ini. Barangsiapa yang ingin memahami perkataan para ulama, maka hendaknya ia melihat kitab-kitab yang ditulis oleh ulama ahlus sunnah wal Jama’ah dalam permasalahan ini seperti kitab as-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, kitab at-Tauhid karya Imam Muhammad bin Khuzaimah, dan kitab as-Sunnah karya Abu Bakr bin Ashim.
Dan hendaknya ia juga melihat tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah rahimahullah pada risalah yang berjudul at-Tadmuriyah, di dalamnya dijelaskan akidah ahlus sunnah dengan dalil-dalil syariat maupun dalil-dalil secara akal. Begitu pula bantahan terhadap orang-orang yang menyelisihi kebenaran. Beliau menghilangkan kebathilan dari setiap ahlul ilmi yang merenungi perkara ini dengan niatan yang baik serta keinginan untuk mengetahui al-Haq.
Setiap orang yang menyelisihi akidah ahlus sunnah dalam permasalahan nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya, maka ia pasti terjatuh di dalam penyelisihan terhadap dalil-dalil syar’i maupun dalil secara akal disertai dengan penentangan yang jelas pada segala sesuatu yang ia tetapkan dan nafikan.
Adapun ahlus sunnah wal jama’ah, mereka menetapkan segala sesuatu yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala untuk diri-Nya sendiri di dalam kitab-Nya dan yang ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sunnahnya yang benar tanpa mempermisalkan. Dan mereka mensucikan Allah ‘Azza wa Jalla.