Membela kehormatan seorang muslim

 

Beberapa kejadian dari perjalanan hidup Nabi yang mengandung pelajaran dan teladan, berupa pembelaan terhadap kehormatan seorang muslim dari kisah sahabat Ka’b bin Malik dan tertinggalnya beliau dari mengikuti perang Tabuk.

Peristiwa demi peristiwa yang mengandung pelajaran telah terjadi pada masa Nabi. Pada perang Tabuk, sahabat Ka’b bin Malik tidak ikut serta. Ketika telah sampai di daerah Tabuk, Nabi menanyakan perihal beliau. Seorang menjawab: “Wahai Rasulullah, dia tertahan oleh keangkuhan dan pakaian indahnya” atau kata-kata semakna yang mengandung cacian kepada sahabat ini.

Mendengar hal tersebut, seorang sahabat bangkit mengingkari ucapannya: “Alangkah jeleknya ucapanmu. Demi Allah wahai Rasulullah, tidak kami kenal pada pribadi Ka’b melainkan kebaikan.” Lelaki ini menolong dan membela kehormatan saudaranya, Nabi pun mengakui perbuatannya. Demikianlah yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim, membela dan menolong kehormatan saudaranya.

 

Ini termasuk sikap yang mulia, seandainya kaum muslimin mencontohnya dan mau menolong serta membela kehormatan saudara-saudara mereka, niscaya para penyebar fitnah dan orang-orang yang senang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk menebar benih kejelekan dan kebencian di antara manusia akan terbungkam.

 

Nabi juga membela kehormatan orang yang mengucapkan “Laa ilaha illallah” mengharap darinya wajah Allah. Kejadiannya, tatkala Nabi keluar bersama sekelompok sahabat senior untuk mengunjungi sahabat lainnya. Ketika mereka semua telah sampai di tempat kunjungan, Nabi bertanya: “Dimana sahabat Fulan?” sebagian hadirin menjawab: “Dia itu manafik, tidak cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Nabi pun bersabda:

إِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

“Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada neraka untuk melahap orang yang mengucapkan Lailahaillallah mengharap darinya wajah Allah.” (HR. al-Bukhari (1/No. 425, 1186) dan Muslim (2/Juz 5/Hlm. 159/Nawawi)

 

Nabi membela kehormatan sahabat ini karena dia telah bersaksi “Laa ilaha illallah” mengharap wajah Allah dengannya. Dia tidak mengucapkannya sebagai seorang munafik, semata-mata karena kejujuran dan keikhlasan.  Allah mengharamkan neraka baginya, sehingga tidak boleh seorang pun untuk berucap demikian terkait hak seorang muslim yang seperti itu.

 

Kisah lainnya,  pernah didatangkan ke hadapan Nabi seorang pecandu minuman keras. Nabi memerintahkan untuk mencambuk dan menegakkan hukuman baginya, perbuatan tersebut sering kali terulang olehnya. Hingga salah seorang berkata: “Ya Allah, laknatlah dia. Alangkah seringnya dia melakukannya.” Nabi pun mengingkarinya dan mengatakan: “Jangan engkau laknat dia. Karena demi Allah, kamu tidak tahu kalau dia sangat cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. al-Bukhari (4/6780) dan al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah (10/2606/Hal.336)).

Yakni walaupun terjatuh dalam sebuah dosa besar, dia masih seorang mukmin. Seorang mukmin memilki kedudukan dan tempat yang istimewa, tidak boleh seorang pun mencaci-makinya walaupun dia pelaku maksiat.

 

Semua ini mengajarkan kepada seorang muslim untuk menjaga kehormatan saudara-saudaranya sesama muslim.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.