Menghambur-Hamburkan Harta _bagian 2_

Oleh Abdurrahman Ibad Bontang, Takhasus

Wajib atas kaum mukmin seluruhnya untuk berperilaku dengan adab-adab yang Allah perintahkan dan menjauhi segala yang dilarang. Maka tidak ada israf dan mubazir, baik dalam makanan, minuman, pakaian dan yang lainnya. Baik pada pesta yang sifatnya besar-besaran maupun kecil-kecilan, semunya harus seduai dengan kadar yang dibutuhkan.

 

Ketika Yang Tak Diinginkan Terjadi

Apabila sebuah makanan dihidangkan untuk banyak orang, namun mereka tidak memakannya atau sebagian besar dari mereka, maka ini bukan israf. Tapi, hendaknya dia berusaha agar sisa makanan itu diberikan kepada orang yang membutuhkan, atau disimpan sehingga bisa dimakan pada waktu yang lain.

Jangan dibuang di tong sampah atau di tempat-tempat jorok. Kalau memang harus dibuang, maka bawalah makanan itu ke tempat yang jauh, harapannya nanti bisa dimakan oleh binatang-binatang liar. Kalau dia bisa mengantarkan makanan itu kepada orang yang bisa memanfaatkannya, baik itu para buruh atau fakir miskin, maka wajib baginya nya untuk memberikan kepada mereka, sehingga makanan itu tidak terbuang begitu saja dan sehingga dia tidak termasuk orang yang boros dan mubazir.

 

Anjuran Syariat Untuk Hidup Hemat

Allah Subhanahu wa Ta’ala, pemilik syariat yang suci telah memuji hamba-hamba-Nya yang bisa hidup hemat, merekalah yang disebut ‘ibadurrahman’, Allah Azza wa Jalla berkata tentang ciri-ciri mereka:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا

“Dan orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan (apa yang ada) di antara keduanya adalah perbuatan yang adil.” (Al-Furqan: 67)

 

Israf artinya berlebihan, dan taqtiir artinya pelit dan bakhil, pelakunya tercela. Begitu juga berlebihan dan mubazir keduanya juga tercela. Maka jangan meniru yang ini, juga tidak pula yang itu. Oleh karenanya, Allah memuji ‘ibadurrahman dengan firman-Nya:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا

“Dan orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan (apa yang ada) di antara keduanya adalah perbuatan yang adil.” (Al-Furqan: 67)

 

Wasiat asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz

Maka wasiat saya -untuk kalian sekalian dan bagi setiap muslim- adalah agar mereka berbudi pekerti dengan adab yang mulia ini, dan bersungguh-sungguh untuk menjaga adab-adab ini di rumah maupun di acara-acara besar mereka. Juga agar selalu bersikap sederhana. Dan saya juga memperingatkan dari menelantarkan harta tanpa alasan yang benar, banyak makan tanpa keperluan. Lantaran, harta akan bermanfaat jika dijaga, orang yang memerlukannya di negeri ini sangat banyak, begitu juga di selain negeri ini.

Kita mengetahui bahwa berapa banyak dari penduduk negeri ini –tidak ada yang dapat menghitungnya kecuali Allah-  yang butuh kepada harta, butuh kepada makanan, butuh kepada pakaian.

 

Walaupun negeri kita –walhamdulillah– termasuk negeri terbaik, Allah telah memberikan kepadanya kebaikan yang banyak, baik dari sisi agama maupun dunia. Namun, di sana masih ada orang-orang yang membutuhkan -kalau dicari ke seluruh bagian negeri ini, di kota-kotanya, di desa-desanya dan di setiap tempat- uluran bantuan, baik itu zakat atau yang lainnya, baik itu melalui pemerintahan atau person-person yang dikenal amanah, sehingga bantuan-bantuan itu dapat dibagikan kepada mereka dan ia dapat melihat keadan mereka karena mereka sangat membutuhkan.

Dan yang lebih dari itu, di berbagai negeri, di Afrika dan di Asia serta di berbagai tempat lainnya, kebutuhan penduduknya sangat banyak. Orang-orang fakir –hanya Allah yang mengetahui jumlahnya- sangat butuh harta, di sana ada para mujahidin Afghanistan dan para pengungsi di Pakistan sangat memerlukan harta.

 

Lantas bagaimana bisa kita membuang harta begitu saja?! Lantas bagaimana bisa kita menelantarkannya?! Bagaimana bisa kita boros dalam keadaan di negeri kita dan negeri lainnya banyak yang membutuhkan?! Ini tidak boleh terjadi selama-lamanya. Bahkan, wajib untuk mengkaji ulang setiap perkara, bergegas untuk selalu pertengahan dalam segala hal, baik itu makanan, minuman, pakaian, dalam acara pernikahan atau yang lainnya.

Demikian pula pesta pernikahan, padanya banyak hal-hal yang membahayakan. Sebab, mayoritas manusia banyak yang berfoya-foya saat itu. Mereka harus mengeluarkan biaya yang menyusahkan, bahkan terkadang sampai berhutang dan takalluf (memberat-beratkan diri).

 

Maka hendaknya seorang mukmin memperhatikan perkara ini. Seorang wanita harus memperhatikan kemampuan suaminya, ayahnya dan saudaranya. Tidak membebani suami yang di luar batas kemampuannya.

Bahkan, hendaknya dia membantu suaminya dalam kebaikan, membantunya agar irit. Begitu juga, dia membantu anak dan saudaranya supaya hemat, demikian pula bapaknya. Hendaknya ia menasehati bapaknya, saudaranya, suamianya atau anaknya saat melihat salah satu dari mereka mulai mengarah kepada sikap boros, berlebihan dan mubazir.

Dia menasehati mereka seraya mengatakan, ‘Bertaqwalah anda kepada Allah, kita tidak butuh seperti ini, tidak harus seperti ini. Kalau kita orang yang berkecukupan maka hendaknya kita bersedekah dan berbuat baik kepada hamba-hamba Allah. Kalau tidak hendaknya kita mendahulukan diri kita dan menutupi kebutuhan kita.’

 

Kumpulan Hadits Yang Memuat Ancaman

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:

كُلْ وَاشْرَبْ وَالْبَسْ وَتَصَدَّقْ فِي غَيْرِ سَرَفٍ وَلَا مَخِيلَةٍ

“Makanlah, minumlah, berpakaianlah dan bersedakahlah tanpa berlebihan dan bersikap congkak.” (HR. Abu Dawud dan an-Nasa’i no. 2559)

Sebagian orang memakai pakaian dan mengadakan pesta yang berlebihan dengan penuh bangga, sombong, merasa lebih dari yang lain. Hal ini tidak boleh. Bahkan, disyariatkan baginya membuat makanan sesuai keperluan, dan memakai pakaian yang sekedarnya tanpa bangga-bangga dan sombong, tapi untuk memperindah tampilan saja. Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyenangi keindahan, Allah Ta’ala berfirman:

 

خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

“Pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al-A’raf: 31)

Tidak mengapa berhias dengan pakaian yang biasa digunakan umumnya, tidak mengapa juga memakan makanan yang lumrah dan baik. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menghalalkan semua makanan yang baik, tapi sekedarnya saja, tidak dibuang di pasar-pasar dan di tong sampah. Tidak boleh membuang-buang harta tanpa haq, tidak boleh juga seseorang mengenakan pakaian yang memudaratkan dia, pakaian yang tidak dia butuhkan dan jangan dia menyeret pakaian ke dalam hal-hal yang jorok dan najis.

 

Hendaknya bagi wanita untuk menurunkan pakaian sekedarnya sampai tertutup kedua kakinya. Dan bagi pria hendaknya ia mengangkat pakaiannya di atas mata kaki, tidak boleh baginya untuk menjulurkan pakaiannya sampai melebihi mata kaki, namun bagi perempuan hendaknya ia menurunkan pakaiannya, karena ia adalah aurat, maka ditutup kakinya dengan menjulurkan pakaiannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا أَسْفَلَ مِنَ الكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِي النَّارِ

“Setiap apa yang dibawah mata kaki dari sarung maka itu di Neraka.” (HR. Al-Bukhari no.5787)

 

Hadits ini untuk pria saja, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

ٌثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: الْمُسْبِلُ إِزَارَهُ، وَالْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ كَاذِبًا

“Tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah, Allah tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat, tidak akan disucikan dan bagi mereka azab yang pedih; orang Yang musbil (isbal) sarungnya, orang yang mengungkit-ungkit pemberian, dan orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim no. 106)

Kami memohon keselamatan dari seluruh perkara yang mendatangkan kemurkaan-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ، لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Barang siapa yang menjulurkan pakaian karena sombong, maka Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat.” (Muttafaqun ‘Alaihi -Al-Bukhari no. 3665 dan Muslim no. 2085-)

 

Hal ini menunjukkan bahwa seharusnya seorang lelaki mengangkat pakaiannya di atas mata kaki, dari pertengahan betis sampai mata kaki, jangan diturunkan lebih dari itu.

Adapun perempuan maka seluruh tubuhnya adalah aurat, wajib bagi dia untuk menurunkan pakaian sampai menutup kedua kakinya saat berjalan atau dia mengenakan kaus kaki untuk menutup kakinya.

Kesimpulan dari ini semua adalah, bahwasannya wajib atas kita semuanya baik laki-laki maupun perempuan untuk selalu bersikap objektif dalam setiap perkara, dalam nafkah, pakaian, pesta dan dalam segala hal. Maka tidak ada yang namanya ekstrim dalam beribadah dan pada selain ibadah. Tidak ada israf dan mubazir, tidak pada makanan, minuman, acara dan yang selainnya.

 

Juga wajib atas kita untuk menjaga sikap obyektif ini dalam seluruh perkara, Allah Ta’ala berfirman:

وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا

“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Al-Isra’: 29)

Inilah sikap pertengahan yang diperintahkan, tidak bakhil, tidak pelit, tidak berlebihan, tidak mubazir, tapi di antara keduanya. Sebagaimana firman Rabb Azza wa Jalla dalam menyifati orang pilihan dari hamba-Nya:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا

“Dan orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan (apa yang ada) di antara keduanya adalah perbuatan yang adil.” (Al-Furqan: 67)

 

Penutup

Saya berharap bahwa apa yang saya sampaikan bersama kesimpulannya sudah mencukupi. Saya memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar memberikan kepada kita taufik-Nya kepada perkara yang diridai-Nya dan kepada hal yang padanya terdapat perkara yang memperbaiki hati dan amal kita. Juga agar Allah memberikan kepada kita semua pemahaman yang tepat tentang agama dan kekokohan di atasnya.

Dan saya memohon agar Allah memperbaiki pemerintah kita serta memberikan taufik kepada mereka menuju segala kebaikan, juga semoga Allah memperbaiki kawan akrab mereka, membantu mereka melakukan segala perkara yang memberi maslahat bagi umat dan menolong umat di dunia dan akhirat.

 

Begitu juga, saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memperbaiki keadaan seluruh kaum muslimin di seluruh tempat, agar mereka dipimpin oleh orang terbaik mereka, agar kaum muslimin dapat membantu memperbaiki pemimpin mereka agar menjadi lebih baik. Juga agar Allah menganugerahkan kepada kita dan mereka ilmu yang bermanfaat dan amal saleh.

Saya memohon kepada Allah agar menunjuki para pejabat-pejabat mereka untuk berhukum dengan syariat Islam serta agar mereka mengaplikasikannya di seluruh aspek kehidupan mereka. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Pengatur itu semua dan Maha Mampu atas hal tersebut.

 

Sumber: Muhadharah yang disampaikan samahatu as-Syaikh Bin Baz di organisasi sosial al-Wafa’, kota Riyadh di sela-sela program kebudayaan awal bulan Rajab tahun 1404 H dan di sebar di al-Jazirah nomor 4210 yang terbit pada Ahad, 7 Rajab 1404 H.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.